Sukses

Sedapnya Nyaneut, Minum Teh Bersama di Garut

Budaya nyaneut alias minum teh bersama sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Garut, Jawa Barat.

Liputan6.com, Garut - Dinginnya cuaca malam dengan pancaran terang bulan di atas langit Garut, tak menghalangi ribuan warga Cigedug, Garut, Jawa Barat memasuki area lapangan Situgede, Cigedug tempat berlangsungnya acara Nyaneut.

"Festival malam ini untuk yang ke lima," ujar Ketua Festival Nyaneut, Dasep Badrussalam, di lokasi kegiatan, Minggu, 21 Oktober 2018, malam.

Menurut Dasep, festival tahunan ngeteh bersama warga Garut itu, sudah termasuk agenda rutin tahunan pemda kota intan dalam lima tahun terakhir. Ribuan warga tumpah ruah menyaksikan acara itu.

Nyaneut bagi warga Cigedug adalah hajatan warga, festival itu bertujuan melestarikan pentingnya budaya ngeteh bagi masyarakat sekitar.

"Apalagi buat generasi muda yang lebih doyan minuman ringan bersoda, ngeteh mungkin dianggap ketinggalan zaman," kata dia.

Dasep menjabarkan, budaya nyaneut atau minum teh bersama bagi warga Garut, terutama Cigedug memang sudah berlangsung lama. Dalam catatan sejarah kebudayaan lokal, kebisaan itu dimulai tahun 1728 yang dibawa oleh Wali Songo.

"Dulu para wali saat mengumpulkan masyarakat dalam menyebarkan agama, selalu ngeteh dulu atau nyaneut," kata dia.

Khusus di area dekat perkebunan teh, budaya nyaneut sudah menjadi tradisi masyarakat, tak ayal di beberapa area perkebunan teh seperti Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bogor, budaya nyaneut selalu dilangsungkan.

"Nyaneut itu maknanya merekatkan silaturahmi antarwarga," kata dia.

Bahkan, dalam beberapa catatan literatur dan cerita turun-temurun masyarakat sekitar, kabupaten Garut termasuk salah satu penghasil teh terbesar di pulau Jawa, sebagai komoditas utama dagangan Belanda di Eropa.

"Makanya kita harus bangga untuk tetap melestarikan kekayaan budaya lokal ini," kata dia.

Dalam pelaksanaannya, panitia menyedikan puluhan meja jongkok panjang berderet di tengah lapangan, untuk menyimpan ratusan gelas cangkir berisi teh hangat yang terbuat dari seng.

Sementara, warga serta tamu atau pengunjung yang datang, dengan sendirinya akan mengambil posisi duduk yang cocok menghadap sebuah panggung besar, sambil menikmati sajian teh plus pementasan gelar budaya.

Selain sajian teh hijau hangat yang menggoda, festival nyaneut juga menawarkan ragam macam makanan tradisional cuci mulut pendampingnya yang terbilang alami, sebut saja kacang rebus, singkong, ubi jalar, siem atau waluh istilah warga sekitar ikut tersedia.

"Tinggal bayar Rp 50 ribu, Anda sudah bisa menikmati sepuasnya," ujar Dasep menambahkan

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rintisan Menjadi Ikon Global

Di tengah cuaca kawasan Cigedug yang terkenal dingin menggigil, acara nyaneut memang semakin seru dengan tampilan kesenian lokal yang cukup menghibur, seperti marawis, kaulinan barudak lembur, geprak tongkat, terebangan, orasi budaya, angklung buncis, karinding, hingga gelaran wayang golek sebagai penutup kegiatan.

Anggota Komisi Pendidikan DPR Ferdiansyah mendukung penuh gelaran itu. Menurutnya, festival nyaneut harus mampu naik kelas menjadi kegiatan wisata dunia dari Garut.

"Kenapa di Jepang ada budaya minum teh, kok di Garut penghasil teh kelas dunia tidak ada," ujar dia menyindir.

Menurutnya, sejak zaman penjajahan Belanda, teh hijau Garut terutama dari daerah Bayongbong, Cigedug dan Cikajang, sudah menjadi komoditas unggulan teh dunia. Namun, seiring berjalannya waktu, pamor mereka justru redup.

"Makanya nyaneut ini harus dijadikan media untuk mengangkatnya kembali," pinta dia.

Dalam lima tahun perjalanannya, lembaganya menilai, festival nyaneut berpotensi menjadi magnet objek wisata baru untuk menarik jumlah wisatawan baik lokal maupun global. "Ke depanya buat lagi kegiatan ini agar lebih atraktif dengan ragam kesenian," kata dia.

Dengan upaya itu, ia berharap festival nyaneut bisa menjadi agenda rutin tahunan yang digelar secara periodik oleh pemerintah, baik pusat atau daerah.

"Kita targetkan lima tahun lagi menjadi kalender provinsi Jabar, 10 tahun lagi atau 2028 menjadi agenda kalender nasional," ujar dia berharap.

Jhon, (50), salah seorang pengunjung lokal warga Garut Kota mengaku terkesan dengan tingginya animo warga dan pengunjung yang menikmati festival itu. Menurutnya, kegiatan tersebut layak dijadikan agenda wisata nasional ke depan.

"Kan kalau daerah lain festival ngopi, di Garut ada ngeteh nyaneut," kata dia.

Dengan banyaknya kegiatan tradisional disajikan di dalamnya. Abang panggilan akrab di kalangan penggiat Komunitas Informasi Masyarakat (KIM) Garut ini, menilai festival nyaneut mampu merekatkan silaturahmi warga. "Istilahnya dengan ngeteh kita bisa tepo sono antar lintas generasi," kata dia.

Ia pun berharap agar Kementerian Pariwisata bisa memasukkan agenda festival nganeut, dalam daftar wisata unggulan nasional dari Garut yang wajib dipublikasikan "Ini kan sudah langka juga, jadi pas kalau dikembangkan lagi," pinta dia.

Meskipun hanya satu tahun sekali, tidak ada salahnya merencanakan menikmati festival itu. Arahkan rute kendaraan menuju lapangan Situgede, Cigedung tidak jauh dari jalan raya Cikajang-Garut, atau hanya satu jam perjalanan dari wilayah Garut kota.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.