Sukses

Penjelasan Menperin soal Emisi Mobil Listrik Masih Besar Dibanding Kendaraan Konvensional

Emisi kendaraan listrik akan jauh lebih rendah jika energi listrik yang digunakan untuk proses produksi dan saat mengisi baterai berasal dari energi bersih yang ramah lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian menjelaskan, dampak emisi selama siklus hidup kendaraan dipengaruhi oleh sumber energi yang digunakan. Salah satunya, adalah yang dipakai oleh mobil listrik, yang didapat dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan masih disebut fosil.

Emisi kendaraan listrik akan jauh lebih rendah jika energi listrik yang digunakan untuk proses produksi dan saat mengisi baterai berasal dari energi bersih yang ramah lingkungan.

"Sehingga, harapannya dekarbonisasi sektor kelistrikan dapat membantu mengurangi penggunaan fase emisi pada kendaraan listrik baterai," jelas Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan resmi, Selasa (17/10/2023).

Agus memberikan perbandingan, berdasarkan studi Polestar dan Rivian pada 2021 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik yang dilaporkan pada Polestar and Rivian Pathway Report (2023), selama siklus hidupnya, emisi yang dihasilkan kendaraan listrik lebih rendah, yaitu 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e), dibandingkan kendaraan listrik hybrid (HEV) sebesar 47 tCO2e, dan kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) yang mencapai 55 tCO2e.

Life Cycle Emissions menunjukan jumlah total gas rumah kaca dan partikel yang dikeluarkan selama siklus hidup kendaraan mulai dari produksi hingga penggunaan dan pembuangan (disposal). Tingginya Life Cycle Emissions kendaraan konvensional dan kendaraan listrik hybrid terutama berasal dari faktor emisi gas buang saat pemakaian (tailpipe emissions), masing-masing sebesar 32 tCO2e (57%) dan 24 tCO2e (51%).

Sedangkan, pada kendaraan listrik, faktor produksi energi listrik menjadi faktor utama penghasil emisi gas buang, yaitu 26 tCO2e (66.7%).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jejak Karbon pada Produksi Baterai Kendaraan Listrik

Jejak karbon juga terdapat pada produksi baterai kendaraan listrik (BEV) dan kendaraan listrik hybrid, masing-masing 5 tCO2e dan 1 tCO2e. Produksi baterai dan komponen lainnya tersebut memerlukan mineral tambang dan energi yang signifikan. Namun demikian, saat ini telah berkembang inovasi dan perbaikan dalam rantai pasok baterai dan teknologi pengemasan untuk mengurangi dampak ini.

Selama pemakaian, kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi gas buang karena menggunakan motor listrik dan baterai sebagai penggeraknya. Sedangkan kendaraan konvensional menghasilkan emisi langsung dari proses pembakaran BBM tergantung pada jenis dan kualitas bahan bakar yang digunakan (misalnya, bensin atau diesel) dan efisiensi mesin.

Emisi yang dihasilkan oleh BEV saat periode pemeliharaan kendaraan listrik juga lebih rendah karena mengkonsumsi energi lebih sedikit serta kurangnya komponen mekanis yang kompleks seperti transmisi. Sedangkan kendaraan listrik hybrid dan kendaraan konvensional melibatkan penggunaan material dan energi yang lebih besar, serta penggantian suku cadang yang lebih banyak.

Ketika masa pakai berakhir, atau di tahap deponi dan daur ulang, kedua jenis kendaraan akan menghasilkan limbah. Kendaraan listrik hybrid dan konvensional menghasilkan limbah dari oli mesin dan komponen lainnya. Sementara itu, baterai bekas kendaraan listrik BEV dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder.

3 dari 3 halaman

Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.