DPR akan Minta Penjelasan Menteri BUMN Soal Utang ke China

Namun, yang menjadi masalah bagi dewan, terkait kondisi perekonomian Indonesia yang hingga saat ini belum menunjukan perubahan yang positif.

oleh Nurmayanti diperbarui 25 Jun 2015, 15:04 WIB
Dari hasil riset HSBC menyebutkan, Singapura menjadi negara dengan tingkat utang tertinggi, yaitu mencapai 450 persen terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VI DPR RI akan meminta klarifikasi kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait rencana pinjaman sebesar Rp 520 triliun kepada China. Pasalnya, pinjaman tersebut diduga piutang lancar BUMN yang digadaikan ke pihak asing.

Anggota Komisi VI DPR, Ihsan Yunus mengaku prihatin dengan persoalan utang tersebut. “Itu juga kita akan klarifikasi pinjaman ke Tiongkok sebesar Rp 500 triliun. Ini kan rencana untuk mau dialihkan ke BUMN. Tentunya kami Komisi VI kalau bicara PMN kami masih sangat prihatin dengan keadaan ekonomi negara yg carut marut yang tidak stabil, maka suntikan kepada BUMN kembali kita pertimbangkan,” ujar dia, Kamis (25/6/2015).

Dia menilai seharusnya Menteri Rini tidak usah memaksakan pinjaman di tengah perekonomian negara yang melemah.

“Karena ini sebetulnya hanya pengalihan APBN dari kementerian teknis ke BUMN melalui PMN. Kalau memang ada prioritas dolar AS sedang naik. Sembako mahal dan lain-lain, maka kita harus paham masalah itu jangan dipaksakan,” tegas dia.

Terkait rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia, Menteri Rini Soemarmo sebelumnya mengatakan jika perbankan China menyatakan siap memberikan pinjaman sebesar US$ 50 miliar atau sekitar Rp 650 triliun kepada BUMN yang akan menggarap proyek tersebut.  Adapun pembangunan infrastruktur meliputi pembangunan pelabuhan, bandara, hingga kereta cepat, serta kelistrikan.

Menteri Rini sendiri telah ikut dan menyaksikan penandatangan pinjaman sebesar Rp 520 triliun dengan Cina.

Namun, yang menjadi masalah bagi dewan, terkait kondisi perekonomian Indonesia yang hingga saat ini belum menunjukan perubahan yang positif secara signifikan. Dikhawatirkan, jika Indonesia mengalami krisis dan tidak mampu bayar, maka secara otomatis perusahaan-perusahaan tersebut akan jatuh kepada tangan asing.(Nrm/Gdn)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya