Sukses

Menakar Investasi Reksa Dana di Tengah Sentimen Resesi Global hingga Inflasi

Pasar modal dibayangai sentimen ancaman resesi global, inflasi dan kebijakan the Fed. Lalu bagaimana peluang investasi reksa dana?

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah sentimen ancaman resesi global dan inflasi tinggi dapat menjadi kesempatan untuk masuk investasi reksa dana. Calon investor dan investor pun diimbau untuk tidak panik dan bisa memanfaatkan koreksi di pasar keuangan untuk berinvestasi termasuk reksa dana.

"Penurunan harga (apabila ada) dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk masuk di harga rendah," kata Direktur PT Panin Asset Manajemen, Rudiyanto kepada Liputan6.com, ditulis Sabtu (8/10/2022).

Rudiyanto menuturkan, strategi untuk pengelolaan investasi reksa dana sesuai kebijakan.

"Strateginya sesuai kebijakan, misalkan reksa dana pasar uang ya di deposito, reksa dana pendapatan tetap di obligasi dan reksa dana saham di saham," kata dia.

CEO dan Presiden Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Afifa mengatakan, dari sisi fundamental domestik, pihaknya optimistis dengan kondisi makroekonomi Indonesia yang berada pada siklus pemulihan dan juga didukung ekspor komoditas yang suportif. 

"Faktor tersebut memberi bantalan bagi ekonomi Indonesia di tengah pelemahan ekonomi global," kata Afifa.

Selain itu, di MAMI, untuk menghasilkan portofolio reksa dana yang optimal menerapkan filosofi pengelolaan aset investasi secara aktif yang didasari oleh riset mendalam dan manajemen risiko  yang disiplin. 

"Pembentukan portofolio dilakukan berdasarkan riset yang dilakukan oleh tim investasi MAMI yang profesional dan berpengalaman, serta memanfaatkan jaringan global Manulife Investment Management untuk mendapatkan keunggulan informasi," imbuhnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Manajemen Risiko

Pemilihan investasi juga ditentukan berdasarkan faktor manajemen risiko untuk memastikan investasi dilakukan secara bijaksana.

Sementara itu, volatilitas pasar dinilai masih dapat terjadi dipengaruhi oleh faktor global karena pasar masih menganalisa dampak dari ekspektasi suku bunga bank sentral AS atau the Fed yang lebih agresif dan juga memperhatikan data ekonomi Amerika Serikat.

"Menurut kami, faktor ini sangat krusial, terutama di kondisi volatilitas global saat ini," ujar dia.

Kemudian, untuk investor yang ingin memiliki investasi reksa dana di tengah sentimen resesi global dan inflasi tinggi, suku bunga tinggi jangan panik.

"Jangan panik, ini bukan pertama kalinya terjadi volatilitas di pasar. Kita sudah sering melalui periode volatitas seperti ini dan pasar dapat kembali rebound seiring dengan pemulihan ekonomi," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Peluang Tambah Investasi

Bagi investor dengan horizon investasi panjang, periode pelemahan justru dapat menjadi peluang untuk menambah investasi di harga lebih murah.

"Bagi investor dengan horizon investasi pendek, diversifikasi menjadi kunci untuk meminimalisir volatilitas. Pastikan portofolio Anda juga memiliki porsi reksa dana yang lebih defensif seperti  reksa dana pasar uang atau reksa dana pendapatan tetap tenor pendek," kata Afifa.

Reksa dana saham dapat dipertimbangkan sebagai pilihan karena diuntungkan oleh siklus pemulihan ekonomi Indonesia.

"Namun, di tengah volatiltias global saat ini, diversifikasi ke reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi risiko volatilitas portofolio," ujar dia.

4 dari 4 halaman

Dana Kelolaan Reksa Dana Turun di Tengah Tren Pasar Modal yang Positif

Sebelumnya diberitakan, pasar modal Indonesia masih melanjutkan tren positif hingga awal kuartal III 2022. Sayangnya, kinerja pasar reksa dana tak tumbuh sejalan.

Meski begitu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi mengatakan, penurunan yang terjadi pada pasar reksa dana tidak terlalu signifikan.

"Sampai dengan 5 Agustus 2022 total NAB reksa dana turun 5 persen dari Rp 578,44 triliun pada 30 Desember 2021 menjadi Rp 549,23 triliun," ungkap Inarno dalam Konferensi Pers 45 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia, Rabu (10/8/2022).

Sementara nilai total asset under management (AUM) industri pengelolaan investasi turun 0,98 persen dari sebelumnya Rp 850,7 triliun per 30 Desember 2021 menjadi Rp 842,4 triliun per 5 Agustus 2022.

Sebagai perbandingan, hingga 8 Agustus 2022, terdapat 149 penawaran umum di pasar saham dengan total emisi sebesar Rp 151 triliun 48 diantaranya adalah emiten baru. Dari sisi kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) juga masih terjaga.

Bahkan pada kuartal II 2022, pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) maupun nilai kapitalisasi pasar telah menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni di level 7.276 pada 21 April 2022 dan nilai kapitalisasi pasar menyentuh Rp 9.555 triliun 28 April 2022. Kinerja serupa juga dicatatkan oleh pasar modal syariah yang mengalami peningkatan.

Per 9 Agustus 2022, indeks saham syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada posisi 209,4 atau secara year to date (ytd) meningkat sebesar 10,79 persen.

"Demikian juga nilai kapitalisasi pasar atau saham syariah secara year to date juga mengalami peningkatan sebesar 11,79 persen dari sebelumnya sebesar Rp 3.983,65 triliun menjadi sebesar Rp 4.453,24 triliun,” pungkas Inarno.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.