Sukses

Asosiasi dan Pelaku Usaha Tanggapi Pajak Aset Kripto

Namun, pemberlakuan pajak aset kripto ini memantik komentar sejumlah pihak, terutama stakeholer terkait di dalam ekosistem ini

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mengeluarkan aturan mengenai pemberlakuan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto resmi.

Ketentuan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 itu adalah turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Peraturan itu menyebutkan bahwa tarif pajak yang akan dikenakan yakni 1 persen dari tarif PPN yang berlaku dikali dengan nilai transaksi aset kripto. Selain itu, investor kripto juga akan dibebankan PPh final dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan aset kripto dengan besaran 0,1 persen yang mulai berlaku per 1 Mei 2022 ini.

Namun, pemberlakuan pajak aset kripto ini memantik komentar sejumlah pihak, terutama stakeholer terkait di dalam ekosistem ini. Salah satunya adalah Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I), yang menjadi salah satu wadah bagi seluruh calon pedagang fisik aset kripto yang terdaftar di Bappebti.

A-B-I pun menyampaikan tanggapannya sebagai berikut:

  • Waktu pemberlakuan pajak aset kripto dinilai terlalu cepat mengingat calon pedagang fisik aset kripto harus mempersiapkan proses teknis pemotongan pajak kemudian melakukan sosialisasi kepada pelanggan aset kripto (traders/investor) yang akan menjadi pembayar pajak.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Selanjutnya

  • Pengenaan tarif pajak aset kripto harus lebih diperjelas karena berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 99 Tahun 2018 tentang “Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto”, menetapkan aset kripto sebagai komoditas yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka (Pasal 1).
  • Sedangkan [saat ini] belum terdapat dasar peraturan yang jelas atas pengenaan tarif PPN pada jenis barang Komoditi Berjangka dengan klasifikasi Aset tidak berwujud seperti Aset Kripto, sehingga tidak dapat diperlakukan sama dengan komoditas berjangka lainnya.
  • Kemudian untuk tarif PPh secara khusus pada Komoditas Berjangka sebesar 2,5% berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa (“PP 17/2009”), yang pada pokoknya harus dijadikan pertimbangan dalam pengenaan tarif PPh Aset Kripto telah dicabut berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2011  (“PP 31/2011”), dan sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah yang sudah diperbaiki dan/atau diperbarui mengenai tarif PPh secara khusus pada Komoditas Berjangka.

 

3 dari 4 halaman

Selanjutnya

  • Di sisi lain, tarif pajak yang dikenakan dapat mengurangi daya kompetitif bagi pelaku usaha dalam negeri, sehingga dikhawatirkan calon pelanggan dalam negeri akan berpaling dan memilih bertransaksi menggunakan pedagang fisik aset kripto luar negeri (menyebabkan capital outflow) yang tidak diawasi oleh BAPPEBTI yang dapat berdampak terhadap pertumbuhan industri aset kripto domestik, khususnya terhadap pelaku usaha yang sudah terdaftar dan patuh terhadap peraturan Bappebti.
  • Kemudian hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah ekosistem aset kripto yang juga sedang dibangun oleh pemerintah, mencakup bursa berjangka, lembaga kliring dan depository yang berarti akan ada additional fees yang tidak dikenakan pada pedagang fisik aset kripto luar negeri.

 

4 dari 4 halaman

Pernyatan Upbit

Sementara itu, Upbit Indonesia selaku pemain exchange di ekosistem aset kripto pun menyampaikan pandangannya.

"Kami selaku exchanger tentunya sangat mengapresiasi langkah pemerintah untuk melakukan pengenaan pajak pada transaksi aset digital," ujar Resna Raniadi, VP of Operations di Upbit Indonesia.

Dia pun berharap inisiatif pengenaan pajak ini ke depannya diiringi dengan kemudahan bagi pihak terkait dalam mengembangkan ekosistem ini.

"Upbit Indonesia berkomitmen untuk selalu patuh pada peraturan pemerintah," kata Resna.

Asih Karnengsih selaku Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia pun menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap langkah pemerintah.

"Artinya, industri aset kripto saat ini menjadi salah satu hal yang diperhatikan oleh Pemerintah karena memiliki potensi yang besar untuk dapat menyumbang pada pendapatan Negara," tutur Asih.

Namun, saat ini ada beberapa hal yang menjadi concern mereka. Misalnya, "Tarif pajak PPh dan PPN harus diperkuat dasar hukumnya dan juga memperhatikan kemampuan dalam mempertahankan daya saing pelaku usaha dalam negeri," ujar Asih.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.