Sukses

Bareskrim Polri Kembali Tolak Laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia soal Pemilu 2024 Meski Ajak Roy Suryo

Bareskrim Polri kembali menolak laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terkait dugaan pelanggaran Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri kembali menolak laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terkait dugaan pelanggaran Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Laporan TPDI tersebut masih menyoroti soal Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia atau KPU RI.

Koordinator TPDI Petrus Selestinus mengaku telah melengkapi apa yang kurang dalam pelaporan pertamanya pada Jumat 1 Maret 2024 pekan lalu. Demi menguatkan laporannya, TPDI bahkan membawa Pakar Telematika Roy Suryo.

"Hal-hal teknis yang dijelaskan harus dijelaskan berdasarkan ilmu informasi dan transaksi elektronik. Adapun yang punya temuan adalah Roy Suryo, maka hari ini mas Roy dengan sukarela mau hadir untuk melengkapi," ujar Petrus di Bareskrim Polri, Jakarta melalui keterangan tertulis, Senin (4/3/2023).

Meski demikian, lanjut dia, upaya melaporkan jajaran komisioner KPU dan pembuat Sirekap tersebut kembali ditolak Bareskrim. Petrus pun mengaku kecewa.

Sebab, menurut dia, TPDI telah mengikuti semua arahan pihak Bareskrim saat laporan pertama ditolak. Pihak Bareskrim berpadangan, dugaan pelanggaran Pemilu merupakan kewenangan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

"Padahal, informasi yang mau disampaikan TPDI dan Perekat Nusantara adalah dugaan tindak pidana. Ini menyangkut pelanggaran hukum, menyangkut kejahatan politik tingkat tinggi, menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional," kata Petrus.

Sentra Gakkumdu terdiri dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kejaksaan, dan kepolisian. Sentra Gakkumdu bertugas memproses kasus-kasus dugaan tindak pidana Pemilu.

"Kami sudah lampirkan surat yang diusulkan penyidik. Kami tidak rela dibawa ke Gakkumdu atau Bawaslu, karena ini masalah besar," jelas Petrus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Permintaan Roy Suryo

Sementara itu, Roy Suryo sebelumnya mengaku diminta TPDI untuk memberikan bukti dengan kesaksiannya sebagai ahli, untuk membedah forensik IT KPU. Selain Roy, ahli lain juga dihadirkan.

"Saya akan menjelaskan bukti-bukti apa yang ada. Itu memperkuat bahwa bukan hanya soal kecurangan tapi tindakan melawan hukum yang itu jelas ranahnya ada di Bareskrim," ucap Roy.

Dia menjelaskan, ada berbagai dugaan masalah yang ditemukan. Salah satunya, kata Roy, ada data yang diduga tidak sesuai.

"Adanya angka-angka yang tidak wajar dan membuat kegaduhan, ini yang paling penting. Artinya adanya Sirekap ini konsen kita ke KPU itu membuat keresahan di masyarakat bahkan perpecahan di masyarakat," ujar Roy.

Laporan TPDI terkait dugaan yang sama juga ditolak Bareskrim Polri. Pihak Bareskrim menyarankan TPDI membuat dumas, alias pengaduan masyarakat. Dijelaskan, alasan laporannya ditolak karena tidak menjelaskan secara detail tentang aplikasi Sirekap yang dipersoalkan.

 

3 dari 5 halaman

Hendak Laporkan KPU RI soal Pemilu 2024, Tim Pembela Demokrasi Indonesia Ditolak Bareskrim Polri

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mendatangi Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) guna melaporkan dugaan pelanggaran terkait dengan tahapan proses dan hasil Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

"Yang hampir selama dua bulan ini menjadi perdebatan publik yang tidak berkesudahan. Banyak fakta, banyak analisa, banyak pendapat yang tersebar di berbagai forum bahkan di media sosial, tetapi kita melihat Polri belom mengambil langkah-langkah untuk menyelidiki pro-kontra masyarakat tentang hasil Pemilu itu sendiri," ujar Koordinator TPDI Petrus Selestinus, melalui keterangan tertulis, Jumat 1 Maret 2024.

"Sehingga kami mengambil langkah datang kesini untuk mendapatkan kepastian supaya masyarakat jangan dibiarkan pro dan kontra," sambung dia.

Petrus menyebut, TPDI hendak melaporkan Ketua hingga Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta pembuat Sirekap. Ada pun Sirekap merupakan Sistem Informasi Rekapitulasi yang dikembangkan dan digunakan oleh KPU untuk perhitungan suara pada Pemilu 2024.

"Pertama, kita minta Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan anggotanya enam orang itu supaya didengar. Kemudian juga karena disebut-sebut bahwa Sirekap itu adalah hasil kerjasama antara KPU dan ITB, maka rektor ITB perlu didengar juga untuk menjelaskan apakah betul sirekap yang sekarang jadi perdebatan publik itu produk dari ITB," ucap Petrus.

Lebih lanjut dalam pelaporan ini, dia mengaku membawa bukti, tetapi tidak dirinci. Namun, pada akhirnya laporan ditolak oleh Bareskrim Polri dan hanya disarankan membuat pengaduan masyarakat (dumas).

 

4 dari 5 halaman

Alasan Laporan Ditolak

Petrus menjelaskan, alasan laporannya ditolak karena harus menjelaskan secara detail tentang Sirekap itu sendiri. Sementara, Petrus mengaku orang awam yang tak mengerti secara detail soal Sirekap.

"Dan memang mereka sarankan kirim surat langsung ke Kabareskrim dengan mekanisme dumas. Kita enggak ngerti dumas yang model apalagi. Jadi, kami akan mengubah dengan membuat surat resmi kepada Kabareskrim nanti hari Senin kami kirim surat dengan substansi yang sama dan kita minta juga supaya pihak-pihak yang harus bertanggungjawab pada persoalan pro-kontra ini diperiksa," tandas Petrus.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) kembali memperbaiki data anomali yang diunggah ke laman Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, sejak data masuk 15 Februari hingga 27 Februari 2024, pihaknya telah mengoreksi data anomali yang diunggah dari 154.541 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Untuk Pemilu presiden dan wakil presiden sebanyak 154.541 TPS," kata Hasyim di Jakarta, Rabu 28 Februari 2024.

 

5 dari 5 halaman

Hasil Koreksi Sirekap, KPU Temukan Data Anomali Pilpres 2024 di 154.541 TPS

Hasyim menambahkan, selain data pemilu presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024, pihaknya juga mengoreksi data untuk pemilihan legislatif DPR RI di 13.767 TPS dan untuk DPD RI di 16.450 TPS.

"Data anomali hasil koreksi untuk pemilihan DPRD provinsi dikerjakan KPU provinsi, sementara untuk data anomali untuk DPRD kabupaten/kota dikerjakan oleh KPU kabupaten/kota," ucap dia.

Hasyim beralasan, data anomali harus dikoreksi sebelum diunggah ke laman Sirekap. Hal itu disebabkan karena pembacaan sistem milik KPU yang terjadi kekeliruan usai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengunggah foto formulir model C-Hasil suara.

"Secara sistem bisa membaca angka hasil konversi itu anomali. Kenapa? Kalau di dalam negeri TPS itu maksimal 300 (DPT) begitu ada angka di atas 300 pasti anomali. Itu yang kita koreksi," kata dia.

Hasyim memastikan, usai data anomali diperbaiki dan disinkronisasi dengan formulir C-Hasil suara. Maka, kata dia, apa yang nampak di publik melalui laman KPU adalah angka yang sebenarnya.

"Sehingga kemudian, kemarin agak tersendat karena kita cek ulang, ketika sudah clear, sudah sama atau sudah sinkron, baru kita unggah supaya tidak kerja dua kali," Hasyim menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.