Sukses

Mahfud Md: Kasus Johnny G Plate Tidak Ada Kaitannya dengan Calon Pilpres 2024, Murni Dugaan Korupsi

Menko Polhukam Mahfud Md memastikan kasus yang menyeret Johnny Gerard Plate adalah dugaan korupsi murni dan tidak terkait politik menjelang Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud Md memastikan kasus yang menyeret Johnny Gerard Plate adalah dugaan korupsi murni dan tidak terkait politik menjelang Pemilu 2024.

"Penyidikan ini sudah dimulai Juni 2022, karena Maret sudah minta perpanjangan, sudah diperpanjang kok sampai April, enggak bener, ditinjau Mei kok enggak bener. Juni lalu dimulai penyelidikan dan sekarang ini proses hukum terus berjalan. Jadi, tak ada kaitannya dengan pemilu, dengan calon pilpres atau apa pun," kata Mahfud, Jakarta, Senin (22/5/2023), dikutip dari Antara.

Mahhud MD menegaskan tak ada unsur politisasi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp 8 triliun itu. Johnny G. Plate sempat menjadi sekretaris jenderal DPP Partai NasDem dan kini jabatan itu telah digantikan oleh Plt Sekjen Hermawi Taslim.

"Ini sama sekali tidak ada kaitan dengan politisasi. Itu soal uang negara dan ada undang-undangnya, dan Kejaksaan Agung juga ingin dan sudah kami dorong agar ini diselesaikan sebagai masalah hukum semata-mata," kata Mahfud.

Presiden Jokowi pun telah menunjuk Mahfud MD menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Menkominfo sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 41/P Tahun 2023 mengenai Pemberhentian dan Penunjukan Pelaksana Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.

Dalam pertemuan dengan Jokowi, Mahfud melaporkan terkait proyek BTS di Kemkominfo yang sudah direncanakan dan berlangsung sejak 2006. Sejak tahun tersebut hingga 2019, proyek tersebut berjalan lancar dan baik.

Namun, kata Mahfud, masalah muncul pada tahun anggaran 2020-2021 dengan pengadaan proyek BTS senilai Rp28 triliun.

"Pada bulan Desember, ketika laporan harus disampaikan dan penggunaan dana itu harus dipertanggungjawabkan, ternyata sampai Desember tahun 2021 barangnya enggak ada, BTS-nya itu, tower-tower-nya itu tidak ada," jelas Mahfud.

Kemudian, dengan alasan pandemi COVID-19, lanjutnya, pengguna anggaran meminta perpanjangan waktu, padahal anggaran BTS sudah cair pada 2020-2021.

"Seharusnya, itu tidak boleh secara hukum, tapi diberi perpanjangan 21 Maret untuk itu," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kejagung Tetapkan 6 Tersanga

Setelah diberikan perpanjangan waktu, lanjut Mahfud, pengguna anggaran melaporkan terdapat 1.100 tower atau menara yang terealisasi dari target 4.200 menara.

Lalu, dilakukan pemeriksaan oleh satelit dan hasilnya terdapat 958 menara. Namun, dari 958 menara itu tidak diketahui apakah bisa digunakan atau tidak.

"Dari 958 tower itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak karena sudah diambil delapan sampel dan itu semuanya itu tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi, tetapi diasumsikan dulu bahwa itu benar dan itu nilainya hanya sekitar Rp2,1 triliun. Sehingga, masih ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan," ujar Mahfud MD.

Kejagung telah menetapkan enam orang tersangka dalam perkara tersebut, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy, serta Johnny G. Plate.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.