Ini Rincian PP Pengupahan yang Ditolak Buruh

Sejumlah serikat buruh masih gencar menyuarakan penolakannya terhadap formula baru pengupahan

oleh Septian Deny diperbarui 02 Nov 2015, 17:42 WIB
Seorang buruh mengecat tubuhnya sebagai sindiran saat perayaan hari buruh sedunia (May Day), SGBK, Jakarta, Jumat (1/5/2015). Mereka menuntut melawan kebijakan upah murah dan kenaikan upah setiap lima tahun sekali. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah serikat buruh masih gencar menyuarakan penolakannya terhadap formula baru pengupahan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, ada alasan yang kuat dibalik penolakan buruh terhadap PP Pengupahan. Beberapa pasal dalam PP tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan di atasnya.

"Ada beberapa item dalam PP Pengupahan yang kami tolak," ujarnya di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Senin (2/11/2015).

Rusdi menjelaskan, item pertama yaitu pada pasal 44 PP Pengupahan yang menyatakan bahwa kenaikan upah berdasarkan formulasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi bertentangan dengan amanah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 88 ayat 4.

"Dalam ayat tersebut, menyatakan pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi serta produktifitas," kata dia.

Item kedua, kenaikan upah berbasis formula tetap yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi telah menutup peran dewan pengupahan termasuk serikat pekerja yang ada di dalamnya.

"Hal tersebut bertentangan dengan pasal 89 ayat 3 yang menyatakan, upah minimum ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan," jelasnya.

Item ketiga, dalam pasal 49 PP Pengupahan yang mengatur kebijakan upah minimum sektoral mereduksi pasal 89 ayat 1 yang menyatakan bahwa upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten kota dan berdasarkan sektor.

Item keempat, pasal 49 PP pengupahan juga bertentangan dengan pasal 88 ayat 2 yang mengamahkan bahwa kebijakan pengupahan harus melindungi buruh dan gubernur bisa menetapkan upah minimm sektoral bila terdapat kesepakatan antara asosiasi sektor usaha dengan serikat pekerja.

"Namun yang terjadi di lapangan, secara prinsip pengusaha akan menghindari adanya penetapan upah. Belum lagi tidak adanya kepengurusan asosiasi sektoral industri di seluruh wilayah kabupaten kota di Indonesia. Asosiasi sektoral industri hanya ada di ibukota dan beberapa daerah saja. Jadi jelas sekali, di dalam PP Pengupahan ini penuh dengan kepentingan pengusaha," tandasnya. (Dny/Zul)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya