Sukses

2 Wajah Pangeran Diponegoro Saat Penangkapan 188 Tahun Lalu

Penangkapan Pangeran Diponegoro. Momentumnya sama, detail adegan sama. Namun, lukisan Raden Saleh dan lukisan Nicolaas Pieneman berbeda.

Liputan6.com, Semarang Jika ingin membuktikan bahwa penjahat, pecundang, dan pahlawan perbedaannya sangat tipis, lihatlah dua versi lukisan "Penangkapan Diponegoro." Tepat 188 tahun lalu, Pangeran Diponegoro ditangkap ketika dijebak dalam sebuah perundingan.

Momentum penangkapan ini memang disajikan dengan apik oleh maestro lukis realis, Raden Saleh. Tak hanya Raden Saleh, momentum penangkapan juga disajikan secara visual oleh pelukis Belanda, Nicolaas Pieneman.

Bowo Kajangan, pelaku seni rupa di Semarang, menyebutkan dua lukisan penangkapan Diponegoro itu diberikan kepada Raja Willem II sebagai hadiah. Nasib dua lukisan berbeda dengan momentum sama itu juga berbeda. Lukisan Raden Saleh dipajang di Istana Merdeka, Jakarta. Sedangkan lukisan karya Nicolaas Pieneman dipajang di Rijks Museum, Amsterdam, Belanda.

"Dua lukisan itu sangat berbeda perspektifnya. Lukisan Raden Saleh lebih dekat secara emosional kepada bangsa Indonesia, sedangkan lukisan Pieneman melihat momentum dari kacamata Belanda," kata Bowo, Rabu (28/3/2011).

Diponegoro sendiri ditangkap melalui sebuah strategi Kolonel Cleerens, seorang perwira Belanda. Strategi itu bagi bangsa Indonesia dipandang sebagai strategi licik dan tak sportif. Sementara bagi Belanda itu merupakan sebuah strategi brilian.

"Dua lukisan itu menggambarkan sudut pandang penangkapan dari orang Indonesia dan orang Belanda," kata Bowo Kajangan.

Dalam perspektif penangkapan Diponegoro yang dikembangkan di Indonesia, penangkapan diawali dengan ajakan berunding. Perundingan ternyata tak pernah berlangsung, Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, Sulawesi Utara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Judul = Sudut Pandang?

Dalam dua lukisan berbeda itu, keduanya sama-sama menggambarkan situasi ketika Panglima Belanda Jenderal De Kock meminta Diponegoro untuk masuk ke dalam kereta yang akan membawanya ke pengasingan usai ditangkap. Perbedaan utama dalam dua lukisan itu pada gestur Diponegoro.

"Nicolaas Pieneman menggambarkan Diponegoro tertunduk dan mengikuti perintah. Latarnya adalah tangisan para pengikutnya," kata Bowo.

Sementara itu dalam lukisan Raden Saleh, digambarkan bahwa Diponegoro sedang dipegang beberapa tentara Belanda. Gestur dan tatapan matanya menunjukkan adanya perlawanan.

"Ada nafas nasionalisme, kekaguman dan kecintaan pada sosok Diponegoro dalam lukisan Raden Saleh," kata Bowo.

Momentum yang sama ditandai dengan penggambaran dua lukisan yang memiliki detail sama. Kedua lukisan menggambarkan Diponegoro berjubah putih, celana, dan jaket. Tangan memegang tasbih dan berserban hijau.

"Kalau mau melihat perspektif pelukisnya, lihatlah judulnya. Nicolaas Pieneman memberi judul 'Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock'. Sedangkan Raden Saleh memberi judul lukisannya 'Penangkapan Pangeran Diponegoro'. Dari situ terlihat banget," kata Bowo.

 

3 dari 4 halaman

Drama vs Formal

Lukisan Pieneman dalam judul aslinya De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock. Sedangkan lukisan Raden Saleh judulnya Gefangennahme von Prinz Diponegoro.

Sementara itu sejarawan Universitas Oxford, Peter Carey, dalam sebuah kesempatan menyebutkan bahwa kekakuan dan keresmian terpancar kuat dari lukisan Pieneman.

"Lukisan Raden Saleh diperkaya oleh nuansa kesedihan dan drama, dengan gambaran sikap keras para perwira Belanda yang berlawanan dengan wajah-wajah sendu pengikut Diponegoro," kata Peter Carey.

4 dari 4 halaman

Penjelasan Werner Krauss

Lukisan Penangkapan Diponegoro versi Pieneman diselesaikan ketika Raden Saleh masih menempuh pendidikan di Belanda. Dalam lukisan itu, tanda kegemilangan pemerintah kolonial Belanda tampak jelas. Bendera merah-putih-biru berkibar di belakang gedung pertemuan.

Wajah sang Pangeran juga digambarkan feminin, dengan tangan Jenderal De Kock menunjuk, seolah mengusir Pangeran Diponegoro menuju keretanya. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga ada di anak tangga di bawah De Kock, seolah menggambarkan adanya perbedaan derajat di antara mereka.

Menurut Werner Krauss, Pieneman menggambarkan Diponegoro melalui ekspresi bahasa tubuhnya bahwa ia menerima penaklukkannya. Diponegoro dan para pengikutnya secara fisik dilukiskan menerima keputusan Jenderal De Kock bahwa keputusan itu baik, seperti seorang ayah yang menunjukkan jalan kepada salah seorang putranya yang salah asuh. Tidak ada bantahan, kehebohan, serta melalui sandiwara yang mengejek, berkibar bendera tiga warna Belanda.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.