Cegah Cuci Otak Kaum Radikal, BNPT Pecahkan Rekor

Radikalisme di kalangan pelajar Ibu Kota sudah memasuki level yang mengkhawatirkan. Guna menanggulanginya, BNPT gelar sosialisasi.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 01 Okt 2015, 16:07 WIB
Massa membawa poster Biksu Ahsin Wirathu saat aksi di depan Kedubes Myanmar, Jakarta, Rabu (27/5/2015). Mereka mengecam aksi teroris yang dilakukan Biksu Ahsin Wirathu kepada etnik Rohingya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan radikalisme di kalangan pelajar Ibu Kota sudah memasuki level yang mengkhawatirkan. Guna menanggulanginya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar sosialisasi besar-besaran dengan mengumpulkan 7.200 pelajar dari 180 SMA sederajat di Jakarta.

Kegiatan yang bertujuan untuk menghalau kelompok-kelompok berpaham separatis ini, mendapat apresiasi dari Muri sebagai sosialisasi antiradikalisme terbanyak di Indonesia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat melihat gerakan ini sangat baik untuk melindungi para pelajar dari gerakan radikalisme. Jumlah itu dinilai cukup untuk dapat menularkan paham antiradikalisme ke masyarakat terdekat.

"Saat ini memang ada 7.200 pelajar yang ikut sosialisasi. Tapi, mereka bisa langsung turun ke keluarga, lingkungannya, untuk menularkan paham antiradikalisme," kata Djarot dalam sambutannya, di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Mantan Wali Kota Blitar itu melihat generasi muda setingkat SMA sangat mudah terpengaruh paham-paham yang belum tentu bisa dibuktikan kebenarannya. Cuci otak kepada pelajar sangat mudah dirasuki karena kondisi mental anak muda yang cenderung masih labil.

"Jadi sebaiknya tanamkanlah cinta kepada negeri ini dengan sepenuh hati dengan segala macam yang ada di dalamnya. Jangan sampai meremehkan dan membandingkan dengan negara lain. Bila itu terjadi, cuci otak sangat mudah," tambah dia.

Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DKI Jakarta, Zainal Musappa menjelaskan, sosialisasi difokuskan di tingkat siswa SMU karena menurut survei, satu dari belasan siswa dan siswi menyukai kekerasan yang mengatasnamakan agama.

"Kami menginginkan siswa dan siswi berhati-hati dalam memaknai jihad, perekrutan kelompok terorisme apat mencuci otak para siswa agar siap berkorban untuk perjuangan apa pun, termasuk mencuri," tandasnya. (Dms/Ein)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya