Sukses

Abaikan Kontrak Penjualan yang Merosot, Saham Evergrande Menguat

Pengembang China Evergrade Group menyatakan akan aktif jaga komunikasi dengan kreditur.

Liputan6.com, Beijing - Kontrak penjualan pengembang China Evergrade Group anjlok tahun lalu karena berjuang mati-matian demi membayar kreditur.

Pengajuan Selasa (4/1/2022) menunjukkan penjualan properti berjangka perusahaan senilai 443,02 miliar yuan atau setara USD 69,22 miliar (atau Rp 990,24 triliun, asumsi kurs Rp 14.305 per dolar AS) yang terjadi pada tahun lalu. Kontrak penjualan ini susut 38,7 persen dari 723,25 miliar yuan atas penjualan kontrak yang tercatat pada 2020.

Usai pembukaan perdagangan, saham Evergrande menguat di Hong Kong pada Selasa, 4 Januari 2022. Saham Evergrande naik 1,26 persen menjadi 1,61 dolar Hong Kong. Saham Evergrande berusaha mempertahankan kenaikan 3 persen sebelum akhirnya berbalik lebih rendah.  Harga saham Evergrande sempat ke level terendah 1,42 dolar Hong Kong. 

Ini sedikit lebih baik daripada level terendah intraday senilai 1,42 dolar Hong Kong yang terjadi pada 24 Desember 2021, menurut FacSet.

"Perusahaan akan terus secara aktif menjaga komunikasi dengan kreditur. Pengembang pun berusaha untuk menyelesaikan risiko dan menjaga hak dan kepentingan yang sah dari semua pihak,” ujar Evergrande dilansir dari laman CNBC, Selasa pekan ini.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terbelit Utang

Jika diakumulasi saham Evergrande sudah jatuh lebih dari 88 persen selama 250 hari sejak perdagangan berakhir. Fitch Rating mencatat raksasa real estate China ini melewatkan pembayaran kepada keditur pada Desember 2021. Artinya pengembang gagal bayar utang obligasinya.

Evergande adalah pengembang propeerti terbesar dengan menerbitkan utang luar negeri dalam mata uang dolar AS mencapai USD 19 miliar setara Rp 271,8 triliun pada 2021.

Perusahaan properti Beijing ini memiliki total utang USD 300 miliar atau Rp 4,29 kuadriliun. Padahal pada 2020, Evergrande Group menjadi pengembang terbesar kedua yang menorehkan penjualan terbesar.

3 dari 3 halaman

Telah Timbulkan Kekhawatiran

Senasib dengan pengembang real estat Cina lainnya, bisnis Evergrande sangat bergantung pada penjualan apartemen kepada pelanggan sebelum unit selesai. S&P Global Ratings mengatakan pada November gagal bayar Evergrande sangat mungkin terjadi karena perusahaan tidak lagi dapat menjual rumah baru kepada konsumen.

Evergrande menambahkan perintah pembongkaran proyek Ocean Flower Island hanya berlaku untuk 39 bangunan saja. Hal ini diperoleh dari laporan pengajuan saham Hong Kong pada Selasa, 4 Januari 2022.

Masalah Evergrande telah menimbulkan kekhawatiran tentang kesehatan industri real estate besar China secara keseluruhan. Pihak berwenang China menyebut perusahaan itu sebagai "kasus unik".

Analis telah menunjukkan berbeda dengan pengembang lain, Evergrande membuat sedikit kemajuan dalam mematuhi peraturan baru yang bertujuan membatasi ketergantungan industri pada utang.

Namun, pengembang China terkemuka yang memenuhi persyaratan utang pemerintah juga memperingatkan penurunan penjualan.

Shanghai Shimao mengatakan kepada investor pada akhir Desember akan sulit untuk capai target penjualan kontrak setahun penuh sebesar 38 miliar yuan.

Hal ini karena penjualan dalam 11 bulan pertama tahun ini 28,2 miliar yuan, berdasarkan pengajuan. Selain saham yang turun, obligasi perseroan juga anjlok dalam beberapa bulan terakhir.

 

Reporter: Ayesha Puri

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.