Bank Dunia: Siap-siap! Krisis Finansial Global Bakal Terjadi Lagi

Berbagai tantangan dan masalah yang mencuat di beberapa negara memicu Bank Dunia memangkas proyeksi menjadi hanya 2,8 persen tahun ini

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 12 Jun 2014, 17:35 WIB
Ilustrasi Bank Dunia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, New York- Berbagai tantangan dan masalah yang mencuat di beberapa negara memicu Bank Dunia memangkas proyeksi menjadi hanya 2,8 persen tahun ini. Dengan kondisi tersebut, Bank Dunia bahkan memprediksi krisis finansial berikutnya akan segera terjadi.

Mengutip laman CNBC, Kamis (12/6/2014), cuaca buruk di AS, krisis politik di Ukraina, naik tutun perekonomian China, serta prediksi naiknya suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) membuat beberapa negara melakukan sejumlah reformasi ekonomi.

"Kita belum keluar dari bahaya ekonomi. Pengetatan kebijakan fiskal secara bertaham dan sejumlah reformasi struktural dapat memicu kondisi serupa krisis finansial 2008. Singkatnya, saat ini merupakan waktu untuk bersiap menghadapi krisis berikutnya," ungkap Wakil Presiden Senior Bank Dunia Kaushik Basu.

Negara-negara berkembang seperti Ghana, India, Kenya, Malaysia dan Afrika Selatan kini tengah menyita perhatian dunia. Lembaga keuangan global tersebut mendorong negara-negara berkembang untuk segera mengetatkan kebijakan fiskal dan mempercepat reformasi struktural.

Saat ini, pertumbuhan negara-negara berkembang juga telah dipangkas menjadi 4,8 persen dari 5,3 persen pada Januari.

Sementara itu, China diprediksi akan tumbuh sebesar 7,6 persen tahun ini. Namun peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut akan bergantung pada upaya pemerintah memprediksi kekuatan Asia ke depan.

"Tingkat pertumbuhan di negara berkembang terlalu kecil untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan guna meningkatkan taraf hidup 40 persen penduduk miskin," ungkap Presiden Bank Dunia Jim Young Kim.

Dia meminta negara-negara untuk bergerak lebih cepat dan berinvestasi lebih banyak guna meningkatkan pertumbuhan ekonominya ke level yang lebih tinggi.

Selain itu, konflik antara Rusia dan Ukraina juga akan mengganggu pergerakan harga minyak dunia.

"Salah satu risiko dalam jangka menengah yang juga dapat mengganggu adalah kekacauan finansial di negara-negara berkembang saat The Fed menaikkan suku bunganya," ujar analis Ryan Huang. (Sis/Ndw)

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya