Sukses

Jokowi: Perlunya Regulasi untuk Perlindungan Data

Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa bangsa Indonesia harus tanggap menghadapi ancaman kejahatan siber.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini menyampaikan pidato kenegaraan di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu topik yang menjadi pembahasan Jokowi adalah mengenai ancaman kejahatan siber.

Menurut Jokowi, Indonesia harus tanggap terhadap tantangan baru yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pemanfaatan teknologi yang merusak keadaban bangsa, membahayakan persatuan dan kesatuan, termasuk demokrasi, harus segera diatur.

"Kita harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak," tuturnya saat berbicara di depan anggota DPR di Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Untuk itu, Jokowi menyebut kedaulatan data harus diwujudkan dan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi.

"Regulasinya harus segera disiapkan, tidak boleh ada kompromi. Sekali lagi, inti dari regulasi adalah melindungi kepentingan rakyat, serta melindungi kepetingan bangsa dan negara," ujar Jokowi melanjutkan.

Lebih lanjut dia menuturkan, regulasi harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya sekaligus memberikan rasa aman.

Selain itu, regulasi harus memudahkan semua orang berbuat baik termasuk mendorong semuah pihak berinovasi menuju Indonesia Maju.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pelaku Pencurian Data Pribadi Terancam Hukuman Penjara 10 Tahun

Sebelumnya diberitakan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dilaporkan masih harus menunggu pembahasan mengenai unsur pidana dalam regulasi tersebut.

Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Semuel A Pangerapan.

“Nanti akan ada pertemuan lagi menyangkut pidana. Ini (pidana) ternyata dievaluasi dan lagi dibahas ulang dalam waktu dekat. Yang lain sudah beres, terkait pidananya saja,” tuturnya ditemui di Jakarta, Senin (12/8/2019), kemarin.

Lebih lanjut, Semuel menuturkan unsur pidana yang sedang dibahas apabila ada tindakan dilakukan oleh sebuah lembaga.

Dia mengatakan, dalam hal ini pembahasan yang dimaksud adalah hukuman pidana akan diterapkan ke lembaga atau orang di dalamnya.

“Ini yang lagi dibahas. Apakah institusinya dikenakan denda? (Atau) Orangnya yang melakukan? Itu yang lagi dibahas ulang. Karena institusi dipidanakan itu seperti apa?,” tutur pria yang akrab dipanggil Semmy tersebut.

Pada kesempatan itu, Semuel juga mengungkap hukuman yang akan diberikan bagi pelanggar aturan mengenai perlindungan data pribadi ini. Salah satu yang paling berat adalah pencurian data pribadi.

“Pencurian data pribadi itu penjara 10 tahun. Jadi, kalau ada orang mencuri data dan menggunakan data orang lain. Itu hukumannya 10 tahun. Kalau orang datanya dicuri, terus digunakan, kan sama saja kita membunuh orang,” tutur Semuel mengakhiri pembicaraan.

Sebelumnya, Semuel juga menuturkan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) akan mempermudah dan menyederhanakan kebijakan perlindungan data pribadi di Indonesia.

3 dari 4 halaman

Kemkominfo: 32 Regulasi Data Pribadi Tercecer

Pasalnya, saat ini terdapat 32 regulasi terkait perlindungan data pribadi yang "tercecer" di berbagai sektor.

Regulasi-regulasi tersebut tidak hanya di sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), tapi juga kesehatan, keuangan, perbankan, perdagangan, dan penegakan hukum.

Penyatuan regulasi perlindungan data di UU, kata Semuel, sekaligus akan membuat masyarakat lebih paham mengenai hal tersebut.

"Ini mau kita permudah, dan merupakan salah satu cara untuk menyatukan regulasi. Selain itu, ini juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat soal data pribadi," ungkap Semuel dalam acara diskusi publik Melindungi Privasi Data di Indonesia, di Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Selama proses persiapan UU PDP, pemerintah juga melakukan serangkaian cara untuk mengantisipasi berbagai perubahan setelah penerapannya.

Dalam hal ini termasuk struktur baru di kementerian, serta kemungkinan akan ada pembentukan Data Protection Authority (DPA) atau komisi perlindungan data. DPA tersebut diharapkan akan bekerja secara independen.

"Kami sudah menyiapkan berbagai regulasi untuk peta jalan. Selain itu, juga ada struktur baru di beberapa kementerian untuk mengantisipasi hal ini. Kami tahu ini akan menjadi hal yang krusial, jadi kami juga menyiapkan diri," jelas Semuel.

4 dari 4 halaman

Hukum Perdata dan Pidana

Semuel mengungkapkan, UU PDP akan mengatur perlindungan data pribadi setiap orang. Akan ada ketentuan hukum perdata dan pidana di dalam regulasi baru ini. Pencurian data termasuk dalam tindak pidana.

"Nantinya dengan UU ini, siapa yang mengumpulkan data secara tidak sah, dan menggunakan data-data yang tidak sah, akan kena (sanksi hukum)," tuturnya.

Menjelang pemberlakukan UU ini, Semuel mengklaim pemerintah akan terus aktif mengedukasi masyarakat tentang perlindungan data.

Hal ini dinilai cukup sulit, mengingat masih banyak orang yang suka membagikan data-data pribadi ke wilayah umum, seperti media sosial.

"Kami melakukan edukasi setiap hari. Di era digital ini sangat penting sekali untuk menjaga data-data kita. Setelah UU disahkan, kita juga masih punya waktu untuk melakukan sosialisasi ke pemegang kepentingan termasuk pemerintah, serta masyarakat dan dunia usaha," tutup Semuel.

(Dam/Isk)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.