Belajar Budi Pekerti di Sakola Ra'jat Iboe Inggit Garnasih

Sakola Ra'jat Iboe Inggit Garnasih tidak mengajarkan matematika dan pelajaran eksak lainnya bagi para siswa.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Apr 2017, 13:03 WIB
Inggit Garnasih dan Soekarno

Liputan6.com, Bandung – Aula RW 05 di Jalan Liogenteng, Nyengseret, Astanaanyar, Kota Bandung, disulap menjadi Sakola Rajat Iboe Inggit Garnasih, yang menjadi "rumah" sekaligus sekolah bagi anak dan remaja kurang mampu atau putus sekolah di kawasan sekitar.

"Sakola Iboe Inggit Garnasih ini sebenarnya lebih seperti rumah belajar untuk anak-anak di sini yang putus sekolah dan tidak mampu, tetapi bersemangat untuk menimba ilmu," kata salah seorang penggagas Sakola Ra'jat Iboe Inggit Garnasih, Gatot Gunawan di Bandung, Jawa Barat, dilansir Antara, Selasa (18/4/2017).

Gatot menuturkan, Sakola Ra'jat Iboe Inggit Garnasih didirikan pada 17 Maret 2017 yang didasari karena banyaknya anak-anak dan pemuda yang putus sekolah serta kurang mampu secara ekonomi di sekitar lokasi tersebut.

"Hingga saat ini, total ada 60 anak yang belajar di Sakola Ra'jat Iboe Inggit Ganarsih, rinciannya 40 anak usia sekolah dasar dan 20 anak usia SMP dan SMA," kata dia.

Sementara itu, salah seorang penanggung jawab Sakola Iboe Inggit Garnasih, Sandi menuturkan konsep belajar sambil bermain menjadi prinsip dari kegiatan di rumah belajar tersebut.

Para peserta Sakola Iboe Inggit Ganarsih diajarkan nilai-nilai budi pekerti dalam tiap kegiatan, diharapkan mampu membangun karakter dari generasi muda.

"Materi yang diajarkan itu ada olahraga, kesenian, wawasan kebangsaan, agama, bahasa Indonesia ejaaan lama dan budi pekerti. Kenapa kita ajarkan hal tersebut, karena kalau materi seperti matematika atau ilmu eksak lainnya sudah diajarkan di sekolah formal," kata dia.

Ia menuturkan kegiatan belajar di sana dimulai pada sore hari untuk anak usia SD dan malam hari untuk anak usia SMP atau SMA.

"Kita libur hari Kamis dan Minggu dan selama belajar di sini anak-anak diajari berbagai ilmu mulai dari potensi, kreativitas, dan karakternya," kata dia.

Ia memaparkan bahwa tidak ada sistem belajar mengajar yang kaku seperti sekolah formal dan pembelajaran selalu disesuaikan dengan karakter peserta didik yang berbeda-beda.

Selain karena faktor ekonomi dan lingkungan, lanjut dia, anak dan remaja yang belajar di rumah belajar tersebut kebanyakan memiliki orang tua yang hanya tamat pendidikan sekolah dasar.

"Jadi internet bisa menjadi virus bagi anak-anak sehingga mereka jadi malas belajar, maka kita di sini membantu mereka dalam kegiatan belajar tersebut. Pemuda yang malas sekolah merupakan ancaman bagi generasi yang akan datang," kata Sandi.

Hingga saat ini, kata dia, sudah ada perubahan drastis yang terjadi pada kondisi sosial masyarakat sekitar dengan berdirinya Sakola Rajat Iboe Inggit Garnasih.

Menurut dia, hampir tidak ada hambatan dalam menjalankan kegiatan di rumah belajar tersebut karena warga dan juga pengurus RW setempat sangat mendukung penuh.

Sandi berharap ke depannya, sekolah ini bisa lebih maju dan tambah siswanya karena regenerasi muda merupakan kunci dari terus berjalannya tren positif ini.

Sementara itu, salah seorang peserta Sakola Rajat Iboe Inggit Ganarsih, Azka (9 tahun) mengaku senang bisa menimba ilmu di tempat tersebut.

"Seru jadi banyak teman. suka latihan bela diri dan main bola," kata Azka.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya