Sukses

Capres Pilpres 2024 Diharapkan Selesaikan Isu Pelanggaran HAM dan Persoalan Lingkungan

Para aktivis lingkungan di Sumsel mengharapkan capres di Pilpres 2024 yang menang nanti, bisa merestorasi lingkungan menjadi lebih baik hingga menolak izin pertambangan.

Liputan6.com, Palembang - Masifnya izin pertambangan, kerusakan lingkungan hingga menimbulkan beragam bencana alam dan polusi, membuat masyarakat di berbagai daerah di Indonesia mengalami banyak kerugian.

Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang, banyak harapan dari para aktivis lingkungan, agar Presiden ke-8 nanti bisa memperbaiki kerusakan lingkungan di Indonesia, terutama di Sumatera Selatan (Sumsel).

Direktur Yayasan Depati Ali Goik (53) mengungkapkan, ketiga capres yang maju di Pilpres 2024, baik Anies Baswedan, Ganjar Pranowo ataupun Prabowo Subianto, dinilainya merupakan sosok pilihan terbaik dari partai.

Terlepas siapapun yang akan terpilih memimpin Indonesia, jejak digital dan latar belakang mereka tidak akan pernah hilang. Seperti Prabowo Subianto yang tersandung isu pelanggaran HAM di era 1997-1998.

Lalu, Anies Baswedan menolak reklamasi Teluk Jakarta, tetapi saat menjabat malah melenggangkan reklamasi itu. Serta Ganjar Pranowo yang juga tak lepas dari isu perusakan lingkungan, tapi hingga kini masih belum ada bukti konkret, sama seperti isu pelanggaran HAM yang menerpa Prabowo Subianto.

“Jika nanti salah satu menang, itulah pilihan terbaik masyarakat Indonesia. Tapi saya berharap, sebelum terpilih di Pilpres 2024, Anies, Ganjar dan Prabowo harus benar-benar menyelesaikan kasus-kasus yang menyeret nama mereka. Karena yang menang, harus menjadi presidennya masyarakat Indonesia, bukan presiden bagi partai pengusungnya,” katanya.

Aktivis lingkungan ini juga melihat kondisi lingkungan di Indonesia sudah sangat parah dan Presiden Indonesia selanjutnya harus memperbaiki, merestorasi dan memelihara dengan baik. Terutama menghentikan izin lingkungan dan tambang. Apalagi di Sumsel, lingkungan di beberapa daerah sudah dirusak dengan aktivitas pertambangan.

Jangan sampai galian-galian tambang malah dijadikan lokasi wisata, bukan direstorasi sesuai Undang-Undang (UU). Di menyebut, pengalihan galian tambang ke tempat wisata merupakan reklamasi kamuflase.

Arlan (35), Koordinator Advokasi Perkumpulan Sumsel Bersih Lestari mempunyai pandangan berbeda dari ketiga capres di Pilpres 2024 mendatang. Selain tersandung isu pelanggaran HAM, Prabowo Subianto juga terkesan masih membawa sistem di era orde baru (orba).

“Ketika Prabowo Subianto ditarik menjadi menteri, mungkin ini untuk meredam gesekan itu. Presiden Jokowi tidak ingin masyarakat terus memelihara perpecahan. Saya menilai, Presiden Jokowi tidak mau melanjutkan isu-isu yang menurut aktivis khususnya pelanggaran HAM, demi kepentingan rakyat. Walau begitu, Prabowo tetap berjiwa nasionalis,” ujarnya.

Lalu, Anies Baswedan dinilainya tidak terlalu banyak catatan hitam, namun cukup mengkhawatirkan jika dia menjadi Presiden ke-8. Karena kinerjanya membuat Arlan ragu, apakah rancangan Joko Widodo (Jokowi) yang sudah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim) serta pembangunan jalan tol.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Izin Tambang

Sedangkan sosok Ganjar Pranowo, menurut Arlan, merupakan capres yang benar-benar keturunan asli Indonesia. Namun banyak isu-isu perusak lingkungan yang dikaitkan dengan Ganjar Pranowo saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah (Jateng). Dan itulah yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Ganjar Pranowo untuk diselesaikan.

“Apalagi di Sumsel, wilayah yang paling tidak sehat adalah di Kabupaten Muara Enim dan Lahat, dengan eksploitasi tambang terbesar. Presiden terpilih nantinya, harus berani menghentikan eksploitasi tambang batubara itu, apalagi untuk kepentingan ekspor ke luar negeri. Eksploitasi tambang batubara sangat mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Sungai Enim dan Sungai lematang yang dulunya menjadi sumber mata air masyarakat sekitar, kini sudah tidak layak dikonsumsi karena dampak dari aktivitas pertambangan. Cadangan batubara juga hanya sekitar 40 tahunan lagi di Sumsel.

Jika terus dilakukan eksploitasi, selama itulah masyarakat akan terancam kehidupannya. Perputaran uang dari tambang batubara memang sangat besar untuk negara, tapi tidak sebanding dengan hajat hidup masyarakat sekitar.

Ada juga isu lahan gambut yang kini dialihfungsikan menjadi areal perkebunan dan hutan tanaman. Padahal lahan gambut adalah cadangan karbon terbesar di Sumsel, namun sekarang sudah masif pembukaan areal perkebunan HTI dan sawit.

“Masyarakat di Muara Enim dan Lahat banyak mengeluhkan perubahan lingkungan. Ketika musim hujan, debit air sungai sangat tinggi, sawah-sawah mereka hancur. Inilah yang perlu dievaluasi oleh Presiden ke-8 nantinya,” ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.