Sukses

Ritual Ma'rompo Bamba, Cara Masyarakat Balla Mamasa Menangkal Wabah

Sejumlah tetua adat di Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasamelakukan ritual "Ma'rompo Bamba" atau memagari kampung untuk menangkal wabah penyakit tidak masuk ke daerah mereka

Liputan6.com, Mamasa - Sejumlah tetua adat di Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) melakukan ritual "Ma'rompo Bamba" atau memagari kampung. Ritual itu dimaksudkan untuk tolak bala atau menangkal sebuah wabah penyakit agar tidak masuk ke daerah mereka.

Mereka, para tetua adat melakukan ritual itu dengan memilih tempat di sebuah bukit yang jauh dari perkampungan, tepatnya di sebuah bukit yang terletak di Desa Balla Barat, Kecamatan Balla, Mamasa. Mereka bendong-bondong naik ke atas bukit itu dengan berjalan kaki dengan harapan kampung mereka bisa terhindar dari wabah mematikan.

Dalam pelaksanaannya, para tetua adat terlebih dahulu mempersipakan nasi lemang yang dimasak dalam bambu, kemudian mengorbankan tiga ekor ayam kampung. Daging ayam dan nasi lemang kemudian ditaruh di atas "kabombongan dan laludun" atau tempat menaruh sesaji. Kemudian seorang tetua adat akan mulai membaca beberapa kalimat yang berisikan doa sembari "ma’panggan" atau makan siri.

“Prosesi ritual adat ini dilakukan agar masyarakat bisa terhidar dari wabah penyakit, seperti virus Corona yang saat ini terjadi di mana-mana. Ritual ini memiliki tujuan agar penyakit tersebut tidak masuk di wilayah kami," kata Ketua Lembaga Adat Kecamatan Balla Thomas kepada Liputan6.com, Jumat (03/04/2020).

Thomas menambahkam, ritual Ma'rompo Bamba sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Kecamatan Balla. Ritual itu selalu dilakukan jika ada sebuah wabah penyakit yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

"Dulu orang tua di masyarakat Balla melakukan ritual Ma'rompo Bamba untuk mencegah wabah penyakit masuk dan menjangkit masyarakat kami," ujar Thomas.

Setelah melakukan ritual Ma'rompo Bamba, masyarakat diminta untuk melakukan "maperean" atau tidak melanggar semua aturan adat yang ada. Karena, akan ada sejumlah pantangan yang tidak bisa dilakukan atau dilanggar oleh masyarakat setelah ritual itu dilakukan, yang bisa membuat ritual jadi tidak manjur.

"Masyarakat diminta agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan atau melanggar hukum adat yang ada, seperti menumbuk padi di malam hari, menenun di malam hari, tidak berteriak-teriak dan tidak menjemur pada sore hari," jelas Thomas.

Karena itu, setelah ritual dilakukan masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lain agar tidak melanggar pantangan dan mereka juga akan selalu menjaga ketertiban satu sama lain.

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.