Kajati DKI Tak Dijadikan Tersangka, Pimpinan KPK Bisa Diperiksa

Jika tidak menindaklanjuti vonis hakim, bukan tak mungkin Pimpinan KPK bisa dibawa ke Komite Etik KPK dan dikenai sanksi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Sep 2016, 22:17 WIB
Kepala Kejati DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus, Tomo Sitepu hadir sebagai saksi dalam sidang kasus suap petinggi PT Brantas Abipraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Tipikor Jakarta belum lama ini menjatuhkan vonis bersalah terhadap dua pejabat PT Brantas Abipraya (Persero), Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno serta seorang perantara Marudut yang terbukti menjanjikan sesuatu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI, Tomo Sitepu.

Ketiganya divonis menjanjikan sesuatu berupa uang suap kepada Sudung dan Tomo.‎ Uang suap dimaksudkan untuk pengamanan perkara PT Brantas Abipraya (Persero) yang ditangani Kejati DKI.

Meski Sudung dan Tomo terbukti dijanjikan suap, sampai saat ini KPK belum juga menindaklanjuti vonis hakim tersebut.

Eks Penasihat KPK Abdullah Hehamuhua menyatakan, KPK harus menindaklanjuti vonis itu dengan menjadikan kedua anak buah Jaksa Agung HM Prasetyo sebagai tersangka.

"Majelis hakim sudah mengatakan seseorang terlibat dalam satu kasus. Maka otomatis KPK harus segera mem-follow up-nya," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (8/9/2016).

Karenanya, dia mendesak pimpinan KPK merespons segera putusan tersebut. Mengingat, Sudung dan Tomo sudah terbukti menyetujui uang suap yang dijanjikan ketiga terdakwa sebesar Rp 2,5 miliar dalam penanganan kasus PT Brantas Abipraya (Persero).

"Di sinilah diperlukan kecepatan tindak lanjut dari Deputi Penindakan dan para Komisioner KPK," ujar Abdullah.

Jika tidak, bukan tak mungkin Pimpinan KPK jilid IV ini bisa dibawa ke Komite Etik KPK dan dikenai sanksi. Dengan catatan, mereka tidak menindaklanjuti Sudung dan Tomo berdasarkan vonis hakim.

"Kalau ada unsur kesengajaan (tidak merespons vonis hakim), baik oleh Deputi maupun Komisioner KPK, maka dapat dibentuk Komite Etik KPK untuk memeriksa komisioner yang membiarkan hal tersebut," kata Abdullah.

Selain itu, Abdullah juga melihat akan timbul perspektif negatif di publik terhadap KPK jika tak menindaklanjuti dugaan keterlibatan dua anak buah Jaksa Agung HM Prasetyo tersebut.

"Imbauan saya, baik Komisioner maupun Deputi Penindakan, segera proses (vonis hakim) sesuai ketentuan yang ada. Jika tidak, maka masyarakat akan berkesimpulan (negatif), seperti anggapan Megawati yang pernah mengatakan bahwa KPK sekarang sudah bermain politik," ujar Abdullah.

Dissenting Opinion

Dalam kasus ini, Sudi Wantoko divonis pidana penjara tiga tahun plus denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan penjara, sementara Dandung dipidana penjara selama 2,5 tahun dan Rp 100 juta subsider dua bulan penjara, sedangkan Marudut dihukum pidana tiga tahun ditambah denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Majelis menilai, ketiganya terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Meski terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam vonis ini, majelis hakim menilai Sudi, Dandung, dan Marudut terbukti menjanjikan sesuatu kepada Kepala Kejati DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta, Tomo Sitepu.

Mereka dinilai terbukti menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada dua anak buah Jaksa Agung tersebut untuk mengamankan kasus PT Brantas Abipraya (Persero) yang ditangani Kejati DKI Jakarta.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya