Sukses

Hanura: Hapus Presidential Threshold!

Presidential threshold atau syarat untuk mengusung calon presiden, sebesar 20 persen perolehan kursi di parlemen.

Partai Hanura menilai Presidential Threshold atau ambang batas syarat mengusung calon presiden sebesar 20 persen perolehan kursi di parlemen dan 25 persen perolehan suara secara nasional dinilai terlalu berat. Hanura meminta presidential threshold dihapuskan. Cukup dengan lolos dari parliamentary threshold, partai dapat mengusung presiden.

"Kami berharap tidak ada lagi presidential threshold, tetapi parpol yang lolos di parliamentary threshold berhak mengajukan (capres), karena amanat konstitusi 6 a tidak mengatur," kata Ketua Fraksi Hanura, Syarifuddin Suding, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7/2013).

Ambang batas parlemen merupakan ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum, untuk diikutkan dalam penentuan kursi di DPR dan DPRD. MK kemudian menetapkan ambang batas itu sebesar 3.5 persen untuk DPR dan meniadakan untuk DPRD.

Sehingga, kata Suding, Hanura secara khusus mengirim anggota fraksinya untuk mengawal revisi UU Pilpres di Badan Legislasi. Selain itu agar ada perubahan tidak hanya presidential threshold, tetapi juga presiden yang memimpin bangsa ini agar melepaskan jabatannya di partai. "Ini kan tidak optimal. Jadi tidak hanya melihat presidential threshold," ujar Suding.

Menurutnya, penetapan ambang batas untuk pengusungan calon presiden itu bertentangan dengan Pasal 6 (a) ayat (1) UUD 1945, yang sama sekali tak membuat pembatasan perolehan kursi minimal dan suara minimal bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Di konstitusi kita Pasal 6 a tidak diatur presidential threshold," ucap Sudding.

Sehingga, dia berharap, agar seluruh fraksi di DPR tidak mengedepankan ego lalu tirani dalam pengambilan keputusan. "Tetapi mengedepankan pendudukan bangsa kita ke depan, karena akan banyak calon akan semakin baik, dan membuka ruang kepada publik untuk menilai," pungkas Sudding. (Frd/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini