Fitra: Proses Seleksi Dirjen Pajak Kurang Transparan

Pelibatan KPK dan PPATK diperlukan untuk menghindari Dirjen Pajak yang terpilih nanti sebagai hasil pesanan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 16 Des 2014, 21:55 WIB
Ilustrasi Lelang Jabatan (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pegiat antikorupsi dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menyarankan tim seleksi lelang jabatan calon Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan agar melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menurut Uchok, pelibatan KPK dan PPATK diperlukan untuk menghindari Dirjen Pajak yang terpilih nanti sebagai hasil pesanan untuk kepentingan pihak tertentu. Selama ini, proses seleksi calon dirjen pajak dinilai kurang transparan.

"Karena ada anggapan yang sangat egois di timsel (tim seleksi) bahwa yang tahu soal dirjen pajak itu mereka, dan publik dianggap bodoh," ujar Uchok di Jakarta, Selasa (16/12/2014).

Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA itu bahkan memperkirakan dirjen pajak yang terpilih nanti tidak sesuai keinginan publik karena tim seleksi tak transparan.

"Karena tim seleksi yang dibentuk adalah tim yang tidak serius alias main-main, dan kurang transparansi dalam proses seleksinya," ujar Uchok.

Meski mendorong adanya pelibatan KPK dan PPATK dalam proses pemilihan calon dirjen pajak, Uchok tak yakin tim seleksi akan melakukannya. Sebab, melibatkan KPK dan PPATK bisa membuat calon tertentu terpental.

"Karena, bisa merecoki permainan kandidat pilihan mereka. Melibatkan KPK berarti ada campur tangan dalam menentukan pilihan," jelas dia.

Uchok pun mengaku pesimistis dirjen pajak yang terpilih nanti bakal mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Padahal, salah satu tugas penting itu ialah mencapai target penerimaan pajak seperti yang sudah disepakati antara pemerintah dan DPR.

"Saya ragu terpilih dirjen pajak yang baik, apalagi seorang Dirjen yang mampu melampaui target pajak minimal yang disepakati pemerintah dengan DPR, atau bisa mengumpulkan pajak sampai 20 persen PDB (produk domestik bruto, red) per tahun," ucap Uchok.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya