Sukses

Korban Penipuan Freelance Like dan Subscribe Tembus Ribuan Orang, Telan Kerugian Ratusan Miliar

Badai nyata yang hari ini sedang dituai oleh masyarakat Indonesia salah satunya tawaran kerja freelance like dan subscribe.

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya penipuan di Indonesia tidak lepas dari banyaknya kebocoran data masyarakat awam yang terjadi selama bertahun-tahun.

Akibatnya, masyarakat saat ini menuai badai yang ditaburkan oleh pengelola data yang tidak menjaga dengan baik kepercayaan mengelola dan melindungi data yang diberikan kepadanya.

Menurut Pengamat Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, badai scam yang kini terjadi di Indonesia antara lain pembobolan mobile banking bri, penipuan menyamar sebagai APK kurir online, penipuan kiriman undangan pernikahan, penipuan penjualan tiket Cold Play sampai penipuan kerja freelance like dan subscribe.

"Mirisnya, semua hasil kejahatan itu ditampung di rekening bank bodong oleh si pelaku penipuan (scammer)," ungkapnya, Sabtu (24/6/2023).

Alfons membeberkan, penipu tinggal mengeluarkan uang sekitar Rp 500.000 untuk membeli rekening bank bodong yang telah dipersiapkan lengkap dengan kartu ATM dan siap untuk menampung hasil kejahatannya.

Kebocoran data kependudukan yang masif ini memungkinkan adanya rekening bodong untuk menampung hasil kejahatan yang bisa didapatkan dengan mudah.

Tingginya tingkat penipuan ini membuat penegak hukum keteteran dari sisi sumber daya, namun seharusnya hal ini tidak dijadikan sebagai alasan dan membuat masyarakat korban penipuan tidak tahu ke mana lagi harus mengadu dan pasrah saja menerima kenyataan dirinya sudah tertipu.

"Badai nyata yang hari ini sedang dituai oleh masyarakat Indonesia salah satunya tawaran kerja freelance, di mana korban diiming-imingi bisa mendapatkan penghasilan besar cukup hanya like dan subscribe akun media sosial," ujar Alfons.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Vaksincom, ia mengungkapkan, korban penipuan kerja freelance ini sudah mencapai ribuan orang dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah dan seharusnya kasus ini mendapatkan perhatian yang serius dari pihak penegak hukum dan pihak terkait seperti Kominfo dan OJK.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Kominfo Harus Bergerak

Kementerian Kominfo menjadi pihak yang terkait karena sarana penipuan ini (penipu memanfaatkan kanal digital), dan Kominfo adalah lembaga yang mengawasi dan memiliki wewenang untuk mengatur penyedia layanan digital.

Kominfo dinilai Alfons harus memberikan teguran dan tindakan jika terjadi tindak kejahatan memanfaatkan kanal digital tersebut.

Salah satu bukti pemanfaatan kanal digital untuk mempromosikan penipuan ini adalah iklan lowongan freelance yang dengan mudah ditemui di media sosial

OJK, perbankan, dan dompet digital terkait juga diharapkan dapat membatasi pembukaan rekening bodong yang digunakan untuk nenampung hasil kejahatan.

"Harusnya setiap rekening yang digunakan untuk membuka rekening bodong ini harus diaudit oleh pihak berwenang, apakah pembukaan rekening ini sudah melalui tahap yang benar seperti meminta KTP dan mengecek keabsahan KTP tersebut dengan scanner chip KTP yang diberikan oleh Dukcapil sehingga pihak bank bisa mengidentifikasi KTP palsu yang digunakan untuk membuka rekening bodong," kata Alfons.

Ia mengimbau, kalau perlu tambahkan persyaratan di mana setiap pembukaan rekening di Customer Service bank dilengkapi dengan bukti foto nasabah dengan kartu identitas yang digunakannya.

"Sudah saatnya dibuat lagi satgas baru khusus untuk mengatasi masalah badai scam ini, kalau tidak badai penipuan ini tidak akan berhenti dan korbannya bukan pengelola data yang membocorkan data, tetapi pemilik data, masyarakat Indonesia," Alfons memungkaskan.

3 dari 7 halaman

Waspada Chat Tawaran Kerja Freelance di WhatsApp, Like dan Subscribe Berbuntut Kena Tipu

Belakangan ini, sejumlah pesan dari orang tak dikenal kerap masuk ke WhatsApp. Chat dari nomor tak dikenal ini menawarkan pekerjaan paruh waktu atau freelance dengan skema like dan subscribe.

Menurut Praktisi Keamanan Siber Alfons Tanujaya, taktik dasar yang digunakan mirip dengan taktik skema Ponzi Robot Trading. Di mana, awalnya korban dibuai dengan penghasilan sesuai yang dijanjikan melalui chat WhatsApp. Setelah korban terlena, ia akan diarahkan untuk memasukkan member baru.

"Dalam penipuan freelance like dan subscribe ini, pada awalnya korban akan mendapatkan pembayaran sesuai dengan janji. Di mana setiap kali melakukan subscribe atau like akan mendapatkan transfer uang tunai ke rekeningnya," kata Alfons memberikan penjelasan.

Lebih lanjut, menurut Alfons, jika korban sudah percaya, ia akan ditawari kesempatan untuk mendapatkan hasil lebih besar lagi. Namun kali ini tidaklah gratis, melainkan ia harus menginvestasikan uang guna mendapatkan imbal hasil yang dijanjikan. Korban pun masih tetap harus bekerja melakukan like dan subscribe di akun media sosial yang telah ditentukan.

"Supaya korban lebih percaya lagi pada metode ini, ia akan dimasukkan ke grup Telegram bersama dengan member lain, yang ketika diberi tugas, terlihat member lain semangat menjalankan tugas hingga melakukan pembayaran," kata Alfons dalam keterangannya.

Dalam hal ini, saat para member grup Telegram diberikan tugas untuk menyetor uang dengan jumlah lebih besar, mereka sangatlah bersemangat dan langsung mengambil kesempatan yang diberikan.

Hal ini memanfaatkan kelemahan psikologis korban, di mana para member lain semangat dan langsung transfer demi mendapatkan uang, si korban pun bakal takut tertinggal tren yang terjadi alias fear of missing out (FOMO). Akibatnya, korban pun akan terbawa suasana dan ikut mengambil paket yang ditawarkan.

Ketika korban penipuan menyetor uang dalam jumlah besar, uang setoran itu bakal ditahan dengan berbagai alasan dan jadi senjata agar para korban kembali menyetorkan uang jika tidak mau setoran uang hangus.

"Pada titik tersebut, penipu memanen hasil kerja kerasnya, karena jelas uang korban akan hilang dan tidak mungkin kembali. Grup Telegram pun akan ditutup dan penipu menghilang," kata Alfons.

Ketika korban kembali ke dunia nyata, barulah ia sadar kalau dirinya telah menjadi korban penipuan.

 

4 dari 7 halaman

Modus Penipuan

Pendiri Vaksincom ini mengatakan, penipu mulanya menggunakan database miliknya untuk mengincar korban.

Tim Vaksincom melihat, nomor Vaksincom yang dihubungi penipu adalah normo yang dipakai untuk riset aktivitas penipuan dan terdaftar pada layanan yang mirip judi online, scamming, dan aksi penipuan lainnya.

"Jika nomor Anda dihubungi oleh penipu, Anda akan mendapatkan penawaran kerja freelance, jam kerja fleksibel, bisa bekerja dari mana saja dan tanpa target. Pekerjaan yang ditawarkan cukup subscribe channel medsos saja sudah bisa dapat uang Rp 900 ribu hingga Rp 1,8 juta per hari," kata Alfons.

Jika korban tertarik, ia akan diarahkan ke grup Telegram yang telah dipersiapkan dan mendapatkan transfer uang rewards yang dijanjikan.

Dalam grup Telegram inilah tugas melakukan subscribe dan like diminta untuk dilakukan. Grup ini umumnya beranggotakan ratusan member lain yang atif menjalankan perintah serupa ketika diminta oleh koordinator dan melakukan post di grup sebagai laporannya. Kemungkinan, tujuannya adalah untuk menunjukkan ke korban bahwa aktivitas ini dapat dipercaya.

Biaya yang diberikan untuk tiap subscriber adalah Rp 10.000. Jika diasumsikan pemilik kanal bersedia membayar untuk subscriber, dalam waktu 2 minggu salah satu kanal bertambah subscribernya hingga 30.000 member, uang yang harus dikeluarkan untuk 30.000 member adalah Rp 300 juta per kanal.

Vaksincom tak mengetahui apakah memang benar pemilik kanal bersedia membayar uang sebesar itu untuk mendapatkan subscriber pada kanalnya. Namun, hal yang perlu diwaspadai adalah, si pengelola grup Telegram akan mengumumkan tawaran menggiurkan yang diberi nama Prepaid Mission.

5 dari 7 halaman

Spekulasi Mata Uang Kripto

Pada tawaran Prepaid Mission ini, korban mulai dikerjai, awalnya ditawari bayaran Rp 900 ribu - 1,8 juta, ujung-ujungnya malah diajak spekulasi mata uang kripto yang menjanjikan cashback 30 persen dari deposit yang disetorkan.

Setelah menyetorkan deposit, dalam waktu 10 menit, deposit dijanjikan akan ditransfer kembali. Member grup lain pun menjawab dengan antusias dan mengambil paket yang ditawarkan, dari Rp 200 ribu hingga Rp 100 juta.

Rupnaya setelah transfer dan top up, bukannya mendapat uang refund atau bagi hasil, korban terus diminta top up lagi, kalau tidak uangnya akan hangus.

Begitu seterusnya hingga korban mentransfer uang dalam jumlah lebih besar karena takut uangnya hangus. Akibatnya, tak jarang korban penipuan ini juga terjerat pinjol karena memanfaatkan jasa pinjol untuk mendapatkan uang yang dipakai untuk top up.

Agar korban percaya, si penipu juga memberikan alur investasi lengkap dengan total aset yang dimiliki korban. Hal ini membuat korban percaya bahwa ia memang memiliki uang yang akan cair, jika si korban melakukan topup sesuai yang diminta.

6 dari 7 halaman

Jangan Tanggapi Chat Penawaran Kerja Freelance

Agar tidak mudah terkecoh, masyarakat perlu tahu bahwa tampilan aplikasi dan saldo di aplikasi dengan nominal berapa pun sangat mudah direkayasa dengan tampilan yang cantik dan logo keren.

Bagi pembuat aplikasi yang memiliki akses langsung ke database, mengubah nominal saldo hanya urusan mengedit angka dan akan otomatis tampil di aplikasi pengguna korbannya. Jadi tampilan tersebut tak bisa dipercaya sama sekali.

Bagi mereka yang menerima tawaran kerja freelance dan diberikan uang tunai hanya via like dan subscribe, langsung tolak saja tawarannya.

7 dari 7 halaman

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini