Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk kenaikan harga BBM bersubsidi guna memangkas anggaran subsidi energi masih menjadi pro kontra hingga saat ini.
Ekonom sekaligus Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Adiningsih mengatakan, proses pengurangan atau bahkan penghapusan subsidi ini memang harus dilakukan agar program-program pemeirntahan yang lain bisa berjalan dengan baik.
"Pengalihan subsidi BBM itu perlu dilakukan apalagi pemerintah sekarang punya program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat, yang mana itu perlu anggaran. Pengalihan subsidi juga bisa untk bangun infrastruktur, bangun irigasi yang rusak, membangun pedesaan, daerah terpinggir," ujarnya dalam acara Rotary Club Jakarta Menteng Bussines Dinner Meeting di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2014).
Meski demikian, dia meminta agar jokowi bisa menaikkan harga BBM subsidi secara bertahap. Kenaikan tahap pertama bisa dilakukan sebesar Rp 1.000 per liter hingga Rp 1.500 per liter. Kenaikan sebesar ini dinilai masih bisa diterima oleh masyarakat.
"Kalau terlalu mahal akan membebani masyarakat dan inflasi akan besar. Maksimum Rp 2.000," lanjutnya.
Ia melanjutkan, semakin besar kenaikan harga BBM, maka pemerintahan Jokowi harus memikirkan kompensasi yang besar pula bagi masyarakat. Hal ini dinilai penting untuk menjaga agar tidak ada gejolak yang masif di masyarakat.
"Kalau naik Rp 3.000 terlalu besar. Itu perlu pengamanan agar jangan sampai dampaknya besar. Kalau kenaikan besar pengamanannya harus lebih serius. Tapi kalau Rp 1.000 dengan persiapan yang minim pun akan mudah dilakukan. Jadi Kalau besar persiapan lebih serius," katanya.
Dia juga menyatakan kenaikan BBM bersubsidi yang rencananya akan dilakukan pada November 2014 pun tidak menjadi masalah asalkan ada kesiapan dari pemerintah.
"Tidak masalah asal bertahap, besarannya seperti yang tadi dan pemerintah siap dengan pengamanannya (kompensasi kepada masyarakat)," tandasnya. (Dny/Gdn)
Kenaikan BBM Subsidi Rp 1.000 Tak Beratkan Rakyat
Semakin besar kenaikan harga BBM, maka pemerintahan Jokowi harus memikirkan kompensasi yang besar pula bagi masyarakat.
diperbarui 22 Okt 2014, 11:27 WIBAkibat sepi, tidak banyak aktivitas yang dilakukan sejumlah pegawai yang bertugas untuk mengisi premium, Jakarta, (29/8/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Profil Maarten Paes, Kiper Naturalisasi Baru yang Segera Perkuat Timnas Indonesia
Bank Mandiri Untung Rp 12,7 Triliun, Kredit Tembus Rp 1.435 Triliun
Hasil BRI Liga 1: Dihajar Persija, PSIS Gagal Rebut Tiket Championship Series dari Madura United
Mantan Kekasih Mendiang Laura Anna, Gaga Muhammad Bebas dari Penjara
Aksi Turun ke Jalan, Partai Buruh Sumut Usung Berbagai Tuntutan pada May Day 2024
Kondisi Terkini Erupsi Gunung Ruang: Hujan Batu dan Kerikil Mereda, Aliran Listrik Dipadamkan
Prosedur Induksi Persalinan, Ketahui Manfaat, Risiko, dan Alternatif Lain
Daftar Sekolah Kedinasan yang Wajib Menggunakan Nilai UTBK Sebagai Syarat Pendaftaran, Cek di Sini
AS Akui 5 Unit Keamanan Israel Lakukan Pelanggaran HAM Berat
VIDEO: Nisa Ratu Narkoba Aceh Dituntut Pidana Mati di Kejaksaan Negeri Medan
Cak Imin soal Pilgub Jatim: Bu Khofifah Boleh Daftar Maju dari PKB
Klub Milik Raffi Ahmad Rans Nusantara FC Terdegradasi dari BRI Liga 1, Arema FC Selamat