Sukses

Cabut Ijazah Alumni, Salah Satu Program Lawan Korupsi ala Muhammadiyah

Komitmen untuk mencegah korupsi sebanarnya sudah pernah dilakukan oleh PP Muhammadiyah pada 2000.

Liputan6.com, Yogyakarta Usai penandatangan nota kesepahaman (MoU) pencegahan tindak korupsi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir memaparkan lima langkah revolusioner yang sudah dan akan dilakukan oleh organisasinya. Komitmen untuk mencegah korupsi sebanarnya sudah pernah dilakukan oleh PP Muhammadiyah pada 2000.

“Apa yang dilakukan hari ini sebenarnya akselerasi dari langkah sebelumnya, orang saat ini menjadi semakin pintar untuk korupsi dan fokus kami adalah nilai dan budaya sehingga perlu pembiasaan orang untuk tidak korupsi,” ujar Haedar di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (18/7/2019).

Langkah pertama, Muhammadiyah akan memberikan edukasi di berbagai institusinya yang bekerja sama dengan masyakarat untuk menciptakan iklim budaya antikorupsi dan tertanam di alam pikiran korupsi itu haram. Menurut Haedar, langkah ini mirip dengan gerakan antimerokok yang sudah dicanangkan Muhammadiyah.

“Selain fatwa haram, Muhammadiyah juga menciptakan suasana yang semakin lama membuat orang yang korupsi merasa terasing dan menjadi duri,” tuturnya.

Kedua, ia akan terus mendorong berbagai institusi di pemerintahan melalui peran dakwah Muhammadiyah untuk memiliki political will terkait pemberantasan korupsi bukan hanya tugas KPK, melainkan tanggung jawab bersama. Bentuk upaya pencegahan tindak pidana korupsi dalam MoU dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan antikorupsi, pengkajian, pembangunan budaya antikorupsi.

“Bisa juga dalam bentuk lain seperti menjadi narasumber kegiatan bersama atau sendiri,” ucap Haedar.

Ketiga, Muhammadiyah menanamkan nilai-nilai dakwah yang membentuk karakter masyarakat Indonesia berbudi luhur, sehingga meraih kekuasaan dengan cara halalan thayibban.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cabut Ijazah Alumni Muhammadiyah

Haedar juga tidak segan menerapkan langkah keempat, yakni mencabut ijazah alumni institusi pendidikan Muhammadiyah yang terlibat korupsi, sebagai upaya strategis melawan korupsi. Ia menyetujui saran dari Ketua KPK Agus Raharjo untuk membuat upaya edukasi antikorupsi semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari.

“Cabut ijazah itu hal mudah yang bisa kami lakukan, saat ini kami akan membuat sistem yang lebih komprehensif sehingga bisa dilakukan lebih terstruktur di sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah,” kata Haedar.

Kelima, Muhammadiyah dan KPK RI akan melakukan penelitian lanjutan perihal hasil penelitian yang telah dilakukan oleh KPK RI atau lembaga penelitian di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah seluruh Indonesia dalam berbagai bidang.

Misal, pengadaan barang dan jasa milik pemerintah, korupsi pada bidang sumber daya alam, korupsi di sektor pertambangan, korupsi di sektor perkebunan, korupsi di sektor perdagangan dan peternakan serta pangan, yang terkait ekspor dan impor, serta pengkajian peraturan perundang-undangan yang berpotensi menimbulkan praktek praktek korupsi.

Kerja sama ini juga dilakukan untuk pembangunan budaya anti korupsi melalui kampanye dan sosialisasi antikorupsi oleh lembaga pengabdian masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah, baik ke seluruh tingkat lingkungan pendidikan Muhammadiyah maupun ke masyarakat luas. Hal ini juga mendorong pembangunan tata kelola yang baik dalam pengelolaan amal usaha milik Muhammadiyah.

 

3 dari 3 halaman

Sinergi dengan Ormas Besar di Indonesia

Ketua KPK Agus Raharjo menuturkan MoU pencegahan tindak korupsi sudah dilakukan dengan NU dan hal yang sama dilakukan juga dengan Muhammadiyah. MoU ini bertujuan untuk membentuk karakter bangsa.

“Muhammadiyah sudah lebih dulu punya kurikulum dan sistem untuk melawan korupsi dan akan disinergikan dengan sistem yang dimiliki KPK,” ujar Agus.

Ia menilai, Muhammadiyah sebagai oraganisasi massa besar di tanah air memiliki banyak masjid, pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi yang signifikan untuk membentuk karakter bangsa. Pemberdayaan rakyat juga diterapkan sehingga pada waktunya masyarakat bisa memberikan pengawasan secara signifikan pada jalannya pemerintahan.

Agus menyebutkan dampak dari korupsi merugikan rakyat, seperti merusak pasar, harga, dan persaingan usaha yang sehat.

“Ini biasanya dilakukan isntansi membeli barang dan pengajuan harganya lebih mahal ketimbang harga pasar, jadi susah membuat harga kompetitif di pasar,” ucapnya.

Selain itu, korupsi juga menyebabkan kejahatan lain berkembang, seperti pencucian uang, penyalahgunaan jabatan, dan penipuan. Korupsi meruntuhkan hukum dan merusak proses demokrasi.

“Pada akhirnya korupsi menurunkan kualitas hidup atau kualitas pembangunan berkelanjutan,” tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.