Sukses

Stimulus Paket AS hingga Neraca Dagang RI Bayangi Pasar Saham

Perkembangan vaksinasi COVID-19 hingga stimulus paket Amerika Serikat menjadi perhatian pelaku pasar di pasar saham.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung mendatar selama sepekan. IHSG naik tipis 0,15 persen ke posisi 6.231 pada Jumat, 19 Februari 2021.

Mengutip laporan Ashmore Asset Management Indonesia, investor asing melakukan aksi jual mencapai USD 80 juta atau sekitar Rp 1,12 triliun (asumsi kurs Rp 14.071 per dolar AS). Pada pekan ini, perkembangan COVID-19 masih membayangi bursa saham.

Hal itu terutama perkembangan program vaksinasi COVID-19. Berdasarkan program vaksinasi di global tercatat mencapai 2,4 persen atau 188 juta dosis sudah diberikan. Di Indonesia sekitar 1,75 juta.

Selain COVID-19, perkembangan paket stimulus Amerika Serikat (AS) yang diusulkan oleh Presiden AS Joe Biden juga menjadi perhatian. Menteri Keuangan AS Janet Yellen menuturkan, paket stimulus besar sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan wawancara dengan CNBC, Yellen menuturkan, paket stimulus senilai USD 1,9 triliun dapat mendorong pertumbuhan tenaga kerja Amerika Serikat sehingga penuh dalam setahun.

Saat Kongres bekerja menuntaskan kesepakatan untuk  stimulus COVID-19 dapat memberikan stimulus untuk jutaan masyarakat Amerika Serikat. Diharapkan bantuan langsung tunai USD 1.400 dalam paket tersebut.

Sementara itu, dari dalam negeri, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD 1,96 miliar pada Januari 2021. Ekspor melonjak 12,24 persen secara on year terutama karena kenaikan penjualan ekspor nonmigas sebesar 12,49 persen, sedangkan produksi migas 8,3 persen.

Di sisi lain, impor turun 6,49 persen secara year on year karena pembelian minyak dan gas anjlok sekitar 21,90 persen. Sektor nonmigas susut empat persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Melihat Obligasi Bertenor Panjang pada 2021

Melihat posisi obligasi 2021

Ashmore menyatakan, imbal hasil obligasi 10 tahun meningkat 70 basis poin. Hal itu dinilai menunjukkan pasar percaya risiko inflasi.

Dalam pandangan Ashmore,  kemungkinan kenaikan inflasi hanya satu kali didorong oleh stimulus meski pimpinan the Federal Reserve menyarankan tapering atau pengurangan stimulus. Akan tetapi, hal itu tidak akan terjadi secepat yang diharapkan, dan pasar mengabaikan hal ini.

Pada saat bersamaan, indikator pasar di Indonesia membaik dilihat dari penanganan COVID-19 dan pemangkasan suku bunga acuan oleh Baik Indonesia tetapi belum direspons pasar.

Akan tetapi, Ashmore tetap menaikkan peringkat untuk obligasi berjangka waktu panjang. Ashmore melihat reaksi saat ini terhadap risiko inflasi akan hilang. Hal ini didukung dari Bank Indonesia secara komitmen mendukung pemulihan ekonomi nasional sebagai komponen utama.

Sementara itu, dari global, biaya US Treasury  tetap tinggi.  Stimulus di AS diharapkan dapat dikucurkan pada Maret 2021 dan akan menciptakan pendapatan untuk 10 juta pengangguran.

Pada saat bersamaan, tingkat utang di AS tetap tinggi, dan pembelian obligasi the Federal Reserve telah tertinggal sehingga menunjukkan dampak dari pelonggaran kuantatif mungkin tidak ditendang dengan benar.

Oleh karena itu, Ashmore melihat kekhawatiran inflasi terlalu agak dini. Apalagi Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyarankan untuk tidak mengkhawatirkan inlasi karena dampak pengeluaran pemerintah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.