Sukses

Menilik Perkembangan IPO BJB Syariah

Manajemen Bank BJB (BJBR) terus melakukan konsultasi mengenai penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) BJB Syariah.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) atau Bank BJB berkomitmen untuk terus mendorong anak usahanya, BJB Syariah agar tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Yuddy Renaldi mengaku pihaknya terus melakukan konsultasi mengenai penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) BJB Syariah. 

"Kami lihat kondisi-kondisi pasar aja. Kalau kami kan terus mendorong. Ya, kalau kondisi indikator finansialnya membaik, tentunya kami akan dorong ke sana (IPO)," kata Yuddy di sela Media Gathering Bank BJB, Senin (11/12/2023).

Meski demikian, ia menegaskan, hingga saat ini BJB Syariah belum memberikan dokumen untuk IPO kepada BEI. Akan tetapi, BJB Syariah tengah mempersiapkan apa saja yang diperlukan untuk menuju pencatatan saham di pasar modal. 

"Jadi, kami dari induk (BJB Syariah) terus mendorong mereka untuk menjadi perusahaan Tbk (terbuka)," imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, Bank BJB memiliki berbagai pengalaman dan pemahaman yang mendalam terkait pengalaman IPO, rights issue, penerbitan surat berharga, sampai dengan bagaimana bertransformasi dari bisnis model BPD yang konvensional menjadi lebih advanced sesuai perkembangan terkini. 

BJB Syariah Bakal IPO, Ini Kata BEI

Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara soal penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dari anak usaha PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) yakni BJB Syariah. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, hingga saat ini belum ada informasi terkait IPO BJB Syariah. 

"Belum ada informasinya, saat ini belum ada," kata Nyoman saat ditemui di BEI, dikutip Selasa, 28 November 2023.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

OJK Sebut Ada 65 Rencana IPO Senilai Rp 11,34 Triliun

Sebelumnya diberitakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut masih ada 65 rencana penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di pipeline penghimpunan dana di pasar modal. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, hingga saat ini penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi, yaitu tercatat sebesar Rp 204,14 triliun dengan 68 emiten tercatat. Bahkan, penghimpunan dana per Oktober ini telah memenuhi capaian target pada 2023, yakni Rp 200 triliun. 

"Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).

Terkait rinciannya, terdapat 65 perusahaan antre IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp 11,34 triliun. Kemudian, PUT sebanyak 14 penawaran umum dengan nilai sebesar Rp 23,93 triliun. 

Adapun penerbitan EBUS sebanyak 12 dengan nilai sebesar Rp 16,01 triliun dan sisanya penerbitan PUB EBUS sebanyak 6 perusahaan dengan nilai sebesar Rp 3,20 triliun. 

Sedangkan, untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.

 

 

3 dari 5 halaman

OJK Sebut Penghimpunan Dana di Pasar Modal Sentuh Rp 204,14 Triliun, Lampaui Target 2023

Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar menyentuh angka Rp 204,14 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 68 emiten hingga 27 Oktober 2023. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi. Bahkan, penghimpunan dana per Oktober ini telah memenuhi capaian target pada 2023, yakni Rp 200 triliun. 

"Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan," kata Inarno dalam dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).

Terkait rinciannya, terdapat 65 perusahaan antre IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp 11,34 triliun. Kemudian, PUT sebanyak 14 penawaran umum dengan nilai sebesar Rp 23,93 triliun. 

Adapun penerbitan EBUS sebanyak 12 dengan nilai sebesar Rp 16,01 triliun dan sisanya penerbitan PUB EBUS sebanyak 6 perusahaan dengan nilai sebesar Rp 3,20 triliun. 

 Sedangkan, untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.

 

4 dari 5 halaman

OJK Layangkan Sanksi kepada 104 Pelaku Pasar Modal

Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melayangkan sanksi administratif terhadap 104 pelaku di pasar modal terkait sejumlah kasus hingga 27 Oktober 2023. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 104 pihak yang terdiri dari sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 58,8 miliar, 8 pencabutan izin, 1 pembekuan izin, 48 perintah tertulis dan 23 peringatan tertulis. 

Tak hanya itu, OJK juga mengenakan sanksi berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp14,1 miliar kepada 299 pelaku jasa keuangan di pasar modal dan 5 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan. 

"Pada Oktober 2023, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada satu manajer investasi berupa denda sebesar 525 juta dan perintah tertulis untuk menyelesaikan proses pembubaran reksadana dan membayarkan dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang unit penyertaan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023). 

 

5 dari 5 halaman

Sanksi Administratif

Inarno mengatakan, OJK juga mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada pengurus manajer investasi dimaksud dan bank kustodian yang terkait dan perintah tertulis kepada dua pihak yaitu wakil perantara pedagang efek (WPPE) dan perusahaan efek (PE) dengan total sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 200 juta dan perintah tertulis.

Terkait rinciannya, WPPE dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 125 juta dan perintah tertulis berupa larangan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di sektor pasar modal selama 5 tahun atas cara melakukan kegiatan pengelolaan portofolio efek tanpa memiliki atau mempunyai izin wakil manajer investasi (MI) dan menerima imbalan (fee) atas transaksi efek nasabah.

Dengan demikian, perusahaan efek dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 75 juta dan perintah tertulis serta memastikan seluruh tenaga pemasar dan juga pegawainya tidak ada lagi yang melakukan kegiatan pengelolaan rekening efek dan dana nasabah baru. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini