Sukses

Bertambah Dua, Tersangka Penganiayaan Santri Bangkalan Jadi 11 Orang

Jumlah tersangka kasus pengeroyokan dan penganiayaan santri di salah satu pondok pesantren di Bangkalan, bertambah dua orang. Sehingga secara keseluruhan ada 11 orang yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka.

Liputan6.com, Bangkalan - Jumlah tersangka kasus pengeroyokan dan penganiayaan santri di salah satu pondok pesantren di Bangkalan, bertambah dua orang. Sehingga secara keseluruhan ada 11 orang yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka.

"Kedua tersangka baru ini berinisial MR (20) dan FA (19)," kata Kepala Kapolres  Bangkalan Ajun Komisaris Besar Polisi Wiwit Ari Wibisono di Bangkalan, Jumat (24/3/2023), dikutip dari Antara.

Kapolres menjelaskan penambahan tersangka baru itu dilakukan setelah tim penyidik melakukan pengembangan penyidikan dengan meminta keterangan kepada sejumlah pihak.

Sebelumnya, Polres Bangkalan telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang mengakibatkan seorang santri berinisial BT meninggal dunia. Kesembilan orang itu berinisial RR, NH, ZL, UD, AZ, RM, AD, ZA, dan WR.

"Jadi, dari sebanyak 11 orang tersangka ini, semuanya merupakan santri dan pengurus pondok pesantren. Bahkan, empat orang di antaranya masih di bawah umur," kata Kapolres.

Kasus pengeroyokan dan penganiayaan terhadap santri berinisial BT di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Bangkalan itu terjadi pada 7 Maret 2023.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 80 ayat 3 junto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hukuman Setimpal

Sementara itu, Moh Nasib, orang tua santri korban penganiayaan, berharap para tersangka mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang telah dilakukan hingga mengakibatkan anaknya meninggal dunia.

"Saya tidak tahu pasti apa yang telah dilakukan anak saya. Akan tetapi, kalaupun dia bersalah, semisal melanggar aturan pesantren, tidak seharusnya diperlakukan hingga meninggal seperti itu," kata Nasib.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.