Terbukti Kartel Daging, Pengusaha akan Kena Pajak dan Sanksi

Penerapan pajak merupakan cara untuk mengembalikan uang masyarakat atas mahalnya harga daging.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Mar 2017, 21:42 WIB
Pedagang daging sapi di pasar daging tradisional Palmerah, Jakarta, Senin (4/7). H-2 Idul Fitri 1437 H, harga kebutuhan daging sapi meroket dari Rp 130.000 menjadi 150.000 per kilogram. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berencana mengenakan pajak pada pengusaha yang terbukti melakukan kartel daging sapi impor. Hal tersebut merupakan cara untuk mengembalikan uang masyarakat atas mahalnya harga daging.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan akan mengenakan pajak kepada perusahaan yang diketahui melakukan praktik kartel daging sapi.

Besaran pungutan mencapai 25 persen ditambah pajak sanksi maksimal 48 persen, dari keuntungan bisnis kartel.

"Akan dikenakan pajak,  kena pajak 25 persen plus sanksi ‎48 persen maksimal," kata dia di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (2/3/2017).

Menurut Ken, hasil dari pungutan pajak tersebut akan dikembalikan ke masyarakat, yang selama ini membeli daging sapi dengan harga tinggi akibat praktik kartel. Namun pengembaliannya tidak secara tunai.

Uang hasil pungutan pajak tersebut juga akan masuk kas negara, untuk membiayai berbagai fasilitas yang bisa dimanfaatkan rakyat.

‎"Jadi 25 persen plus 48 persen itu yang saya ambil nanti, duit pajak itu saya kembalikan lagi ke rakyat yang telah membeli daging dengan harga mahal tadi, tentunya bukan cash dikembalikan tapi dalam bentuk fasilitas, segala macam," papar Ken.

Dia menilai, mahalnya harga daging di Indonesia karena ulah kartel, yang mengelabui dengan cara membuat banyak perusahaan untuk mengeruk banyak keuntungan. "Jadi sebenarnya pemiliknya itu-itu juga, tapi membuat perusahaan-perusahaan," dia menegaskan.

Dalam menjalankan bisnisnya, keuntungan yang diambil dari praktik kartel daging tersebut sangat besar, mencapai 40 persen.

Kartel tersebut melakukan pemalsuan harga daging yang dibeli dari luar negeri, dengan menaikan harga dari harga asli, sehingga terkesan harga daging sudah mahal dari negara asal. Kemudian harga palsu tersebut menjadi patokan untuk menjual daging di Indonesia.

"Mereka bisa mengeruk keuntungan bisa 40 persen. Jadi data saya dari Kementerian Perdagangan tadi, sekarang harga modalnya dihitung 95 persen, jadi kalau penjualan (harga daging) 100, modalnya 95 persen, seharusnya cuma 60. Anda bayangkan saja," dia menandaskan.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya