Sukses

Kisah Kasih Ipda Rochmat Merawat Puluhan Anak Asuh di Madiun

Tergerak hati saya. Karena kami sekeluarga masih bisa makan 3 kali dalam sehari. Anak itu, makan sehari sekali saja sangat susah.

Liputan6.com, Madiun - Hanya dengan modal percaya pasti ada rejeki dari Tuhan, Ipda Rochmat Tri Marwoto merawat puluhan anak asuh dengan berbagai latar belakang. Hal itu dilakukan oleh pria berusia 42 tahun itu sejak tahun 2007.

Di rumahnya di Desa Klegen Serut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rochmat mengasuh puluhan anak asuh. Bangunan rumah Ipda Rochmat cukup besar. Di depan ada semacam perpusatakaan, lalu di tengah ada rumah induk, sebelah timur ada asrama untuk anak asuhnya, musala sementara sebelah barat ada toko kelontong.

"Ya dari sini mulai mengasuh. Dari tahun 2007 silam. Bangunan yang sekarang jauh lebih baik daripada 12 tahun silam, Modalnya ada rejeki dari Tuhan," katanya, Jumat (26/7/2019).

Dia mengatakan, awalnya, sekitar 12 tahun silam dirinya mengasuh anak dengan latar belakang miskin yang hanya tinggal bersama neneknya. Sedangkan orang tua kandung si anak tidak tahu rimbanya. Dia menemukan anak asuhnya itu saat berlibur bersama anak dan istrinya.

"Tergerak hati saya. Karena kami sekeluarga masih bisa makan 3 kali dalam sehari. Anak itu, makan sehari sekali saja sangat susah. Saya minta ijin nyonya dan diperbolehkan," terangnya.

Anak asuh pertama itu bernama Ketut. Kemudian ada saja anak terlantar, anak yatim hingga korban broken home yang ditemukan.

"Ada yang nemu saat berkunung di rumah teman. Ada yang juga datang ke rumah kami," katanya.

Ipda Rochmat mengatakan, prinsipnya anak itu bagaikan kertas putih. Mereka tidak mempunyai salah apapun. Yang membentuk mereka adalah lingkungan.

Sehingga, jika menemukan anak jalanan selalu ditawari untuk ikut. Dia selalu memberikan masukkan kepada calon anak asuhnya, jika bisa menata hidup, kedepannya kehdiupan mereka jauh lebih baik dari sekarang.

Dia menyebutkan, total dari tahun 2007 hingga 2019 sudah ada 81 anak yang diasuh. Saat ini di rumahnya tinggal 18 anak asuh yang tinggal.

"Sisanya sudah kerja. Yang disini tinggal 18 anak. Usianya ada yang masih 1 tahun hingga 22 tahun. Paling besar ya sudah mahasiswa," kata pria berkulit hitam ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rezeki Mengalir

Ipda Rochmat mengaku, mengasuh puluhan anak tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, dan sekolah si anak.

Saat pertama mulai mengasuh Ipda Rochmat masih berpangkat Bripda.

"Apalagi saat mulai mengasuh anak dari Pacitan, saya punya dua dapur. Satu di Madiun, satu di Jakarta karena saya tugas di brimob Jakarta. Tapi kembali lagi, Tuhan pasti memberi rejeki," kata suami dari Hilmiya ini.

Menurutnya, rejeki itu mengalir. Karena setelah piket di Brimob Jakarta, Ipda Rochmat memilih bekerja sampingan menjadi tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Di Madiun, Ipda Rochmat juga harus mencari tambahan. Karena anak asuhnya pada tahun 2009 mulai bertambah. Dia memilih menyambi berjualan pulsa dan pembina pramuka di sekolah-sekolah.

"Alasannya sederhana. Di Madiun jaraknya dekat-dekat. Orang sudah punya kendaraan sendiri. Jadi ojek kurang laku. Akirnya saya jual pulsa, beli server pulsa," katanya.

Menurutnya, saat itu kerja jual pulsa cukup laku keras. Apalagi di rumahnya yang jauh dari perkotaan, tidak ada yang berjualan pulsa. Ia pun mengembangkan jualan pulsanya ke orang lain.

"Ya saya seperti pusatnya. Terus banyak orang yang ikut. Cukup jaya jualan pulsa saya dulu," katanya.

Di tengah-tengah kejayaan itu, ia mengaku juga semakin banyak menemukan anak asuh. Ada yang ditemukan di sekolah saat menjadi pembina pramuka. Ada juga dari garukan Satpol PP berupa anak jalanan.

"Kebanyakan kalau yang anak-anak sekolah itu pengen melajutkan kuliah tapi keluarganya tidak mempunyai biaya. Akhirnya saya bawa," terangnya.

3 dari 3 halaman

Semesta Merestui

Saat tahun 2014, dirinya terpaksa menjual server pulsanya. Biaya hidup semakin melambung tinggi. Banyak anak asuh yang harus menempuh pendidikan kuliah, tentu biaya tidak sedikit. 

"Laku ratusan juta rupiah. Padahal belinya hanya ratusan ribu saja. Saya lupa angka pastinya. Saat itu penting jual saja. Posisi yang beli tinggal menjalankan saja, karena sudah ada dowline," kata bapak tiga orang anak.

Dari menjual server pulsa itu kemudian membeli tanah hutan di Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Tapi karena uangnya tidak cukup, Ipda Rochmat yang kala itu berpangkat Brigadir memberanikan diri untuk berhutang ke bank.

"Jual server pulsa dan hutang pulsa. Untuk dapat tanah untuk bercocok tanam. Karena kebutuhan anak juga semakin banyak," katanya.

Dia pun mencoba bercocok tanam. Seperti menanam ketela, jagung, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Contohnya durian, jeruk, pisang sampai jambu. Hasilnya ada yang dijual, ada pula yang dimakan.

"Hasil kebunnya itu kami belikan gabah. Lalu gabahnya diselep jadi beras. Yang jelas beli gabah lebih murah dibanding beli beras," ucapnya.

Untuk buah-buahan yang ditanam hasilnya dijual di toko buah miliknya. Lagi-lagi hasilnya untuk biaya hidup. Semua usahanya selalu melibatkan anak asuhnya. Menurutnya, anak asuhnya harus mempunyai ketrampilan.

Selain keterampilan, anak asuhnya juga dibiasakan salat berjamaah di musala kecil rumahnya. Setelah magrib mereka juga harus mengaji bareng. Anak asuh yang paling besar mengajar ngaji.

"Kelak jika mereka lulus dan menghadapi kehidupan yang nyata mereka kuat. Mempunyai keterampilan," kata lulusan SCAPA 2005 ini.

Kisah pria kelahiran 22 Juni 1977 ini pun tercium masyarakat luas. Penghargaan datang dari korps coklat Bhayangkara. Puncaknya, dirinya mendapat semacam jalur khusus sekolah perwira pada tahun 2017.

"Saya tidak pernah bermimpi bisa sekolah perwira. Apalagi saat masuk polisi pangkat saya masih Tamtama. Kan susah buat menjadi perwira," jelasnya.

Lulus pada tahun 2018. dia kembali mengabdi sesuai harapannya di Madiun. Saat ini, Ipda Rochmat bertugas sebagai Kanit Binkamsa, Sat Binmas Madiun Kota.

Kebaikan hati Ipda Rochmat ternyata pernah disalahgunakan. Pada 15 Oktober 2018 lalu, ada yang mengaku dari PBB dan memberikan undangan penyerahan penghargaan. Penyerahan diserahkan oleh Leodewyk Pasulatan, perwakilan yang mengaku dari PBB.

Namun ternyata palsu. Perwakilan UNICEF Pulau Jawa, Arie Rukmantara memberikan keterangan bahwa PBB tidak pernah ada acara pada tanggal 15 Oktober 2018 di Jawa Timur.

"Saya langsung ditelepon itu dari pak Arie. Tapi bagi saya tidak ada masalah. Ada ataupun tidak penghargaan saya tetap mengasuh anak-anak," katanya.

Dirinya mengaku sudah sangat bahagia melihat anak asuh yang sudah behasil. Saat ini, dia sudah mempunyai 14 cucu dari anak asuhnya. Ada yang sebagai polisi, pegawai bank, karyawan BUMN, dan banyak lagi.

"Mereka selalu kesini untuk silaturahmi. Tetapi saya tidak memaksa. Saya bilang, keluarga sedarah dulu baru ke bapak dan ibu alias saya dan istri saya," katanya.

Simak video pilihan berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.