Pengusaha Yakin Tak Ada Rush Money di 25 November

Ekonom LPS Dody Arifianto menyatakan isu gerakan penarikan dana besar-besaran di bank merupakan gosip yang tidak mendasar.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Nov 2016, 18:56 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yakin seruan aksi menarik uang secara massal (rush money) pada 25 November ‎tidak akan terjadi. Hal tersebut dinilai hanya isu dan tidak perlu ditanggapi secara serius.

Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani mengatakan, tidak ada alasan yang kuat bagi masyarakat untuk menarik uang secara massal. Jika aksi ini sebagai kelanjutan dari aksi demo 4 November lalu, maka hal tersebut tidak tepat karena Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang menjadi inti masalahnya pun sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Ya mudah-mudah tidak. Kan sudah cooling down dan Pak Ahok sudah jadi tersangka. Saya yakin tidak akan terjadi. Kecuali orang masih tidak puas terhadap proses hukumnya Ahok, mungkin saja," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Selain itu menurut dia, tidak mudah untuk membentuk sebuah gerakan dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam rush money ini. Masyarakat Indonesia dinilai sudah cukup pintar untuk memilah mana gerakan yang berdampak positif atau negatif. "Ini tidak mudah. Tapi kalau untuk menggerakkan menjadi suatu gerakan kayanya nggak cukup untuk solid," kata dia.

Haryadi juga meminta masyarakat dan para pengusaha untuk tidak khawatir terkait isu ini. Melihat apa yang terjadi pada 4 November lalu, dirinya yakin kegiatan ekonomi dan bisnis akan berjalan normal. "Aman kok, tidak perlu ada ketakutan. Karena persoalan ini sudah anti-klimaks kok," tandas dia.

Sebelumnya, Ekonom dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Dody Arifianto menyatakan isu gerakan penarikan dana besar-besaran di bank merupakan gosip yang tidak mendasar. Isu ini digulirkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab dengan motif politik.

"Ini gosi‎p yang tidak punya fundamental, dasarnya apa. Kalau kita ambil duit dari bank, itu artinya tidak percaya pada bank," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Saat ini, Dody mengatakan, sistem perbankan nasional sangat sehat, bahkan paling sehat di dunia dengan permodalan 23 persen, tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) 3,1 persen, likuiditas tinggi karena Load Depocit Ratio (LDR) mencapai 91 persen, tingkat bunga rendah.

"Jadi tidak ada gangguan dari kepercayaan yang bikin tidak ada angin, tidak ada hujan, kenapa kita harus pergi. ‎Kan kondisi saat ini beda dengan 1998, saat ada krisis, bank tutup, sehingga masyarakat lebih milih menaruh uang di bantal," terang Dody.

Menurut Dody, isu rush money berasal dari orang-orang tak bertanggungjawab. Dia menilai, persoalan ini mengarah kasus politik sehingga jangan dikaitkan dengan ekonomi.

"Ini cuma ulah orang tidak bertanggungjawab, tidak jelas motifnya, tapi pasti politik. Dari kasus Ahok soal penistaan agama, kenapa merembet ke ekonomi. Memang Ahok pemilik bank, bank kecil saja tidak punya, kenapa ke perbankan," terangnya.

Isu ini tidak merusak kepercayaan terhadap perbankan. Dia memperkirakan, kemungkinan masyarakat melakukan tarik dana di 25 November sangat kecil. (Dny/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya