Sukses

Mengembalikan Tradisi Tolak Bala Warga Aceh di Tengah Pandemi Covid-19

Sejumlah kabupaten/kota di Aceh menggelar ritual keagamaan "tolak bala" untuk menangkal bahaya virus Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19, simak beritanya:

Liputan6.com, Aceh - Sejumlah kabupaten/kota di Aceh menggelar ritual keagamaan "tolak bala" untuk menangkal bahaya Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19. Budaya cum sejarawan Aceh mengatakan tradisi tersebut sebenarnya telah lama dilupakan namun muncul kini muncul kembali di Serambi Makkah.

Dari laporan yang dirangkum oleh tim Liputan6.com, tolak bala telah dimulai sejumlah kabupaten/kota sejak Selasa (17/3/2020). Dilakukan di kompleks pemakaman Syekh Hamzah Fansuri, Oboh, Kecamatan Runding, tolak bala berlangsung dengan rangkaian aktivitas berupa zikir, tahlil, salat sunat hajat, hingga doa bersama.

Pada hari yang sama, warga Lot Bener Kelipah, Kabupaten Bener Meriah menggelar tolak bala di menasah setempat. Pada malam harinya, giliran warga Teupin Kupula, Kabupaten Bireuen berkeliling kampung dengan menenteng obor sambil berzikir dan berdoa.

Pada Kamis malam (19/03/2020), beberapa daerah lain juga menggelar tolak bala. Di sepanjang jalan, arak-arakan warga Singgah Mata, Kabupaten Aceh Utara, menenteng obor sambil membaca "Waqul jaa-al haqqu wazahaqal baathilu innal baathila kaana zahuuqan."

Ribuan orang dilaporkan memenuhi lapangan bola kaki Keude Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, untuk menggelar doa dan zikir akbar yang dikenal dengan sebutan Rateb Seribee atau zikir seribu pada malam yang sama. Gelombang massa didominasi pengikut Abuya Amran Waly, pimpinan Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf (MPTT).

Beberapa daerah lain yang juga menggelar tolak bala yakni, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Kota Lhokseumawe. Namun, tidak menutup kemungkinan kegiatan serupa akan diikuti daerah lain dan terus dilakukan di provinsi paling barat selama masa pagebluk.

T Abdullah Sakti mengatakan bahwa tradisi tolak bala sudah tidak terdengar lagi menginjak tahun 80-an. Setahu dia masih dilakukan pada tahun 60-an saat wabah cacar melanda Pidie, dan saat itu dikenal dengan sebutan meujalateh.

Salah satu doa yang dibacakan oleh kerumunan adalah kutipan dari surat Al-Israa ayat 81. Maknanya kebatilan akan hancur, kebenaran akan datang

"Begitulah tujuan dari membaca doa atau ayat Waqul jaa-al haqqu wazahaqal baathilu innal baathila kaana zahuuqan itu," jelas budaya cum sejarawan yang lahir di Pidie itu kepada Liputan6.com, Jumat malam (20/03/2020).

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.