Pemerintah Kurang Koordinasi Ancam Kegiatan Produksi Migas

Pelaku pasar industri pun harus menghadapi tantangan karena kurang koordinasi pemerintah di sektor hulu minyak dan gas.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 14 Apr 2015, 09:46 WIB
Dengan realisasi produksi minyak nasional 796,5 MBOPD dan gas 6,897 MMSCFD pada semester I 2014, pemerintah berupaya menahan laju produksi melalui pengembangan lapangan dan mencegah gangguan produksi, (28/7/2014). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Liputan6.com, Jakarta - Instansi pemerintah dinilai kurang berkoordinasi untuk menetapkan kebijakan pada sektor hulu minyak dan gas (migas), sehingga berpengaruh pada kegiatan produksi migas.

Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan, kurang koordinasi antar instansi pemerintah itu menjadi tantangan pelaku industri hulu migas.

"Tantangannya sekarang berkaitan koordinasi pemerintah sendiri," kata Sammy, di Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Sammy mencontohkan, kurang koordinasi antara instansi pemerintah yaitu saat Kementerian Keuangan mengeluarkan pajak eksplorasi. Pengenaan pajak tersebut akan mempengaruhi kegiatan pencarian cadangan migas.

"Baru keluar eksplorasi dikenakan pajak. Bahwa kita tahu saat ini diperlukan eksplorasi. Kalau itu yang terjadi korbannya pengusaha sendiri," kata Sammy.

Ia menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga menerapkan kebijakan rekomendasi penangguhan mekanisme surat kredit berdokumen dalam negeri atau Letter of Credit (L/C) pada 1 April 2015.

Sammy menuturkan, hal tersebut akan menjadi kemunduran dalam kegiatan ekspor migas. Pasalnya, sektor migas tak bisa disamakan dengan sektor lainnya.

"Sistem L/C tidak bisa diterapkan di sistem migas kita hal ini menyebabkan kemunduran," kata Sammy.

Adapun pemerintah menargetkan produksi minyak sebesar 285 ribu barel per hari dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. (Pew/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya