Sukses

Paparan BPA Berbahaya dan Bisa Melanggar HAM, Indonesia Perlu Berkaca dari Sikap Eropa

Senyawa Bisfenol A (BPA) yang terdapat pada kemasan pangan dan minuman memiliki risiko yang jauh lebih besar bagi kesehatan daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Senyawa Bisfenol A (BPA) yang terdapat pada kemasan pangan dan minuman memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Dengan masih adanya pembiaran dan regulasi yang kurang ketat terhadap beredar luasnya penggunaan senyawa berbahaya BPA, membuahkan tuntutan yang semakin keras.

Terkait hal itu, Indonesia tampaknya harus berkaca pada sikap Eropa. Belum lama ini, Koalisi EDC-Free Europa yang merupakan koalisi 70 organisasi yang prihatin dengan besarnya bahaya BPA yang dikonsumsi manusia, telah melancarkan seruan darurat kepada para pemimpin Eropa. Mereka menuntut tindakan segera untuk mengurangi paparan BPA dari kemasan plastik yang meracuni tubuh manusia. 

EDC-Free Europe bahkan menegaskan bisa terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apabila peredaran BPA tidak cepat dibatasi dan regulasi sangat ketat untuk melindungi kesehatan warga Eropa.

“Hasil studi biomonitoring manusia di seluruh Eropa pada 2022, mengkonfirmasi kontaminasi luas warga UE dengan BPA,” papar EDC-Free Europe dalam surat yang mereka kirimkan kepada Wakil Presiden Komisi Eropa Timmermans, serta kepada Komisioner Kesehatan dan Keselamatan UE, pada Juli 2023 lalu.

Dalam surat yang ditulis Coordinator EDC-Free Europe campaign, Sandra Jen menyebutkan paparan bisphenol dan bahan kimia berbahaya lainnya di mana-mana sejak tahap awal kehidupan dan seterusnya yang didokumentasikan oleh HBM4EU merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang dilindungi secara internasional dan konstitusional seperti hak untuk hidup dan kesehatan - serta hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagaimana diakui oleh Majelis Umum PBB pada bulan Juli 2022.

“Kami sangat khawatir mengingat masalah kesehatan yang terkait dengan paparan BPA dan bisfenol lainnya, termasuk efek negatif pada kesehatan anak-anak, perkembangan otak, gangguan fungsi reproduksi, peningkatan risiko obesitas dan diabetes, serta potensi dampak berbahaya pada sistem kekebalan tubuh. Selain itu, BPA juga telah diidentifikasi sebagai masalah yang sangat serius bagi satwa liar,” demikian seruan koalisi yang berpengaruh di Eropa tersebut.

Koalisi ini tak ayal juga mengkritik  regulasi BPA di Eropa yang selama ini mereka nilai terlalu lambat dan kurang memadai. Itu pula sebabnya, EDC-Free Europe mendesak agar UE segera mengambil langkah-langkah konkret.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BPA Ancaman Serius Bagi Kesehatan

Sebuah laporan dari European Environment Agency (EEA) pada 14 September 2023,  kembali mengungkapkan ancaman serius BPA bagi kesehatan warga Eropa. BPA atau zat kimia pengganggu hormon yang digunakan dalam kemasan makanan dan minuman, ternyata bisa ditemukan dalam tubuh hampir semua orang di Eropa, sehingga menempatkan jutaan orang dalam risiko kesehatan berbahaya.

Menurut laporan EEA tersebut, BPA biasa digunakan dalam berbagai produk, seperti botol atau galon isi ulang, wadah makanan plastik dan logam, serta pipa air minum. Namun temuan bahaya BPA pada banyak produk kemasan plastik sudah tidak bisa ditoleransi lagi,  karenanya EEA mengeluarkan peringatan dalam laporan mereka, bahwa  tingkat BPA yang ditemukan saat ini sudah "jauh di atas batas aman" bagi kesehatan.

Dalam penjelasan EEA yang mengikuti proyek penelitian biomonitoring manusia di 11 negara UE, diketahui bahwa antara 71% hingga 100% dari penduduk yang berpartisipasi kemungkinan telah terpapar "di atas ambang batas keamanan" BPA.

"Bisphenol A memiliki risiko yang jauh lebih besar bagi kesehatan kita, daripada yang diperkirakan sebelumnya. Kita harus menanggapi hasil penelitian ini dengan serius dan mengambil lebih banyak tindakan di tingkat Uni Eropa untuk membatasi paparan bahan kimia yang menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat Eropa,” kata Leena Ylä-Mononen, Direktur Eksekutif EEA. 

BPA bukan hanya digunakan dalam kemasan, tetapi juga dalam resin epoksi yang digunakan dalam lapisan pelindung di kaleng makanan dan tangki. Zat kimia ini dapat bermigrasi dalam "jumlah sangat kecil" ke makanan dan minuman dalam wadahnya, dengan potensi dampak pada sistem kekebalan, hormon, metabolisme, kesuburan, dan kadar glukosa.

3 dari 3 halaman

Komisi Eropa Larang BPA dalam Kemasan Plastik

Sebelumnya, UE telah melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan dan minuman yang ditujukan untuk bayi dan anak di bawah tiga tahun, serta botol makanan bayi berbahan plastik keras polikarbonat sejak tahun 2011.

Pada Juni lalu,  Komisi Eropa sudah mengumumkan inisiatif untuk melarang BPA dalam semua 'bahan kontak makanan', termasuk kemasan plastik dan berlapis. Ini sebagai tanggapan terhadap laporan dari  Otoritas Keamanan Pangan Eropa atau European Food And Safety Authority (EFSA) yang memperbarui risiko kesehatan BPA pada pangan.

EFSA secara signifikan mengurangi 'asupan harian yang dapat ditoleransi' yang direkomendasikan pada tahun 2015 dari 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari menjadi 0,2 nanogram per hari. Pada tahun 2021, EFSA menyarankan untuk mengurangi jumlah tersebut menjadi 0,04 nanogram.

EFSA memperkirakan konsumen dengan paparan BPA sedang dan tinggi melebihi batas asupan harian yang baru melalui paparan makanan.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini