Sukses

Kominfo: Revisi UU ITE Wajibkan Platform Digital Lakukan Moderasi Konten

Menurut Kominfo, revisi UU ITE juga akan mewajibkan platform digital melakukan moderasi konten-konten yang berbahaya buat kesehatan atau keselamatan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan, salah satu yang akan diatur dalam revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah mengenai moderasi konten di platform digital.

Menurut Direktur Jenderal Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, revisi UU ITE akan mewajibkan setiap platform untuk menyaring konten-konten yang dinilai harmful atau berbahaya.

"Jadi setiap platform wajib melakukan moderasi konten. Contoh yang paling konkret tantangan orang, anak-anak, berdiri di depan truk yang lagi lewat, tidak boleh itu ditampilkan, mengajari yang lainnya," kata pria yang biasa disapa Semmy ini.

"Atau orang bunuh diri online, tidak boleh itu disiarkan. Berapa kali kita ada yang lolos. Mereka (platform) punya teknologinya, mereka harus melakukan," kata Semmy dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Dia mencontohkan, moderasi konten sebenarnya sudah dilakukan di masa pandemi, di mana platform digital menyaring konten-konten terkait Covid-19 dan menghapus hoaks-hoaks soal penyakit tersebut.

Semmy mengatakan, jangan sampai konten-konten sadis atau terorisme di platform digital, juga muncul ke publik.

"Mereka punya teknologinya. Jenis-jenisnya apa, kita nanti tentukan. Harmful, benar-benar berbahaya baik itu untuk kesehatan atau bagi masyarakat secara umum yang lain, seperti keselamatan," imbuhnya.

Lebih lanjut, platform digital pun dirasa dapat melakukan moderasi secara mandiri untuk konten-konten membahayakan, di mana ini juga akan diatur dalam revisi UU ITE.

"Jadi pornografi atau judi, mereka bisa harusnya. Itu algoritmanya bisa, daripada pemerintah satu-satu. Pornografi buktinya di Google sudah hampir tidak ada di Indonesia," kata Semmy.

"Itu kan bisa dideteksi. Jadi yang sudah bisa dideteksi oleh teknologi, harusnya tidak usah lagi pekerjaan pemerintah," kata Dirjen Kominfo itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kekhawatiran Terhadap Kebebasan Berekspresi

Semmy juga menegaskan, konten-konten yang akan dibatasi adalah yang membahayakan atau harmful. Hal ini merespon kekhawatiran bahwa pasal baru di revisi UU ITE akan berdampak pada kebebasan berekspresi.

"Kalau itu tidak harmful, platform mana mau menurunkan. Sebenarnya (kategori) harmful itu sudah ada dalam standar komunitas mereka," kata Semmy.

Sementara untuk konten pornografi di revisi UU ITE, dalam pasal kesusilaan, menurut Semmy, nantinya akan ada hal-hal yang dikecualikan, misalnya untuk pendidikan atau seni.

"Contohnya penyuluh KB atau pendidikan seks, nanti dibilang menyebarkan seks, itu tidak bisa, itu dikecualikan, atau harus menunjukkan kejadian kesusilaan (sebagai korban) untuk melindungi dirinya," kata Semmy.

"Atau apabila karya seni, budaya, dan segala macam. Untuk olahraga, kesehatan. Tapi kalau filmnya dari awal sampai akhir romance (adegan seks) doang ya itu bukan art (seni), itu sudah masuk kategori blue movie."

Untuk sanksi ke platform digital soal moderasi konten, Semmy mengatakan UU ITE juga akan mempersiapkan ini, termasuk teguran tertulis, administratif, hingga pemutusan akses.

3 dari 4 halaman

Revisi UU ITE Bakal Wajibkan PSE Lindungi Anak

Pada kesempatan tersebut, Kominfo juga mengungkapkan dalam revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), akan punya aturan untuk melindungi anak-anak di ruang digital.

Semuel melalui konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/11/2023) mengungkapkan bahwa ini memang merupakan pasal yang baru di revisi UU ITE.

Semmy mengungkapkan, misalnya Pasal 16A Ayat 1 yang berbunyi: "Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses sistem elektronik."

Lalu Ayat 2: "Pelindungan sebagaimana dimaksud Ayat 1 meliputi pelindungan terhadap hak anak sebagaimana dimaksud dalam aturan Perundang-undangan dalam menggunakan produk, layanan, fitur, yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik."

Semmy menyebut hampir semua negara di Eropa sudah menerapkan aturan perlindungan anak semacam ini.

"Sudah banyak juga masukan dari orangtua, ini anak-anak perlu dilindungi. Ini lah kita masukkan. Ini nanti akan diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) sendiri. PP-nya pun sekarang sudah disiapkan, karena Presiden minta cepat, perlindungan anak secara online," kata Semmy.

 

4 dari 4 halaman

Harus Pikirkan Anak Sejak Mendesain Produk

Menurutnya, di revisi UU ITE ini juga akan diatur bagaimana Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) harus mempertimbangkan bagaimana perlindungan terhadap hak-hak anak, serta agar tidak terekspos dengan konten yang melebih batas usianya, dan mengganggu kesehatan anak.

"Jadi dari mau meluncurkan produknya pun dari desainnya harus memikirkan anak. Selama ini anak tidak masuk dalam konsep desainnya, internet buat semua itu," kata Semmy.

"Ada nanti bagaimana melakukan validasi bahwa ini anak-anak jangan diberikan konten-konten yang tidak sesuai, atau dia tidak boleh jadi target marketing. Jadi ini terkait desain daripada sistemnya," tuturnya soal revisi di UU ITE ini.

Semmy menyebut, internet sebenarnya mencoba meniru ruang fisik, di mana ruang untuk anak sebenarnya berbeda dengan orang dewasa. Ia mengatakan di ruang digital, anak dan dewasa bisa menjadi sebuah "melting pot."

"Bagaimana kita bisa melakukan perlindungan. Anak juga bisa mengakses konten-konten dewasa. Ini yang kita bilang tolong dipikirkan platform, jangan hanya cari duit, coba pikirkan bagaimana melindungi anak-anak," Semmy menambahkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.