Pengusaha Batu Bara Tercekik Pendangkalan Alur Pelabuhan Bengkulu

Hingga kini, belum ada upaya perbaikan pendangkalan alur pelabuhan yang dilakukan baik oleh PT Pelindo selaku pengelola maupun Kemenhub.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 27 Agu 2016, 14:28 WIB
Hingga kini, belum ada upaya perbaikan pendangkalan alur pelabuhan yang dilakukan baik oleh PT Pelindo selaku pengelola maupun Kemenhub. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Bengkulu - Alur masuk Pelabuhan Samudera Pulau Baai Bengkulu semakin kritis. Pintu gerbang perekonomian Bengkulu lewat jalur laut itu hanya berada pada posisi minus 5,1 meter dari permukaan laut (mdpl), sementara alur itu seharusnya berada pada posisi minimal minus 14 mdpl.

Kondisi itu mengakibatkan arus transportasi barang melalui pelabuhan menjadi terhambat. Yang paling merasakan dampak langsung dari ketidaknormalan itu adalah para pengusaha batu bara.

Mereka tidak bisa lagi menggunakan kapal berbobot besar untuk mengekspor batu bara. Akibatnya, mereka bekerja ganda karena harus menggunakan tongkang atau kapal kecil lebih dulu sebelum dimuat (transhipment) ke kapal besar yang menunggu di tengah Samudera Hindia secara berulang-ulang.

Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Bengkulu (APBB) Bebby Husy mengatakan, beban biaya pengapalan yang mereka lakukan sangat besar. Apalagi, saat ini harga jual batu bara merosot tajam.

"Kami tidak bisa membiarkan batu bara kami menumpuk di pelabuhan, langkah transit sangat membebani kami. Besar sekali biaya operasionalnya," ucap Bebby di Bengkulu, Jumat, 26 Agustus 2016.

Pihaknya berharap Kementerian Perhubungan segera mencarikan solusi. Jika tidak, bukan hanya ekspor batu bara saja yang terimbas. Sektor lain seperti karet, minyak kelapa sawit, beras, semen dan kebutuhan pokok lain juga bakal terdampak.

Dihubungi terpisah, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti mengaku sudah bertemu pihak PT Pelindo sebagai pengelola pelabuhan. Solusi yang ditawarkan Dirut Pelindo adalah dengan menyerahkan kepada mereka untuk mengeruk alur.

"Jika Pelindo yang melakukan pengerukan, mereka akan mengutip biaya dari aktivitas lalu lintas barang di pelabuhan. Solusi lain adalah Kementerian Perhubungan yang melakukan pengerukan melalui mekanisme APBN," kata Ridwan Mukti.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya