Cerita Pakar Hukum di Balik Tuntutan Prabowo-Hatta di MK

Irman menjelaskan, berbagai diskusi pun langsung digelar termasuk dengan Mahfud MD. Sampai akhirnya, dia merekomendasi untuk maju ke MK.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 13 Agu 2014, 18:45 WIB
Kubu Prabowo-Hatta ngotot menyebut Pilpres 2014 cacat hukum dan meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Jokowi-JK, Jakarta, Jumat (8/8/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Proses hukum atas gugatan Pilpres 2014 saat ini masih berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK). Proses itu berlangsung setelah kubu Prabowo-Hatta menarik diri dan menolak hasil keputusan pemilu.

Putusan Prabowo-Hatta untuk mundur dan akhirnya menggugat Komisi Pemilihan Umum di MK tidak terjadi begitu saja. Menurut pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin, sesaat setelah Prabowo-Hatta memutuskan menarik diri dari proses Pilpres, dia ditelepon oleh tim Prabowo-Hatta. Dia dimintai pendapat apakah masih memungkinkan mengajukan gugatan ke MK.

"Kondisi politik yang terjadi saat itu, saya belum tahu buktinya apa. Apalagi saat saya tanya Prof Mahfud, dia juga pesimis. Saya katakan kalau Prof Mahfud pemisis, apalagi saya," ungkap dia saat diskusi di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Irman menjelaskan, berbagai diskusi pun langsung digelar termasuk dengan Mahfud MD. Sampai akhirnya, dia berani memberikan rekomendasi untuk maju ke MK. Meski dengan bukti yang belum jelas.

"Sudah maju saja, soal bukti soal belakang," ucap Irman mengutip pernyataannya saat itu.

Selain melalui berbagai diskusi, dia menilai kalau Pilpres 2014 tidak digugat ke MK, ada dampak destruktif yang diakibatkan.

Menurut dia, Prabowo-Hatta bukanlah ruang hampa yang tidak patut diperjuangkan. "Kalau kalkulasi saya, Prabowo-Hatta bukan ruang hampa. Dia sebagai badan hukum konstitusi, ada 63 juta suara rakyat bahkan jadi 67 juta. Selain itu didukung 62% parlemen. Jadi majulah," tegas Irman.

Dalam gugatan ini, dia juga diminta hadir menjadi ahli. Tapi, dia masih merenung tentang bangunan konstitusi apa yang akan terjadi. Sebab, harus ada bangunan konstruksi yang terbentuk.

"Kata kuncinya, masa satu orang warga negara bisa menggugat mengubah keputusan seluruh warga negara. Ketika haknya dilanggar MK bisa membatalkan. Sementara ini ada 63 juta suara rakyat. Bahasanya, masa pulang tangan kosong," ujar dia.

Meski begitu, dia tidak bisa memprediksi hasil keputusan MK hanya dengan melihat proses yang sampai saat ini berjalan. Irman juga masih melihat masing-masing kubu sama kuat.

"Saya tidak berani, tapi ini fifty-fifty. Tapi kasus ini punya banyak makna. Perkara ini bukan hanya kepentingan Prabowo-Hatta, yang paling penting penegakan hukum konstitusi baik. Kalau tidak, pemerintahannya tidak akan stabil. Implikasinya efektif 24 jam memberi pelayanan maksimal bagi warga negara," tandas Irman. (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya