Sukses

Pemerintah Janji Harga Beras Tak Anjlok Usai Panen Raya

Dengan pengendalian swasembada padi hingga bisa menyambut panen raya, masih perlukah impor beras?

Liputan6.com, Garut - Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian RI, Banun Harpini mengatakan, pemerintah tengah berupaya keras menekan harga beras yang terus naik akhir-akhir ini.

"Makanya kami meminta agar Bulog menyerap sebanyak mungkin gabah kering petani sesuai ketentuan harga pemerintah," ujarnya dalam panen raya pertama sekaligus gerakan Serap Gabah di Desa Karang Sari, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Selasa (23/1/2018).

Ketua Tim Penanggung Jawab Upaya Khusus Swasembada Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus Pajale) Provinsi Jawa Barat itu mengatakan, meroketnya harga beras saat ini, disebabkan stigma masyarakat yang menyatakan bahwa periode Januari-Februari stok beras berkurang akibat petani belum panen raya.

Akibatnya, permintaan beras menjadi melonjak. Padahal sejak adanya upaya Upsus, kata dia, pola tanam dan panen petani sudah bisa diprediksi sejak awal.

"Sekarang bisa dikatakan setiap hari ada tanam dan panen, memang beda-beda antarkabupaten, kayak Pantura tanam semua, selatan panen semua," kata dia.

Stigma itu kemudian dimanfaatkan para tengkulak memainkan harga dari petani. "Pemain bisa main di area stigma masyarakat itu, kunci ya bagaimana kita bisa jaga pasokan melalui serapan gabah ini," ujarnya.

Untuk itu, memasuki musim panen tahun ini, pemerintah berupaya mengoptimalkan peran Bulog untuk menyerap gabah dari petani. Tujuannya agar harga tidak jatuh saat panen raya.

"Karena memang sudah diamankan pemerintah seperti itu," ujarnya.

Tim Upsus Jawa Barat mencatat pada periode Januari-Februari tahun ini, luas wilayah panen padi Jawa Barat mencapai 320 ribu hektare. Rinciannya sekitar Januari ada 100 ribu hektare luasan lahan siap panen, sedangkan Februari mencapai 220 ribu hektare lahan siap panen.

"Di Garut sendiri ada sekitar 15 ribu hektare atau 16 persen dari luasan potensi panen Jawa Barat," kata dia.

Sedangkan, target serapan gabah kering yang dicanangkan pemerintah secara nasional tahun ini mencapai 3,7 juta ton. Rinciannya sebanyak 1 juta ton untuk beras rastra (masyarakat pra sejahtera), 1,2 juta ton dibeli sesuai harga pasar, dan 1,5 juta ton sesuai harga komersial.

"Makanya peran bapak-bapak di sini sangat menentukan harga beras di masyarakat," kata dia.

 

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Target Panen Beras Jabar

Khusus Jabar, sebagai tiga lumbung beras nasional selain Sumatera Barat dan Bali, pemerintah menargetkan serapan gabah tahun ini mampu melampaui serapan gabah 2016, yakni hingga 1,3 juta ton secara nasional.

"Jelas ini prestasi mampu berkontribusi hingga 18 persen dari total produksi beras nasional," kata dia.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Garut Rudi Gunawan menyatakan, saat musim panen raya berlangsung, ia justru khawatir masuknya beras impor yang berpotensi memukul harga gabah petani lokal.

Untuk itu, ia meminta jaminan sekaligus kepastian dari Bulog agar menyerap gabah petani sesuai dengan harga yang ditentukan pemerintah berapapun jumlahnya.

"Memang kami belum memiliki silo (aturan) yang memadai," kata dia.

Untuk menjaga cadangan lahan pertanian dari ancaman alih fungsi menjadi kawasan industri, permukiman dan lainnya, pihaknya telah menyiapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) hingga 36 ribu hektare.

"Makanya saat ada rencana industrialisasi pabrik, kami terkendala dengan lahan itu," kata dia.

Melihat lahan yang ada, ujar Rudy, Kabupaten Garut berpotensi menghasilkan gabah kering hingga 800 ribu ton per tahun atau sekitar 450 ribu ton beras dari petani. "Sayangnya, karena belum optimal, kita baru sanggup menghasilkan 150 ribu ton beras," ujarnya.

Perwakilan Kantor Wilayah BNI Jabar Haris Handoko menyatakan, untuk membantu meningkatkan serapan gabah kering petani, ia telah menganggarkan hingga Rp 1,2 trilun bagi pendanaan kelompok usaha rakyat (KUR). "Potensi gabah di Jawa Barat ini luar biasa besar sekali," kata dia.

Ia berharap penyediaan modal melalui program korporasi pertanian, mampu menaikan harga pembian gabah kering dari petani. "Saya juga mengundang BUMN lain untuk membangun empat floating sentra gabah di Garut, agar memudahkan pembelian gabah," kata dia.

3 dari 4 halaman

Padi Organik

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut Beni Yoga menambahkan, untuk memberikan nilai tambah harga yang optimal bagi petani, lembaganya gencar mengampanyekan penanaman padi organik.

"Kami libatkan juga BUMDES untuk membantu packing dan labeling agar beras yang dihasilkan mampu bersaing dengan yang lain," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Banun tak lupa memberikan apresiasi bagi tim Upsus Jawa Barat yang telah berhasil menerapkan budidaya tani dan pengendalian hama tahun 2017 hingga dapat mencapai suplus 228.000 ton gabah.

"Penyaluran surplusnya, saat ini masih diserahkan ke pedagang dalam bentuk gabah di Pasar Cipinang," ujar dia.

4 dari 4 halaman

Purwakarta Surplus Beras

Jumlah hasil produksi padi selama 2017 di Purwakarta mengalami surplus. Berdasarkan data yang dilansir Dinas Pangan dan Pertanian setempat, diketahui indeks penanaman mengalami peningkatan, yang awalnya satu kali tanam menjadi dua bahkan tiga kali tanam dalam setahun.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan mengatakan, 2017 menjadi tahun berkah bagi Purwakarta. Pasalnya, tidak ada istilah tidak panen bagi petani di wilayah itu. Bahkan, area sawah yang dipanen per harinya mencapai 30 hektare.

"Ini merupakan hal positif. Setiap hari di Purwakarta selalu ada panen," kata Agus saat ditemui di kantornya, Senin, 22 Januari 2018.

Menurut Agus, para petani di Purwakarta menanam area sawah seluas 42.550 hektare selama 2017. Sebanyak 6,3 ton gabah kering giling (GKG) diperoleh petani dari per hektarenya. Secara keseluruhan, para petani tersebut berhasil memanen padi sebanyak 268.097 ton GKG.

Jumlah tersebut masih harus dikalikan dengan 0,6247 sebagai nilai konstanta konversi Gabah Kering Giling ke beras, sehingga jumlahnya menjadi 167.480 ton beras. Sedangkan, konsumsi beras di Purwakarta mencapai 147.150 ton per tahun. Dengan begitu, kabupaten kedua terkecil di Jawa Barat itu memiliki surplus 20.330 ton beras.

Karena mengalami surplus, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memandang daerahnya belum membutuhkan beras impor. Ia meminta seluruh stakeholder mengubah regulasi dan pengelolaan distribusi beras tanpa harus impor.

"Impor beras belum perlu. Selama ada stok di Gudang Bulog dan petani, saya kira tidak perlu impor beras. Ubah saja regulasi dan pengelolaan distribusi," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.