Sukses

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Oknum TNI Penganiaya Relawan Ganjar Disidang di Peradilan Umum

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai penganiayaan sejumlah oknum prajurit TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah, sebagai aksi kesewenangan hukum yang brutal.

Liputan6.com, Jakarta Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai penganiayaan sejumlah oknum prajurit TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah, sebagai aksi kesewenangan hukum yang brutal.

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, yang mewakili koalisi, mengatakan alasan pelaku merasa terganggu dengan suara knalpot bising dari motor para relawan Ganjar-Mahfud, tidak dapat diterima dan mengada-ada.

"Penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas polisi atau dinas perhubungan, bukan TNI. Selain itu, korban adalah massa yang sedang berkampanye politik, maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Bawaslu," kata Gufron Mabruri dalam keterangannya, Selasa (3/1/2024).

Menurut Gufron, jika merasa terganggu dengan aktivitas para relawan Ganjar-Mahfud yang sedang berkampanye, seharusnya para prajurit TNI itu melaporkan dugaan pelanggaran lalu lintas ketertiban kampanye pemilu ke Bawaslu.

Bukannya main hakim sendiri, seolah tidak ada aturan hukum di Tanah Air. Apalagi aksi brutal itu dilakukan aparat negara yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.

Gufron menyesalkan rendahnya kepekaan para prajurit TNI pelaku penganiayaan. Dia menilai tindakan para oknum prajurit itu dapat membuat masyarakat semakin meragukan netralitas TNI dalam pemilu 2024.

"Penganiayaan oleh anggota TNI terhadap relawan capres-cawapres tentu dapat menyulut prasangka ketidaknetralan TNI dalam pemilu," ungkap Gufron.

Untuk menepis tuduhan itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak penindakan tegas terhadap para pelaku di peradilan umum, bukan peradilan militer.

"Aksi main hakim sendiri atau kesewenang-wenangan hukum oleh anggota TNI Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh, Boyolali tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun dan harus dilakukan penindakan tegas terhadap para pelaku di lingkungan peradilan umum," ujar Gufron.

"Koalisi menilai, Panglima TNI dan KSAD gagal menjaga netralitas TNI dalam pemilu 2024. Rusaknya netralitas harus diperbaiki dengan proses hukum yang adil dan benar," tegasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

TNI Seharusnya Jadi Pengayom, Bukan Melakukan Aksi Brutal terhadap Masyarakat

Kecaman aksi brutal para oknum TNI dari Yonif 408/Suhbrasta Boyolali, juga datang dari Senayan. Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, menilai kasus ini tak perlu terjadi jika anggota TNI menyadari perannya mengayomi rakyat.

TNI, kata Abdul Kharis, sebagaimana aparat hukum yang lain, harus menjadi teladan, bukan malah mempertontonkan aksi brutal main hakim sendiri yang dapat dicontoh masyarakat.

"Saya sangat menyesalkan terjadinya pemukulan terhadap masyarakat yang terjadi di Boyolali. Kebetulan Boyolali ini daerah pemilihan saya juga. Mestinya TNI itu melindungi dan mengayomi masyarakat. Kalaupun ada permasalahan jangan main pukul atau main hakim sendiri," kata Abdul Kharis, Rabu (3/1/2024).

Ia mengingatkan, di awal masa jabatannya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pernah menegaskan komitmen TNI untuk netral di semua proses pemilu 2024 demi menciptakan pesta demokrasi yang damai.

"Harusnya seruan Panglima ini bisa diikuti sampai ke jajaran terbawah," ujar Abdul Kharis.

Menindaklanjuti kasus ini, Abdul Kharis mengaku belum ada rencana memanggil Panglima TNI, mengingat dewan sedang berada dalam masa reses hingga 15 Januari mendatang.

"Tapi kita lihat kalau sudah masuk masa sidang," kata Abdul Kharis.

 

3 dari 4 halaman

Jenderal Andika Tegaskan Relawan Ganjar Dianiaya Oknum TNI Bukan karena Kesalahpahaman

Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andika Perkasa, menegaskan bahwa para relawan Ganjar-Mahfud yang dianiaya oknum prajurit TNI bukan karena kesalahpahaman.

Hal tersebut disampaikan Jenderal TNI (Purn) Andika merespons pernyataan dari Komandan Kodim (Dandim) Boyolali, Letkol Inf Wiweko Wulang Widodo, yang menyebut peristiwa penganiayaan berlangsung secara spontanitas karena adanya kesalahpahaman kedua belah pihak.

"Saya ingin menyoroti salah satunya bagi saya adalah potensi kelemahan, yaitu statement dari Komandan Kodim Boyolali. Di statement itu antara lain dinyatakan salah satunya adalah kesalahpahaman antara dua pihak. Kronologi ini kan sangat tidak akurat. Artinya, saya bisa membayangkan karena saya pernah menangani banyak hal seperti ini," kata Andika Perkasa dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Senin (1/1/2024).

Mantan Panglima TNI itu menegaskan bahwa capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo yang langsung menjenguk dan mendengarkan kronologi dari para relawan Ganjar-Mahfud. Selain itu, kata Andika, berdasarkan video CCTV pun, insiden tersebut murni tindakan kekerasan.

"Inilah yang kemudian direspons oleh Mas Ganjar di video tadi, yang juga seingat saya direspons oleh Ketua DPC PDIP Boyolali. Di situ jelas kalau dari videonya tidak ada proses kesalahpahaman. Yang ada adalah langsung penyerangan, atau tindak pidana penganiayaan," kata Andika.

"Kemudian dari keterangan saksi pun yang kemudian diucapkan ulang oleh Mas Ganjar, dan diucapkan ulang oleh Ketua DPC PDIP Boyolali, juga nyatakan hal yang sama," ungkap Andika.

Kendati demikian, Andika mengapresiasi langkah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang langsung merespons dengan cepat peristiwa penganiayaan tersebut.

"Yang pertama, apresiasi kami yang setinggi-tingginya untuk Panglima TNI, KSAD, yang sudah merespons begitu cepat dengan melakukan pemeriksaan terhadap terduga tersangka di Detasemen Polisi Militer," ujar Andika.

4 dari 4 halaman

Enam Prajurit TNI Jadi Tersangka Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali

Enam oknum anggota TNI pelaku penganiayaan terhadap dua relawan pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud Md di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Berdasarkan alat bukti dan keterangan terperiksa, penyidik Denpom IV/4 Surakarta telah mengerucutkan keenam pelaku," kata Kepala Penerangan Kodam IV/ Diponegoro, Kolonel Richard Harison dilansir dari Antara, Selasa (2/1/2024).

Richard menjelaskan, keenam oknum prajurit TNI yang telah berstatus tersangka itu masing-masing Prada Y, Prada P, Prada A, Prada J, Prada F, dan Prada M.

Menurut Richard, perkara tersebut selanjutnya akan diserahkan ke Oditur Militer sebelum disidangkan di pengadilan militer.

Richard memastikan, proses hukum terhadap enam oknum anggota Kompi B Yonif Raider 408/Sbh berjalan independen.

"TNI, dalam hal ini Kodam IV/ Diponegoro, tidak melakukan intervensi," kata Richard.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.