Kisruh Pelat B di Tetangga Ibukota

Meski baru tahap wacana, kebijakan mengurangi mobil berpelat B di Kota Bandung dan Bogor menuai pro-kontra beberapa kalangan.

oleh Andi Muttya KetengKukuh SaokaniBima Firmansyah diperbarui 18 Sep 2014, 01:11 WIB
Kemacetan menuju Puncak

Liputan6.com, Jakarta - Tepat 1 tahun menjabat sebagai Walikota Bandung, Ridwan Kamil akhirnya berkoordinasi dengan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa 16 September lalu. Wacana larangan kendaraan pelat B ke Kota Bandung pun bergulir.

Tujuan pria yang akrab disapa Kang Emil menemui Ahok kali ini, tak lain membahas perihal kemacetan di Kota Bandung, yang salah satunya disebabkan banyaknya penduduk Jakarta yang berdatangan ke Bandung.

"Silaturahmi. Pertemuan ini juga tentang 'turis-turis' Jakarta yang ke Bandung," ujar Kang Emil di Balaikota Jakarta.

Selama 12 bulan mengurus Kota Kembang, Emil mengaku kewalahan menangani 'turis-turis' Jakarta ke Bandung menggunakan kendaraan pribadi. Namun, dia tidak mengklaim satu-satunya penyebab kemacetan di Bandung akibat pendatang dari Jakarta.

Hanya saja, kata Emil, masalah kemacetan di Bandung hampir sama dengan Jakarta, sehingga membutuhkan koordinasi dengan Ahok sebagai pimpinan Ibukota.

Emil yang menyambangi Balaikota Jakarta sekitar pukul 12.15 WIB itu akhirnya keluar dari ruang kerja Ahok setelah hampir 1 jam. Dia mengaku meminta Ahok untuk mensosialisasikan warga DKI menggunakan kereta saat bepergian ke Bandung.

Selain meminta Ahok, Emil juga mengklaim tengah membenahi transportasi di Kota Kembang. Warga DKI yang menggunakan kereta ke Bandung nantinya akan disambut cable car dan monorel. Cable car kini dalam proses lelang dan akan masuk tahap konstruksi pada 2015.

Untuk mendukung agar warga Jakarta tak menggunakan kendaraan pribadi ke Bandung, Emil juga sudah berkoordinasi dengan Dirut PT KAI Ignatius Jonan, agar menambah jumlah kereta ke Bandung.

Emil mengaku, lonjakan wisatawan Jakarta ke Bandung menyumbang dampak kemacetan yang cukup besar bagi kota tersebut. "Peningkatannya signifikan, hampir 22 ribuan kendaraan pelat 'B' per minggu," jelas dia.

Menurut Emil, dari 6 juta penduduk Bandung, 80% di antaranya turis lokal. Dari jumlah itu, 70% adalah warga Ibukota. Sehingga setiap akhir pekan, ada sekitar 3 juta warga Jakarta membanjiri Bandung dengan kendaraan pribadi.

Memang, Ridwan mengakui, kunjungan wisatawan asal Jakarta membuat pergerakan ekonomi di Bandung. Namun, urusan kemacetan seharusnya juga dipikirkan dan saling menyesuaikan antara Jakarta dan Bandung. Begitu juga urusan sampah.

Sehari Tanpa Pelat B

Senada dengan Kota Bandung, Pemkot Bogor juga berniat membenahi kemacetan. Dengan kata lain menolak mobil pelat B masuk ke Kota Hujan itu. Memang setiap tiba akhir pekan, Bogor kerap diwarnai kemacetan, khususnya di kawasan Puncak. Bahkan, kemacetan hingga berkilo-kilo meter.

Namun Walikota Bogor Bima Arya membantah wacana kebijakan pelarangan mobil pelat B masuk ke Kota Bogor pada akhir pekan. Bima Arya melalui akun Twitter miliknya @BimaAryaS pada pukul 16.00 WIB, Rabu 17 September kemarin, membantah telah mengeluarkan kebijakan "sehari tanpa pelat B".

"Sekali lagi, tidak benar akan ada kebijakan satu hari tanpa pelat B." kicau Bima Arya.

Ia justru berupaya akan membenahi transportasi di Kota Bogor agar warga lebih nyaman menggunakan transportasi massal. "Yg benar: Bogor akan tata transportasi publik spy nyaman," lanjut cuitan Bima Arya.

Cuitan Bima tersebut direspons salah satu followers-nya, @Kharismahae yang memberikan tanggapan positif terhadap kebijakan yang Bima ambil.

"Enak sih kalo stiap weekend plat b dibatasi di bgr jd mengurangi kemacetan tp dampaknya mungkin tmpt wisata bgr jadi sepi deh," kata Kharisma Haerunisa dalam cuitannya.

Pemkot dan Pemkab Bogor juga berencana membangun gedung parkir di sekitar Sentul Selatan serta membuat transportasi umum yang terintegrasi. Namun wacana ini tetap saja menuai pro dan kontra. Sebagian kalangan setuju, sebagian lainnya menolak lantaran belum tersedianya angkutan massal di Bogor.

Beberapa kalangan pengelola lokasi wisata, mengaku tidak khawatir dengan wacana tersebut. Sebab, wacana kebijakan itu masih perlu kajian dan belum final.

"Kami yakin Pemkot Bogor ingin memberikan yang terbaik bagi pengusaha dan masyarakat Kota Bogor. Jadi selama menguntungkan warga maupun pengusaha, kami tetap mendukung wacana tersebut," kata Senior General Manager Jungle Waterpark dan Junglefest, Zakky Afifi.

Jika wacana itu terealisasi, Zakky menyatakan pihaknya berencana membuat bus khusus pengangkut pengunjung Jungle Waterpark dan Junglefest. "Kita belum ke arah sana karena kebijakan pelarangan pelat B belum pasti. Kalau sudah ada, kepastian mungkin kita akan buat format seperti itu."

"Sebenarnya kita juga dirugikan dengan kemacetan yang selama menjadi momok, karena sudah semakin parah. Yang jelas kami tetap mendukung," tegas Zakky.

Ahok pun tak sependapat dengan wacana yang beredar di masyarakat, di mana mobil berpelat B dilarang memasuki Kota Bogor. Sebab, bisa saja orang bogor memiliki kendaraan berpelat B. Mantan Bupati Belitung Timur itu juga tak berniat belas dendam melarang mobil pelat F ke Jakarta.

"Ya, nggak gitu juga sebetulnya sih. Jakarta juga dimacetin orang Bogor," kata Ahok di Balaikota Jakarta.

"Nggak-lah. Orang Bogor juga pakai pelat B...hehehe," sambung Ahok.

Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman kedua daerah tersebut, Ahok bakal menemui Bima Arya Rabu 17 September malam ini. "Nggak ada itu dia ngomong sama aku. Biasanya dia BBM. Saya kira nggak begitu maksudnya. Aku tanya dulu deh. Nanti malam aku ketemu," ucap Ahok.

Berbeda dengan pendapat Ketua DPC Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor M Ischak AR. Dia mengatakan, kebijakan tersebut mengada-ada karena bisa memancing daerah lain melakukan hal yang sama.

"Pemkot jangan terlalu mengada-ada lah. Bagaimana kalau daerah lain, seperti Jakarta melarang pelat F (Bogor) masuk ke Jakarta," kata Ischak.

Ischak pun menyarankan agar sebaiknya Pemkot Bogor fokus membenahi sarana transportasi publik yang sudah ada, dalam hal ini angkot atau angkutan kota. "Mengurus angkot dan Transpakuan agar nyaman dan aman saja belum terealisasi."

"Ditambah lagi mau membuat armada transportasi publik seperti bus pariwisata, justru malah menambah masalah baru dan semakin membuat Kota Bogor macet," sambung dia.

Tak hanya itu, Ischak juga mengkritisi kebijakan Pemkot Bogor yang terlalu mengobral perizinan ruko, hotel, mal dan restoran tanpa memperhatikan unsur dampak lingkungan dan lalu lintasnya.

Saat dikatakan kebijakan tersebut justru akan menguntungkan pengusaha angkot yang bernaung di Organda, Ischak tak yakin. Menurut dia belum tentu warga Jakarta yang membawa mobil pelat B nantinya bersedia naik angkot.

Sementara menurut anggota DPRD DKI Jakarta Wahyu Dewanto, rencana kebijakan Pemkot Bogor terkait satu hari tanpa kendaraan pribadi berpelat B tidak relevan diterapkan. Sebab masyarakat mempunyai hak berlibur dan mengunjungi daerah lain.

"Negara Indonesia ini kan negara kesatuan, bagaimana mungkin pemerintah kota dan pemerintah provinsi memiliki kebijakan pembatasan terhadap warga daerah lain. Bagaimana mungkin orang Jakarta tidak boleh ke Bogor atau ke Bandung. Ini kan kebijakannya kurang pas," ujar Wahyu di Gedung DPRD DKI.

Wahyu menyarankan agar Kota Bogor atau Bandung ikut menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar elektronik. Sehingga kendaraan pribadi tidak dilarang total, namun berkurang dengan sendirinya.

Selain itu, menurut anggota DPRD Fraksi Hanura ini, Pemkot Bandung dan Pemkot Bogor seharusnya lebih dulu menyediakan transportasi massal yang memadai untuk wisatawan lokal. Karena bagaimana pun, kedua kota itu merupakan tempat tujuan wisata warga Jakarta. (Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya