Sukses

Gunakan Teknologi, Islandia Ubah Karbondioksida Jadi Batu

CarbFix fokus melakukan injeksi karbondioksida (CO2) ke dalam batu basal berpori

Liputan6.com, Jakarta - Ahli sains Islandia saat ini tengah mencari cara untuk mengurangi jumlah karbondioksida di bumi. Belakangan, mereka menemukan teknologi yang bisa mengubah emisi berbahaya itu menjadi batu untuk selamanya.

Teknologi ini dikembangkan oleh Snaebjornsdottir beserta timnya yang terdiri dari insinyur dan peneliti dari perusahaan Reykjavik Energy, University of Iceland, France's National Centre for Scientific Research (CNRS) dan Columbia University dalam proyek CarbFix.

CarbFix fokus melakukan injeksi karbondioksida (CO2) ke dalam batu basal berpori. Ketika CO2 melakukan proses mineralisasi, dia akan terperangkap di batu selamanya, seperti yang dilansir dari Phys, Jumat (10/5/2019).

Pabrik Carbfix berdiri di atas lapisan batu basal yang terbentuk dari lava dingin dengan akses tak terbatas ke mata air. Hal ini merupakan jackpot bagi Islandia, karena negaranya penuh dengan gunung api sehingga mendapatkan batu basal dari lava tidak sulit.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Proses Pemadatan Karbondioksida ke dalam Batu

Awalnya, karbondioksida ditangkap di udara dan dicairkan menjadi kondensat, lalu dilarutkan dalam air.

Air dengan kandungan CO2 itu kemudian disalurkan ke dalam bangunan berbentuk igloo dan disuntikkan ke dalam batu 1.000 meter di bawah tanah dengan tekanan tinggi.

Ketika CO2 mengisi rongga-rongga batu basal dan bersentuhan dengan kalsium, magnesium dan besi, maka proses pemadatan sudah dimulai.

Proses pemadatan membutuhkan waktu 2 tahun dari karbondioksida diinjeksi hingga benar-benar terserap ke dalam batu. Jauh lebih singkat dari proses natural yang mencapai ribuan tahun.

Sayangnya, proyek CarbFix tetap mengorbankan sumber daya alam untuk menunjang kegiatannya, yaitu air. Dibutuhkan 25 ton air per 1 ton karbondioksida yang diinjeksi ke dalam batu.

Meski begitu, teknologi ini dinilai dapat mengurangi emisi karbon secara besar-besaran dan akan terus dikembangkan.

"Proyek ini memang butuh banyak air, tapi kita bisa ambil keuntungan yang lebih besar dari kehilangan air, yaitu menghilangkan CO2 dari muka bumi," ungkap direktur proyek Carbfix, Edda Sif Aradottir.

(Tik/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini