Sukses

Menyigi Keamanan Objek Wisata Bekas Tambang di Sawahlunto

Bekas-bekas tambang di Sawahlunto banyak yang dijadikan objek wisata.

Liputan6.com, Sawahlunto - Insiden ambruknya Dermaga Danau Kandi Kota Sawahlunto, menarik perhatian banyak pihak. Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat menilai bekas tambang tak seharusnya dijadikan objek wisata, melainkan direklamasi.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Sawahlunto, Nova Erizon mengatakan objek wisata yang sebelumnya merupakan bekas tambang sudah direklamasi, termasuk Danau Kandi yang memakan korban pada Rabu 26 Mei 2021.

"Iya objek wisata Danau Kandi dikelola di bawah Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Sawahlunto," katanya, Senin (31/5/2021).

Ia menyebut, sebelum dijadikan objek wisata, lubang bekas tambang tersebut sudah direklamasi dan melalui proses yang panjang.

Di bekas tambang itu, lanjutnya, sudah ditanami pohon seperti akasia. Daripada dibiarkan menjadi hutan belantara, Nova mengatakan, lebih baik dimanfaatkan sebagai objek wisata.

Terkait ambruknya Dermaga Danau Kandi, menurutnya, itu pelajaran penting bagi pihaknya. Ia menyebut saat ini investigasi dari pihak berwajib masih berlangsung.

Sementara Kepala Departemen Kajian Advokasi dan Kampanye WALHI Sumbar, Tommy Adam mengatakan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Kegiatan reklamasi, dia menjelaskan, bukan hanya sekadar mengembalikan fungsi ekosistem seperti sedia kala, tapi juga menjadi pencegah munculnya berbagai masalah kesehatan masyarakat karena kandungan logam berbahaya bila dibiarkan tergenang begitu saja.

"Jadi, jika bekas tambang itu akhirnya menjadi danau, artinya reklamasi tidak dilakukan pihak terkait sesuai prosedur yang ada," ujarnya.

Bagaimana pun, Tommy mengatakan, proses reklamasi adalah mengembalikan kondisi lahan seperti sediakala, jika sampai terbentuk danau-danau maka patut dipertanyakan proses seperti apa yang dilakukan perusahaan atau pemerintah.

"Sebelum melakukan pertambangan, perusahaan wajib menyiapkan uang reklamasi terlebih dahulu yang disetorkan ke rekening bersama yakni pemerintah daerah dan perusahaan itu sendiri," sebutnya.

Jika perusahaan setelah melakukan penambangan tidak melakukan kewajibannya untuk melakukan reklamasi, maka pemerintah melalui uang yang ada di rekening bersama itu bisa melakukan reklamasi.

Dengan kondisi sekarang, lanjutnya danau-danau tersebut tak seharusnya dijadikan objek wisata, tetap ditutup untuk umum karena air yang menggenang di bekas tambang mengandung zat berbahaya.

"Ironisnya, banyak warga di Kota Sawahlunto memanfaatkan air genangan bekas lubang tambang untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi pertanian setelah keberadaan tambang menghilangkan sumber air bersih mereka," ujarnya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.