Sukses

HEADLINE: Ada Cacing di Balik Lezatnya Ikan Makarel Kaleng, Bahayakah?

Ditemukan parasit cacing dalam 27 merek produk ikan makarel yang beredar di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Dua puluh tujuh merek ikan makarel kalengan ditarik dari pasaran. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan parasit cacing dalam produk-produk tersebut. 

Temuan tersebut merupakan hasil pengembangan penelusuran BPOM terhadap tiga merek ikan kalengan yang sebelumnya positif mengandung parasit cacing. Dari 66 merek yang diteliti, 27 positif mengandung parasit cacing. 

"Dari 66 merek ikan makarel dalam kaleng yang terdiri dari 541 sampel ikan, ada 27 merek yang positif mengandung parasit cacing," ujar Kepala BPOM RI Penny K Lukito di Kantor BPOM RI, Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018).

Dari total 27 merek ikan makarel kalengan tersebut, 16 di antaranya merupakan produk impor dan 11 produk dalam negeri. BPOM melampirkan daftar ke-27 merek ikan makarel kalengan yang mengandung cacing, lengkap dengan nomor izin edar, jenis, serta nomor bets di laman resminya.

Kasus ini bermula di Provinsi Riau. Warga di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Selatpanjang di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Bengkalis melaporkan temuan cacing dalam produk sarden mereka. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru pun lalu melakukan uji laboratorium.

"Hasilnya ditemukan adanya cacing. Hanya saja itu bukan cacing pita, tapi jenis Anisakis SP," kata Kepala BBPOM di Pekanbaru, Kashuri, di kantornya Jalan Diponegoro, Rabu (21/3) siang.

Awalnya, parasit cacing itu hanya ditemukan pada tiga merek ikan kalengan impor yang diduga tidak diproduksi secara higienis.

Menurut Kashuri, importir ketiga produk itu berada di Jakarta dan Batam, Kepulauan Riau. Importir ini sudah menarik produknya sebelum BBPOM menguji laboratorium.

Pengujian terhadap produk makarel kalengan ini tidak berhenti hanya sampai daerah Riau saja. BPOM Jambi lalu melakukan hal yang sama setelah menerima laporan dari agen dan distributor.

Hari Jumat, 23 Maret 2018, sejumlah petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari, Jambi, mengadakan inspeksi mendadak ke minimarket. 

Kepala BPOM Jambi, Ujang Supriyanta, mengatakan ada tiga jenis produk ikan makarel kalengan yang akan ditarik dari pasaran Jambi, dengan total 62.191 kaleng. Ribuan kaleng ini diduga juga mengandung parasit cacing.

Melihat banyak temuan tadi, BPOM Pusat lantas memerintahkan importir untuk menarik ketiga produk tadi pada Kamis, 22 Maret 2018.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Parasit Cacing Tertelan, Apa Efeknya?

Adanya cacing Anisakis spp mati dalam produk ikan makarel kalengan tentu menjadikan makanan ini tidak lagi layak dikonsumsi.

"Produk yang mengandung cacing tidak layak konsumsi dan pada konsumen tertentu dapat menyebabkan reaksi alergi (hipersensitivitas) pada orang yang sensitif," mengutip situs BPOM. 

Kashuri, Kepala BBPOM Riau, mengatakan jika produk ikan kalengan yang mengandung parasit cacing dikonsumsi oleh penderita asma, bisa membuat sesak napas.

Sedangkan Dinas Kesehatan Jambi memiliki kekhawatiran yang berbeda. Kepala Dinas Kesehatan Batanghari, Elfie Yennie mengatakan, ada kekhawatiran dalam makanan kaleng itu ditemukan bakteri Clostridium botulinum. 

Menurut ahli gizi dari Perhimpunan Gizi Pangan, Hardinsyah, konsumen akan merasakan efek langsung setelah memakan cacing yang terdapat dalam ikan kalengan. 

"Kalau makan ikan (makarel kaleng) yang ada cacingnya ya bisa mual, muntah, dan gangguan saluran pencernaan," ujar Hardinsyah kepada Health-Liputan6.com lewat sambungan telepon, Kamis (29/3/2018).

Ia menambahkan, produk ikan makarel kaleng yang ada cacing menandakan produk tersebut tidak sesuai standar produksi pangan yang higienis.

"Produk untuk konsumen kan harus bebas dari (risiko) penyakit dan bakteri yang ada di dalamnya," Hardinsyah melanjutkan. 

Sementara Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek lebih menekankan pada sterilitas makanan, baik dalam pengolahan, penyajian, dan pengonsumsiannya. 

"Sterilitas itu yang harus dijaga," tutur Nila di Gedung Nusantara jelang rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Jakarta. 

Menkes menerangkan, mengonsumsi makanan matang yang telah dimasak secara sempurna bisa menghindarkan dari risiko kesehatan. 

"Setahu saya itu (baca: ikan kalengan) kan enggak dimakan mentah, kita goreng lagi, ya cacingnya mati. Saya kira kalo udah dimasak kan jadi steril," ujar Menkes menanggapi temuan BPOM terkait ikan makarel kalengan yang mengandung parasit cacing, mengutip siaran pers yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (29/3). 

Terkait pertanyaan mengenai laporan dampak kesehatan yang dialami masyarakat, Menkes menyatakan belum ada laporan mengenai hal tersebut. 

Prof. dr Saleha Sungkar, DAp&E, MS, SpPark dari Departemen Parasitologi FKUI juga mengatakan, "Jika Anisakis pada ikan kalengan termakan, tidak berbahaya karena cacing sudah mati pada proses pengalengan (dipanaskan)."

Meski demikian, Saleha menyarankan untuk tidak mengonsumsi ikan mentah, setengah matang, atau yang dimasak kurang matang, diasap, atau diasinkan. Lebih jauh Saleha menjelaskan, cacing Anisakis Sp. memang jenis parasit yang biasa terdapat pada mamalia laut seperti lumba-lumba dan ikan paus. Cacing Anisakis juga bisa terdapat pada ikan selar atau tenggiri. 

 

3 dari 5 halaman

Penyebab Cacing Bisa Muncul dalam Ikan Makarel Kaleng

Dalam jurnal Anisakis spp. burden in Trachurus trachurus, dijelaskan Anisakis Spp adalah cacing parasit yang menempel pada sejumlah spesies ikan sebagai inang. 

"Larva cacing parasit itu memang sudah biasa terdapat pada ikan makarel. Cacing parasit ini memang ada di dalam tubuh ikan laut," kata Hardinsyah. Anisakis spp tumbuh dan berkembang biak di dalam perut ikan makarel.   

Hardinsyah menambahkan, proses produksi dalam mengolah ikan makarel kaleng dapat menjadi salah satu faktor kemunculan cacing.

"Ada tahapan industri yang mungkin terlewat. Dari proses pembersihan ikan yang kurang bersih. Perut ikan tidak dibersihkan baik. Telur (larva) cacing mungkin sudah keburu menetas. Semestinya, tahapan yang dilalui, kan, ikan dibersihkan, dipotong, dan disimpan dalam freezer," Hardinsyah menjelaskan.

Dalam proses pembersihan ikan, larva cacing dapat mati bila ikan dipanaskan. "Agar larva cacing mati, ya harus dipanaskan ikannya," ucap Hardinsyah. 

Siklus perkembangbiakan Anisakis juga dijelaskan oleh Prof. Dr. dr Saleha Sungkar. Cacing Anisakis dewasa hidup di rongga usus mamalia laut seperti lumba-lumba, singa laut, anjing laut, beruang laut, dan ikan paus. Cacing tersebut biasanya ditemukan di usus dan rektum, tapi bisa bermigrasi ke berbagai area seperti jantung, otak, otot, dan ekor. Ini karena mamalia laut merupakan hospes atau inang definitif, tempat Anisakis berkembang biak. Sedangkan manusia, ikan, burung, reptil, dan amfibi hanyalah merupakan inang perantara atau hospes paratenik.

Cacing Anisakis kemudian bertelur, menetas di air laut dan larvanya dimakan oleh udang. Udang yang terinfeksi lalu dimakan oleh ikan atau cumi-cumi dan larva cacing masuk ke dinding usus dan kadang-kadang masuk ke otot atau kulit.

"Setelah ikan yang terinfeksi (mengandung larva anisakis) dimakan oleh mamalia laut (paus, anjing laut, lumba-lumba), larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Cacing masuk ke usus mamalia, bereproduksi, dan mengeluarkan telurnya ke air laut," jelas Saleha.

 

4 dari 5 halaman

KKP: Masyarakat Tidak Perlu Khawatir

Adanya temuan BPOM terkait produk ikan makarel yang mengandung parasit cacing, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta masyarakat tidak khawatir untuk mengkonsumsi produk olahan ikan dalam kaleng.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Siang Produk Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo mengatakan, produk yang terindikasi mengandung parasit cacing tersebut hanya untuk ikan makarel. Sedangkan produk olahan ikan lain aman untuk dikonsumsi.

"Spesiesnya hanya sebatas makarel, tidak ada di ikan yang lain. Kan, produk kaleng itu ada makarel, sarden, udang dan lain-lain.‎ Kalau yang beredar di pasaran tidak ada masalah, BPOM sudah periksa semuanya. Dan untuk jenis di luar makarel semuanya aman, tidak ditemukan parasit tersebut‎," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Nilanto menyatakan, saat ini BPOM dan KKP telah melakukan penelusuran lebih lanjut terkait temuan ini. BPOM juga telah menarik produk ikan makarel yang berasal dari 27 merek.

"Sekarang KKP bersama BPOM sedang mempelajari lebih lanjut. Apakah ini kejadian rutin atau kejadian luar biasa. Sekarang BPOM sedang menarik produk ikan kaleng dari 27 merek, 16 merek dari luar, 11 merek dari dalam negeri," lanjut dia.

Nilanto berharap permasalahan ini cepat selesai dan tidak ada lagi temuan produk ikan baik olahan maupun segar yang mengandung parasit atau bahan berbahaya lain.

"Mudah-mudah secepatnya sudah ada solusi, kita tahu penyebabnya. Jadi, ikan yang betul-betul ada itu cepat ditarik," tandas dia.

Pernyataan ini didukung oleh Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Tetty H. Sihombing.

Tetty menegaskan, pihaknya kini sedang bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk melakukan studi lanjutan agar kejadian ini tidak terulang lagi.

"Karena ikan ini terkontaminasi cacingnya kan hanya di musim-musim tertentu, dan itu kan yang ahli orang-orang perikanan," ujarnya.

Setelah mempelajari pola cacing dan hidup makerel, BPOM dan KKP bisa melakukan penyaringan yang lebih ketat, dengan tindakan preventif yang lebih tepat dan spesifik.

"Ikan makerel ini kan tidak ada di Indonesia, lebih banyak di perairan tempat orang, karena kita pun mengimpor," lanjut Tetty. Karenanya, BPOM akan berkomunikasi dengan tempat-tempat penghasil makerel, untuk mempelajari pengawasan seperti apa yang bisa dilakukan.

 

5 dari 5 halaman

Tak Khawatir Bukan Berarti Tak Waspada

BPOM sudah mengumumkan merek-merek makerel mana saja yang ditemukan cacing.

"Ini artinya kalau masyarakat menemukan merek dan bets yang sudah ditemukan tadi, jangan dikonsumsi," lanjut Tetty. BPOM juga sudah menarik produk-produk terkontaminasi tersebut untuk dimusnahkan.

Namun, Tetty juga tidak menganjurkan untuk berhenti sama sekali atau menunda mengonsumsi makarel kalengan. Pastikan saja merek dan bets yang dibeli tidak masuk dalam daftar kontaminasi.

"Dan kalau ketemu merek lain atau bets lain ada cacingnya, tolong dilaporkan. Jadi kami bisa mengintenskan pengawasan," imbau Tetty.

Tetty juga mengingatkan, proses pengalengan ikan makarel sendiri sebenarnya sudah melewati proses pemanasan yang tinggi. Hal ini memastikan cacing yang ada di dalam ikan mati.

Kandungan cacing di dalam ikan juga tidak akan mengubah kemasan produk.

"Kalau masyarakat menemukan kaleng yang kembung, itu bukan karena cacing ini," jelasnya. "Tapi jangan juga diremehkan."

Tetty mengimbau masyarakat harus tetap mengecek kesempurnaan kemasan. "Kalau ada yang penyok atau karatan, ya jangan dibeli."

Cacing Anisakis sp sendiri sebenarnya bisa dilihat dengan mata telanjang. "Cacingnya memang kecil, hanya satu sentimeter, satu setengah sentimeter, jadi kalau kita tidak awas, ya akan terlewat juga."

Tetty menyarankan agar masyarakat tetap memeriksa produk makarel kalengan yang telah dipilih, untuk memastikan keamanannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.