Sukses

Meneropong Prospek Obligasi di Tengah Sinyal Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Director & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula menyatakan, 2024 akan menjadi tahun konstruktif bagi pasar obligasi.

Liputan6.com, Jakarta - Daya tarik pasar obligasi Indonesia disebut masih terjaga. Per 5 Januari 2024, imbal hasil riil obligasi Indonesia tenor 10 tahun tercatat sebesar 4,0 persen, menjadi salah satu yang tertinggi dibandingkan dengan kawasan lain, seperti Thailand yang tercatat sebesar 3,2 persen.

Kemudian imbal hasil obligasi 10 tahun China yakni 3,0 persen, Malaysia 2,3 persen, Filipina 2,1 persen, India 1,7 persen, Amerika Serikat 0,9 persen, dan Eropa -1,9.

Director & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula menuturkan, kondisi tersebut berlangsung bersamaan dengan peralihan kebijakan suku bunga global yang lebih akomodatif dan nilai tukar rupiah yang lebih stabil.

"Kondisi ini berpotensi mendorong masuknya aliran dana asing yang dapat mendukung pasar obligasi domestik," kata Ezra dalam Press Conference Market Outlook: Keeping up with 2024, Kamis (18/1/2024).

Menurut Ezra, 2024 akan menjadi tahun yang konstruktif bagi pasar obligasi. Kondisi makroekonomi akan suportif, didukung oleh dua katalis bagi pasar yaitu inflasi yang terjaga dan potensi pemangkasan suku bunga.

Tingkat imbal hasil SBN 10 tahun yang masih di kisaran 6,7 persen menjadi entry point yang menarik bagi investor. Permintaan pasar terhadap obligasi pada tahun ini diperkirakan masih akan tetap kuat.

Faktor penopangnya yaitu permintaan dari investor domestik, seperti investor institusi keuangan non-bank, karena adanya kebutuhan reinvestasi dan pemenuhan kewajiban investasi pada SBN.

"Permintaan investor asing juga dapat membaik seiring dengan peralihan kebijakan suku bunga global yang lebih akomodatif. Kami memperkirakan imbal hasil SBN 10 tahun dapat turun ke kisaran 6.00 persen – 6.25 persen di tahun ini," ungkap Ezra.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Faktor Risiko

Kendati tahun ini positif bagi pasar obligasi, tetapi Ezra menyebutkan beberapa faktor risiko perlu dicermati dan diantisipasi. Pertama, risiko dari tekanan penerbitan obligasi pemerintah, terutama pada paruh pertama 2024. Ini merupakan strategi DJPPR Kementerian Keuangan untuk melakukan lelang lebih banyak pada paruh pertama (front-loading issuance policy).

Kedua, melebarnya selisih yield antara Surat Utang Negara Indonesia dibandingkan dengan yield US Treasury, sehingga membuat pasar Indonesia menjadi kurang menarik. Kondisi ini dapat terjadi apabila pendapatan ekspor Indonesia turun akibat melemahnya harga komoditas global. Ketiga, risiko perbedaan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. Terakhir, risiko ketidakpastian geopolitik.

 

3 dari 6 halaman

Masuk Tahun Politik, Bagaimana Prospek Pasar Obligasi pada 2024?

Sebelumnya diberitakan, memasuki 2024, pandangan pasar tertuju pada sinyal pemangkasan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (the Fed).

Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi menilai sikap yang lebih dovish pada kebijakan moneter dalam konteks ini adalah suku bunga Amerika menyebabkan penurunan minat akan USD secara global. Terlihat pada dolar indeks yang merosot dan menjadi sentimen positif dalam terapresiasinya secara signifikan nilai tukar rupiah terhadap USD.

Dia menuturkan, hal itu menjadi suatu hal yang positif untuk pasar modal. Selain itu langkah the Fed juga akan membawa langkah serupa untuk Bank Indonesia yakni memangkas suku bunga. Spekulasi arah suku bunga yang lebih rendah akan menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan tentu keuntungan para pelaku bisnis, Mereka dapat mengembangkan bisnis lebih agresif dengan biaya bunga yang relatif lebih rendah.

"Imbas untuk pasar obligasi pun positif, pemotongan suku bunga cenderung membuat obligasi yang ada lebih menarik, karena investor mencari imbal hasil yang lebih tinggi di tengah suku bunga yang lebih rendah," kata Lanjar kepada Liputan6.com, ditulis Senin (1/1/2024).

Senada, Schroders Indonesia menilai 2024 akan menjadi tahun obligasi, imbas reli obligasi yang tertunda pada 2023 dan bergeser ke tahun ini. Berita tentang pemangkasan suku bunga oleh the Fed akan menjadi tema dominan tahun ini, dan akan menguntungkan investor negara berkembang. Khususnya yang memiliki inflasi rendah, fiskal yang prudent, dan pertumbuhan yang stabil seperti Indonesia.

4 dari 6 halaman

Sentimen yang Bayangi Obligasi

Tim riset Schroders Indonesia mengakui pasar telah memperhitungkan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve sebesar 150 bps pada akhir 2024 dan soft landing telah menjadi pandangan konsensus di AS.

Probabilitas terjadinya resesi telah turun menjadi 50 persen. Agar pasar obligasi menguat, perlu kejutan dari sisi pertumbuhan dan inflasi dengan penurunan yang lebih besar dari perkiraan pasar, atau pemangkasan suku bunga yang lebih cepat dari yang diperkirakan pasar.

Perusahaan meyakini siklus kenaikan suku bunga selama hampir dua tahun ini pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan lebih besar dalam tabungan, mengurangi konsumsi, dan harga harus menyesuaikan, dan hal tersebut akan menguntungkan bagi pasar obligasi.

Faktor lain yang membuat yield tetap tinggi adalah ketidakseimbangan pasokan dan permintaan Surat Utang Amerika Serikat (US Treasury). Defisit fiskal di AS tinggi dan penerbitan surat utang membengkak, membuat kewaspadaan meningkat terutama dengan utang AS yang melampaui batas utang berisiko kembali menyebabkan terjadinya penutupan pemerintahan (shutdown).

 

5 dari 6 halaman

Pasar Domestik

Di pasar domestik, meningkatnya partisipasi investor lokal telah mendukung yield obligasi dan mencegahnya melampaui 7 persen saat terjadi aksi jual besar-besaran pada bulan Oktober. Hal tersebut menyebabkan penyempitan yield antara IndoGB dan US Treasury menjadi 228 bps, sebuah level di mana investor asing akan ragu-ragu untuk kembali masuk karena berada dalam kisaran yang sangat ketat secara historis. Meskipun valuasi mahal, kekuatan fundamental Indonesia tetap baik, yang memberikan sebuah dasar untuk berinvestasi pada obligasi Indonesia.

"Sebagai investor pendapatan tetap, kami berfokus pada kemampuan pemerintah untuk membayar bunga dan pokok pinjaman. Indikator-indikator yang relevan seperti defisit fiskal, rasio utang per PDB, dan rasio beban bunga menjadi penting. Hal ini juga akan mempengaruhi pasokan obligasi pemerintah yang juga dipantau dengan cermat oleh investor obligasi," jelas Tim Riset Schroders Indonesia.

Sentimen Dalam Negeri

Dari dalam negeri, sentimennya yakni gelaran pemilihan umum (pemilu) yang akan berlangsung pada kuartal pertama tahun ini, tepatnya pada 14 Februari 2023. Pemilu kemungkinan akan membawa sejumlah perubahan dari sisi kebijakan, terutama dalam pengelolaan fiskal.

 

6 dari 6 halaman

Peluang Menarik

Terdapat ketidakpastian apakah pemerintahan selanjutnya akan melanjutkan pendekatan yang lebih konservatif dan berhati-hati atau akankah mereka mengadopsi pendekatan ekspansif yang dapat berimplikasi pada defisit fiskal yang lebih lebar. Head of Research & Advisory Bank Commonwealth Thadly Chandra menjelaskan, secara historis pemilu justru berdampak positif terhadap ekonomi, di mana pemilu biasanya meningkatkan likuiditas di pasar keuangan serta meningkatkan aktivitas ekonomi.

Kinerja bursa saham menjelang pemilu pun cenderung positif, khususnya enam bulan menjelang pemilu. Untuk menghadapinya, Thadly menerangkan, strategi manajemen portofolio yang berimbang antara kelas aset pendapatan tetap (fixed income) dan kelas aset saham (equity) dengan metode Dollar Cost Averaging atau akumulasi secara bertahap direkomendasikan untuk menghadapi volatilitas serta risiko pasar yang diperkirakan masih tinggi.

"Kelas aset pendapatan tetap diperkirakan dapat memberikan peluang yang menarik seiring dengan rencana pemangkasan suku bunga acuan The Fed. Bank Indonesia (BI) juga memiliki ruang untuk penurunan suku bunga acuan pada tahun 2024 jika inflasi terkendali dan nilai tukar rupiah stabil. Obligasi dapat dijadikan opsi diversifikasi investasi yang risikonya lebih rendah, namun dengan yield yang relatif stabil dan tetap memberikan return yang menarik," tutur Thadly.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagai dalam pe

    Saham

  • Obligasi adalah surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat diperjualbelikan.

    obligasi

  • Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu disebut suku bunga.

    suku bunga

  • The Fed adalah salah satu bank sentral di AS yang tertua dan berdiri sejak tahun 1913 melalui kongres.

    The Fed

  • Investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan.

    Investasi

  • Imbal Hasil Obligasi

  • Investor