Sukses

Hakim Agung Tak Dipilih DPR Lagi, Potensi Suap Dianggap Tetap Ada

Menurut Komisioner KY, Taufiqurahman Sahuri, potensi suap akan tetap selalu terbuka.

Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kewenangan DPR dalam memilih calon hakim agung (CHA). Kini kewenangan DPR hanya menyetujui CHA yang disodorkan Komisi Yudisial (KY).

Namun begitu, bukan berarti dengan putusan tersebut potensi suap dalam proses rekrutmen hakim di DPR tidak ada. Menurut Komisioner KY, Taufiqurahman Sahuri, potensi suap akan tetap selalu terbuka.

"Potensi suap bisa ada di mana-mana," kata pria yang akrab disapa Taufiq ini dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (10/1/2014).

Komisioner Bidang Rekrutmen Hakim itu memandang, untuk mengantisipasi potensi suap, semua harus dikembalikan pada individu masing-masing. Setiap pihak, baik DPR maupun para CHA diharapkan tidak tergoda disuap dan menyuap.

"Yang penting kita jangan coba-coba kerlingkan mata. Kayak lagu A Rafiq, 'kerlingan matamu menggoda penyuap'," kata Taufiq dengan nada guyon.

MK memutus mengabulkan seluruh permohonan uji materi Pasal 8 ayat 2, 3, dan 4 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (MA) dan Pasal 18 ayat 4 UU tentang Komisi Yudisial (KY). Dengan putusan itu, MK membatalkan mekanisme rekrutmen CHA di DPR sebagaimana diatur dalam pasal pada kedua UU tersebut.

Pasal-pasal yang diuji itu sebelumnya tertuang norma tentang ketentuan setiap satu slot lowongan hakim agung, KY wajib mengajukan tiga nama CHA ke DPR untuk dipilih. Kini ketentuan norma itu tidak berlaku lagi.

Kini DPR hanya berwenang memberikan persetujuan terhadap nama-nama CHA yang disodorkan KY. Selanjutnya, kepada DPR, KY hanya mengirimkan satu CHA untuk setiap satu lowongan hakim agung. Dengan demikian, mekanisme rekrutmen CHA di DPR seperti mekanisme pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri. (Mut/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini