Sukses

Survei SMRC: 60 Persen Publik Nilai Putusan MK soal Capres-Cawapres Tidak Adil

Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan sebanyak 60 persen publik Indonesia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) tidak adil.

Liputan6.com, Jakarta Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan sebanyak 60 persen publik Indonesia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) tidak adil.

Sementara, 61 persen menilai keputusan tersebut untuk memenuhi keinginan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di pemilihan presiden (pilpres) 2024. Survei ini dilakukan pada 29 Oktober–5 November 2023.

Pendiri SMRC, Saiful Mujani, menjelaskan dalam sebulan terakhir publik dikejutkan dengan keputusan yang dibuat oleh MK di mana permohonan agar capres atau cawapres bisa dari warga yang berumur 40 tahun ke bawah.

"Yang menarik bukan hanya keputusannya, tapi juga tentang bagaimana proses pengajuan tersebut pada MK sebelum lembaga itu mengambil keputusan," kata Saiful dalam keterangan tertulis, Jumat (10/11/2023).

Saiful menyebutkan, survei nasional ini menunjukkan ada 41 persen warga yang tahu MK telah memutuskan bahwa seseorang boleh menjadi capres/cawapres bila pernah atau sedang menjadi pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah meskipun umurnya belum 40 tahun. Yang tidak tahu sebanyak 59 persen.

"Dari 41 persen yang mengetahui keputusan tersebut, hanya 37 persen (atau 15 persen dari total populasi) yang mengetahui yang mengajukan permohonan pada MK tersebut mengaku bahwa dirinya pengagum Gibran Rakabuming Raka. Sementara yang tidak tahu 63 persen," kata Saiful.

Saiful menegaskan sangat sedikit publik yang mengetahui bahwa peninjauan kembali yang disetujui oleh MK tersebut adalah seorang mahasiswa Surakarta pengagum Gibran.

"Warga yang tahu bahwa yang mengajukan permohonan tersebut adalah pengagum Gibran hanya 15 persen dari total populasi. Sangat sedikit," kata Saiful.

Baca juga Charta Politika: 39,7 Persen Publik Percaya Ada Campur Tangan Jokowi di Putusan MK soal Syarat Capres-Cawapres

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Publik Nilai Putusan MK Ada Konflik Kepentingan

Lebih lanjut Saiful mengemukakan bahwa keluarga Presiden Jokowi memiliki hubungan kekeluargaan dengan Ketua MK Anwar Usman. Adik Presiden Jokowi adalah istri dari Anwar Usman. Karena itu, Ketua MK adalah paman Gibran.

Dalam aturan yang berlaku di internal MK, orang yang memiliki hubungan kekeluargaan atau yang memiliki hubungan kepentingan, baik diuntungkan maupun dirugikan, dari keputusan yang dibuat MK tidak boleh ikut dalam proses pengambilan putusan MK tersebut.

Apakah publik tahu bahwa Ketua MK Anwar Usman adalah paman Gibran? Dari 41 persen yang mengetahui keputusan MK tersebut, ada 55 persen (22 persen dari total populasi) yang mengetahui bahwa Ketua MK adalah paman ipar Gibran. Yang tidak tahu sebanyak 45 persen.

Dari yang mengetahui Ketua MK Anwar Usman yang ikut dalam proses keputusan MK tersebut adalah paman Gibran, hanya 34 persen (8 persen populasi) yang menyatakan putusan MK tersebut adil, dan ada 60 persen (13 persen populasi) yang menyatakan itu tidak adil. Masih ada 6 persen yang tidak menjawab.

"Mayoritas warga menilai bahwa keputusan MK tersebut tidak adil. Keputusan MK bahwa orang yang pernah menjadi pejabat publik dan dipilih oleh rakyat boleh menjadi capres/cawapres walaupun belum berusia 40 tahun dianggap tidak adil karena paman Gibran, Anwar Usman, ikut sebagai hakim dalam pengadilan dan pengambilan keputusan tersebut," ungkap Saiful. Saiful melanjutkan bahwa ada konflik kepentingan dalam proses pengambilan keputusan MK tersebut. Seorang hakim tidak bisa mengambil sikap secara adil apabila ada pihak, karena hubungan keluarga dan kepentingan lain, yang akan mengambil manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari hasil pengadilan tersebut.

"Karena itu, 60 persen masyarakat melihat keterlibatan Anwar Usman dalam memutus perkara batas usia capres-cawapres tidak adil," tegasnya.

Baca juga HEADLINE: Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme, Bakal Diproses KPK?

3 dari 4 halaman

Publik Nilai Putusan MK untuk Memenuhi Keinginan Gibran Maju Cawapres

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah keputusan MK tersebut dilakukan untuk meloloskan Gibran agar bisa diajukan sebagai calon wakil presiden, publik menilai demikian.

"Menurut publik secara nasional, keputusan MK tersebut dibuat betul-betul untuk memenuhi harapan atau keinginan Gibran menjadi calon wakil presiden," ungkap Saiful.

Saiful menyimpulkan bahwa dari masyarakat yang tahu dan mengikuti proses putusan MK bahwa mereka yang punya pengalaman kepala daerah yang pernah dipilih oleh rakyat bisa menjadi capres/cawapres walaupun belum berusia 40 tahun, umumnya menganggap keputusan itu tidak adil.

Umumnya publik menilai keputusan itu diambil untuk memenuhi kepentingan Gibran, putra Presiden Jokowi, agar bisa menjadi calon wakil presiden.

"Dan ini menurut publik adalah keputusan yang tidak adil," ujar Saiful.

Adapun survei dilakukan dengan 2.400 responden yang dipilih secara acak (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1.939 atau 81 persen. Sebanyak 1.939 responden ini yang dianalisis.

Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 29 Oktober–5 November 2023.

4 dari 4 halaman

Putusan MK yang Meloloskan Gibran

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas.

MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin 16 Oktober 2023.

MK menyatakan, bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS ini. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan.

"Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat 'ambiguitas' dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 dimaknai 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," kata hakim MK.

Hakim MK menyatakan, dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun.

Baca HEADLINE: MK Kabulkan Syarat Kepala Daerah Belum Berusia 40 Tahun Bisa Maju Pilpres, Muluskan Langkah Gibran?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.