Sukses

Down Swan: Saatnya Anak Sindrom Jadi Penyemangat, Bukan Bahan Bully

Cerita Down Swan dimulai dengan kebahagiaan Bisma (Ariyo) dan Mitha (Putri) yang baru saja menikah.

Liputan6.com, Jakarta - Kesan pertama menonton Down Swan, ini film tentang anak berkebutuhan khusus dari sudut pandang yang lebih optimistis. Sebelum Down Swan, banyak film tentang anak (maaf) penyakitan atau memiliki kekurangan fisik yang ditempatkan sebagai korban. Hidupnya digambarkan merana, kerap dizalimi orang-orang di sekitarnya, ditinggal mati orang tua, dan setumpuk derita lain yang diharapkan menguras air mata penonton.

Ibaratnya, anak penyakitan atau punya kekurangan fisik ini sudah jatuh, tertimpa tangga, digigit anjing, dituding maling pula oleh tetangga. Down Swan mencoba untuk tidak terjebak pada klise semacam ini. Pengidap sindrom Down justru dijadikan sumber semangat dan simbol harapan yang tak mau padam.

Cerita Down Swan dimulai dengan kebahagiaan Bisma (Ariyo) dan Mitha (Putri) yang baru saja menikah. Bisma meniti karier sebagai jurnalis, sementara Mitha yang dulu balerina menjadi ibu rumah tangga. Suatu hari, Mitha yang berbadan dua, harus dihadapkan pada kenyataan pahit. Dokter mengabari janin yang dikandungnya mengidap sindrom Down. Mitha yang terpukul, mempertanyakan apa salahnya hingga Tuhan mendatangkan sindrom Down.

Mitha menamai putrinya Nadia (Arina). Sejak Nadia lahir, Mitha bersikap tertutup, membatasi interaksi dengan putrinya. Bisma mencoba bersabar dan telaten merawat Nadia. Sembilan tahun berlalu, Nadia yang sedang makan donat menjatuhkan wadah cupcake hingga tepung di dalamnya berhamburan di meja. “Maaf, Ibu,” ucap Nadia terbata-bata. Itulah kali pertama Nadia memanggil Mitha ibu. Hari itu, hati Mitha tersentuh.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sama-sama Berproses

Sejak itu, hubungan Mitha dan Nadia mencair. Berangkat dari adegan ini, sineas Fuad Akbar menggambarkan proses Mitha yang semula menolak kenyataan mulai membuka diri. Kemudian, berkompromi terhadap keadaan dan mencoba memperbaiki semampunya. Down Swan bertumpu pada interaksi orang tua dan anak. Bisma yang semula dekat dengan Nadia, memberi ruang pada istri untuk lebih dekat dengan putrinya.

Ketiga tokoh yang tinggal di rumah susun itu sama-sama berproses. Di rumah itu, Bisma, Mitha, dan Nadia mekar bersama. Skenario Down Swan justru memperlihatkan bahwa anak dengan sindrom Down baik-baik saja. Ia punya bakat dan semangat untuk mengembangkan kemampuan. Yang tidak baik-baik saja justru orang di sekitarnya, dalam hal ini ibu Nadia.

Penceritaan semacam ini mengingatkan kami pada film A Monster Calls karya J. A. Bayona, tiga tahun silam. Film itu mengisahkan seorang perempuan bernama Lizzy (Felicity Jones) yang mengidap penyakit mematikan. Ia menerima takdirnya dengan legawa. Justru anak dan ibunya yang tak mampu menerima kenyataan. Akhir kisah A Monster Calls memberi tahu kita, bukan Lizzy yang butuh disembuhkan melainkan hati anak dan ibu Lizzy.

3 dari 3 halaman

Memupuk Semangat

Dalam Down Swan, sejujurnya bukan Nadia yang harus dikasihani. Sejak awal, ia tahu senang menari dan memupuk semangat menjadi balerina andal seperti ibunya. Justru Mithalah yang perlu ditolong untuk menerima keadaan. Sebuah perspektif yang unik dan mencerahkan.

Akting Putri Ayudya sejak awal terlihat konsisten dan memperlihatkan penghayatan yang menjanjikan. Kekecewaan pada hidup, keputusan untuk membuka hati, hingga keyakinan bahwa Nadia punya kemampuan dieksekusi Putri dengan sangat natural. Di sisi lain, Ariyo menjadi jembatan yang mendekatkan jarak ibu dan anak. Akting aktris cilik Arina Dhisya menyadarkan publik bahwa pengidap sindrom Down tidak semengenaskan yang kita pikirkan.

Proses yang digambarkan detail membuat Down Swan terasa intim. Konsekuensinya, buat Anda yang menyukai film dengan alur bergegas bisa jadi bosan di tengah jalan. Secara keseluruhan, Down Swan kisah yang hangat, dengan akting bersahaja, dan akhir menyentuh. Ungkapan cinta anak yang memiliki keterbatasan kepada ibunda disambut dengan mata yang berkaca-kaca. Momen ini mengingatkan kita bahwa di dunia yang makin egois ini ada cinta tak bersyarat.

(Wayan Diananto/Liputan6.com)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini