Sukses

5 Fakta Kemenag Keluarkan Imbauan soal Penggunaan Speaker saat Ramadhan dan Dikritik Gus Miftah

Belum lama ini sebelum memasuki bulan suci, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan imbauan agar pelaksanaan salat tarawih selama bulan Ramadhan 1445 Hijriah mengenakan speaker dalam masjid.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini sebelum memasuki bulan suci, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan imbauan agar pelaksanaan salat tarawih selama bulan Ramadhan 1445 Hijriah mengenakan speaker dalam masjid.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran yang telah dirilis perihal 'Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala'.

Dalam Surat Edaran Nomor 5 tahun 2024 yang ditanda tangani oleh Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pedoman itu dibuat sehubungan dengan meminimalisir adanya potensi gangguan.

"Surat edaran dimaksudkan sebagai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dengan tujuan untuk mewujudkan ketentraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama," kata Yaqut dalam keterangannya, Senin 11 Maret 2024.

Surat edaran Menag Yaqut itu kemudian mendapat respons dari Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah saat melakukan ceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur.

Gus Miftah membandingkan penggunaan speaker dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 01.00 pagi. Kemenag pun menyebut Gus Miftah gagal paham karena membandingkan hal tersebut.

"Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat," kata Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie dikutip dari siaran pers, Selasa 12 Maret 2024.

Dia meminta Gus Miftah untuk memahami terlebih dahulu tujuan Kemenag menerbitkan surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Anna menuturkan penceramah sebaiknya tidak asal berbicara dan provokatif.

Gus Miftah pun kembali merespons dan menyarankan, demi syiar Ramadhan penggunaan speaker atau pengeras suara harus tetap ada demi mengembalikan suasana bulan puasa seperti pada zaman orang tua terdahulu.

"Kemeriahan Ramadhan itu harus dikembalikan seperti masa kecil orang tua kita dulu, jadi nuansa Ramadhan itu terasa," tutur Gus Miftah.

Berikut sederet fakta terkait Kemenag keluarkan imbauan soal penggunaan speaker saat Ramadhan dan dikritik Gus Miftah dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Imbauan Menag soal Larangan Penggunaan Speaker

Kementerian Agama (Kemenag) menghimbau agar pelaksanaan salat tarawih selama bulan Ramadhan 1445 Hijriah mengenakan speaker dalam Masjid.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran yang telah dirilis perihal 'Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid dan Musala'.

Dalam Surat Edaran Nomor 5 tahun 2024 yang ditanda tangani oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pedoman itu dibuat sehubungan dengan meminimalisir adanya potensi gangguan.

"Surat edaran dimaksudkan sebagai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola dengan tujuan untuk mewujudkan ketentraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama," kata Yaqut dalam keterangannya, Senin 11 Maret 2024.

Sejatinya penggunaan pengeras suara untuk mengkumandangkan suara azan sebagai tanda masuknya salat lima waktu. Selian itu juga dapat difungsikan untuk pengajian Al Quran dan salawat pada Nabi Muhammad. Termasuk menyampaikan ceramah hingga dakwah.

Pemasangan pengeras suara juga harus dipisahkan yakni untuk bagian dalam dan luar.

"Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 desibel dan dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman hendaknya memperhatikan kualitas rekaman waktu dan bacaan akhir ayat," ucap Yaqut.

 

3 dari 6 halaman

2. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara

Dalam tata caranya, penggunaan speaker suara masjid dibagi dalam 3 ketentuan seperti saat waktu salat, azan, dan Kegiatan Syiar Ramadhan termasuk melingkupi gema takbir Idul Fitri dan Idul Adha

A. Waktu Salat

1). Subuh

- Sebelum adzan pada waktunya pembacaan Al Quran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit.

- Pelaksanaan salat subuh dzikir doa dan kuliah subuh menggunakan pengeras suara dalam

2). Zuhur, Asar, Magrib dan Insya

- sebelum adzan pada waktunya pembacaan AlQuran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 5 menit

- sesudah adzan dikumandangkan yang digunakan pengeras suara dalam

3). Jumat

- sebelum adzan pada waktunya pembacaan AlQuran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit

- penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak sedekah pelaksanaan khutbah Jumat, salat, zikir, dan doa menggunakan pengeras suara dalam.

B. Pengumangan adzan menggunakan pengeras suara luar

C. Kegiatan syiar Ramadan, gema takbir idul Fitri idul Adha dan upacara hari besar Islam:

- penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan salat tarawih ceramah/kajian Ramadan Dan tadarus AlQuran menggunakan pengeras suara dalam

- takbir pada tanggal 1 syawal/10 Dzulhijjah di masjid/mushola dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.

- pelaksanaan salat idul Fitri dan idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar.

- takbir idul Adha di hari tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Dzulhijjah dapat dikumandangkan setelah salat rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam

- upacara peringatan hari besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam kecuali apabila pengunjung tabligh melimpah keluar arena masjid/mushola dengan menggunakan pengeras suara luar.

 

4 dari 6 halaman

3. Kemenag Sebut Gus Miftah Gagal Paham

Kementerian Agama (Kemenag) menanggapi ceramah Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, yang mengkritik larangan menggunakan speaker saat tadarus Al-Qur'an di bulan Ramadhan.

Gus Miftah membandingkan penggunaan speaker dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 01.00 pagi. Kemenag pun menyebut Gus Miftah gagal paham karena membandingkan hal tersebut.

"Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat," kata Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie dikutip dari siaran pers, Selasa 12 Maret 2024.

Dia meminta Gus Miftah untuk memahami terlebih dahulu tujuan Kemenag menerbitkan surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Anna menuturkan penceramah sebaiknya tidak asal berbicara dan provokatif.

"Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya," ujarnya.

"Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah," sambung Anna.

Anna menyampaikan Kemenag menerbitkan Surat Edaran Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala pada 18 Februari 2022.

Edaran ini bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.

 

5 dari 6 halaman

4. Kemenag Tegaskan Edaran Dibuat Tidak untuk Batasi Syiar Ramadhan

Edaran ini mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadhan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.

"Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan Tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam," tegas Anna.

Menurut dia, edaran tersebut sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Dalam edaran itu, diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam.

Anna menambahkan, edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadhan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadhan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadhan menjadi lebih syahdu.

"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insyaallah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami," pungkas Anna.

 

6 dari 6 halaman

5. Respons Gus Miftah Usai Disebut Kemenag Gagal Paham

Pendakwah Gus Miftah menyarankan, demi syiar Ramadhan penggunaan speaker atau pengeras suara harus tetap ada demi mengembalikan suasana bulan puasa seperti pada zaman orang tua terdahulu.

"Kemeriahan Ramadhan itu harus dikembalikan seperti masa kecil orang tua kita dulu, jadi nuansa Ramadhan itu terasa," tutur pria bernama lengkap Miftah Maulana Habiburrahman seperti dikutip dari siaran pers diterima, Selasa 12 Maret 2024.

Meski begitu, Gus Miftah mengatakan penggunaan pengeras suara harus memperhatikan lingkungan. Misalnya tidak meningkatkan volume pada malam hari.

"Ya tapi tetap semua harus ada batasnya dalam penggunaan speaker, katakanlah sampai jam 10 malam pakai speaker luar," kata dia.

Gus Miftah menegaskan, tidak pernah menyinggung Kementerian Agama (Kemenag) soal edaran penggunaan pengeras suara.

Menurut dia, pembatasan penggunaan pengeras suara juga banyak diingatkan oleh para pemuka agama lain dan bukan hanya dari menteri agama.

"Saya tegaskan, Gus Miftah tidak pernah menyebut surat edaran Kemenag RI terkait dengan pengeras suara. Karena yang menyarankan soal pembatasan speaker tersebut bukan hanya menteri agama," terang dia.

Gus Miftah menilai, pihak Kementerian Agama justru tidak melihat secara utuh isi dari ceramahnya. Dia pun heran jika disebut asbun atau asal bunyi oleh pihak Kementerian Agama sebab menyoal aturan penggunaan pengeras suara.

"Kemenag jangan bawa perasaan (baper), lihat pidato Abah (sapaan Gus Miftah), ada enggak ditunjukkan kepada Kemenag, kan enggak ada. Kenapa jadi baper dengan mengatakan abah asbun (asal bunyi)," tandas Gus Miftah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.