Sukses

Wakil Ketua DPRD Depok Membantah Tuduhan Korupsi

Naming D. Bothin adalah salah satu dari tujuh anggota DPRD Kota Depok yang menjadi tersangka kasus korupsi sebesar Rp 9,5 miliar. Ia mengaku menerima uang Rp 50 juta yang diambil dari anggaran rutin Dewan.

Liputan6.com, Depok: Wakil Ketua DPRD Kota Depok periode 1999-2004 Naming D. Bothin mengakui telah mengambil uang Rp 50 juta dari anggaran rutin Dewan. Namun, menurut dia, hal itu tak menyalahi aturan dan bukan tindakan korupsi. Sebab, uang itu adalah tunjangan perumahan untuk anggota Dewan selama lima tahun. "Kita nggak ngerasa salah. Itu hak kita yang telah dituangkan dalam pos-pos APBD," jelas Naming seusai dilantik sebagai anggota DPRD Kota Depok periode 2004-2009 di Balai Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (3/9).

Naming adalah salah satu dari tujuh tersangka kasus korupsi sebesar Rp 9,5 miliar di DPRD Kota Depok. Enam tersangka lainnya adalah Sutadi, ketua DPRD Depok dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasbullah M. Rachmad (Fraksi Partai Amanat Nasional), dan Saiman (Fraksi TNI), keduanya wakil ketua DPRD Depok. Selain itu, Ketua Panitia Anggaran Bambang Sutopo (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Wakil Panitia Anggaran Mazab H.M. (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), dan Sekretaris Panitia Anggaran Sutikno (Fraksi PAN) [baca: Puluhan Anggota DPRD di Sumut Batal Dilantik].

Menurut Naming, uang Rp 50 juta itu dicairkan pada 2002 atau pertengahan masa kerjanya. Jika dihitung masa kerja lima tahun, ia mendapat tunjangan perumahan sekitar Rp 800 ribu-an per bulan. "Wajar-wajar aja tunjangan perumahan untuk seorang anggota Dewan. Kata saya wajar," Naming menegaskan.

Naming juga mengakui, hari ini ia tak memenuhi panggilan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk pemeriksaan kasus dugaan korupsi tersebut. Alasannya, ia harus mengikuti pelantikan dan sumpah jabatan anggota DPRD Kota Depok periode 2004-2009. Namun, ia pun sudah mengirimkan surat permohonan penangguhan pemanggilan. "Nanti pemanggilan berikutnya, terserah kebijaksanaan Polda," jelas Naming. Selain Naming juga ada seorang tersangka lainnya yang tak memenuhi panggilan karena alasan serupa.

Kasus dugaan korupsi di tubuh DPRD Kota Depok bermula atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan tahunan anggaran 2001 dan 2002. Dana anggaran rutin DPRD Depok sebesar Rp 15 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam praktiknya digunakan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 110/2000, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/2001 dan Keputusan Presiden Nomor 17/2000.

Dari dana sebesar Rp 15 miliar terungkap sekitar Rp 9 miliar digunakan untuk pembayaran rekening telepon, tagihan perusahaan air minum, serta cicilan rumah pribadi milik anggota Dewan. Selain itu, anggota Dewan masing-masing memperoleh Rp 50 juta dan juga menerima pembayaran asuransi kematian Rp 33 juta per orang. Temuan ini kemudian dilaporkan sejumlah Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Kota Depok ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak KPK telah mencatat kasus tersebut dalam perkara bernomor AKNO 236/Setjen/07/04 tertanggal 7 Juli 2004.(DEN/Tasya Liudmila dan Andi Azril)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini