Sukses

KPU Targetkan Hasil PSU di Kuala Lumpur Rampung Sebelum Rekapitulasi Nasional Berakhir

Pemungutan suara ulang Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia rencananya akan digelar pada 9 dan 10 Maret 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menargetkan, hasil rekapitulasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPN) di Kuala Lumpur harus selesai sebelum tahapan rekapituasi nasional Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berakhir.

"Jadi direncanakan, tapi kami pastikan lagi, rencananya PSU metode KSK (Kotak Suara Keliling) adalah pada Sabtu 9 Maret 2024, lalu metode TPS pada Minggu 10 Maret 2024," kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024).

Apabila PSU metode KSK telah selesai dilaksanakan, maka hasilnya harus bisa segera disampaikan kepada PPLN setempat.

"Sehingga besoknya kalau pemungutan suara metode TPS selesai, maka penghitungannya akan bersamaan dengan metode TPS. Diharapkan 12 Maret sudah ada rekapitulasi untuk PPLN KL (Kuala Lumpur)," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat bersama dengan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Kantor KPU RI, Jakarta.

Kegiatan ini dilaksanakan untuk membahas terkait rencana Pemungutan Suara Ulang (PSU) di luar negeri yakni Kuala Lumpur, Malaysia.

"Sebagaimana kita ketahui, beberapa waktu yang lalu, Panwas Pemilu luar negeri terutama Panwas Pemilu di Kuala Lumpur menyampaikan rekomendasi dan juga kemudian oleh Bawaslu pusat diteruskan kepada KPU Pusat rekomendasi untuk pemungutan suara ulang 2 metode Pemilu di Kuala Lumpur," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/2/2024).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tiga Metode PSU di Luar Negeri

Ia menjelaskan, PSU di luar negeri ada tiga metode yakni metode Tempat Pemungutan Suara (TPS), Kotak Suara Keliling (KSK) dan metode pos.

"Nah oleh Bawaslu direkomendasikan yang diulang adalah pemungutan suara untuk metode pos dan KSK. Oleh karena itu, secara teknis pelaksanaannya KPU sudah menyiapkan rancangannya, termasuk durasi waktunya, kegiatan-kegiatan apa saja," jelasnya.

Ia menyebut, rekomendasi Bawaslu terkait dengan PSU di Kuala Lumpur harus dimulai dari pemuktahiran data pemilih. Oleh karenanya, langkah pertama KPU yakni melakukan pemutakhiran data pemilih.

"Dari mana basisnya? Tentu saja dari DPT yang kemarin dijadikan dasar untuk pemungutan suara atau Pemilu di Kuala Lumpur. Dari situ nanti akan kita jadikan bahan awal untuk pemutakhiran, dan juga nanti kita cocokkan, metode pemilih untuk metode KSK yang tidak ada di DPT," sebutnya.

"Misalkan DPTb pindah milih, kemudian DPK (Daftar Pemilih Khusus) yang sama sekali belum masuk ke dalam DPT, yang hadir menggunakan hak pilih KSK, itu kan belum ada di DPT. Nah nanti juga kita masukkan untuk jadi bahan penyusunan DPT PSU di Kuala Lumpu," sambungnya.

Setelah adanya data tersebut, nantinya mereka akan mengkroscek dengan daftar hadir untuk Pemilu yang menggunakan metode TPS. Baik daftar hadir pemilih yang berasal dari DPT, DPTb, maupun DPK.

"Karena kalau dia sudah hadir metode TPS, maka tidak bisa lagi dia nyoblos atau PSU karena sudah di layani pada waktu PSU. Jadi kami juga harus hati-hati betul dalam pemuktahiran data pemilih ini," ucapnya.

 

3 dari 3 halaman

Bawaslu dan KPU Kaji Persiapan PSU di Kuala Lumpur

Secara terpisah, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menambahkan, saat ini pihaknya tengah membahas pemutakhiran data untuk PSU di Kuala Lumpur. Hal ini pun juga tengah dikaji oleh KPU.

"(Pemutakhiran data pemilihnya) Ya makanya kita akan bahas, teman-teman KPU sekarang lagi mengkaji, kemudian dalam beberapa hari ke depan akan ada proses di KL (Kuala Lumpur). Kita harapkan demikian, karena kan diharapkan sebelum tanggal 20 Maret itu sudah ada pemungutan dan penghitungan suara di KL," ujar Bagja.

Kemudian, saat disinggung soalnya adanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak berdokumen atau undocumented. Menurutnya, mereka tetap harus memiliki paspor.

"Enggak boleh undocumented loh, kan harus ada paspor. Paspor kan tanda warga negara. Basis DPT itu seharusnya pemutakhiran data pemilih apakah yang bersangkutan tinggal di situ atau tidak. Kalau tidak tinggal di situ ya, jadi masalah karena itu data tahun 2019 yang dimutakhirkan seharusnya," ungkapnya.

"Tapi rupanya misalnya temuan kita di lapangan ada yang nomor paspornya nomor paspor lama baru bisa dia masuk DPT. Berarti kan tidak ada pemutakhiran jangan-jangan, atau ada pemutakhiran tapi tidak lengkap," tambahnya.

Pihaknya pun berharap agar KPU bisa memperbaiki daftar pemilih di Kuala Lumpur. "Memang agak mepet pada saat ini. Tapi ini penting untuk pembelajaran ke depan," pungkasnya.

 

Reporter: Nur Habibie

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini