Sukses

KPK Ungkap Skenario Pengacara Kerahkan Massa ke Mako Brimob Saat Lukas Enembe Ditangkap

KPK sudah melimpahkan berkas Stefanus Roy Rening, pengacara Lukas Enembe ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal membuktikan perbuatan Stefanus Roy Rening, pengacara Lukas Enembe dalam kasus merintangi penyidikan kasus suap dan gratifikasi gubernur nonaktif Papua itu.

KPK sudah melimpahkan berkas Roy Rening ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

"Hari ini (19/9), Kasatgas Penuntutan Budhi Sarumpaet telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Stefanus Roy Rening ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (19/9/2023).

Ali mengatakan, dalam surat dakwaan dijelaskan beberapa perbuatan merintangi penyidikan yang dilakukan Roy Rening. Salah satunya yakni mengerahkan massa ke Mako Brimob Papua saat Lukas Enembe hendak ditangkap.

"Perbuatan yang didakwakan tim jaksa antara lain berupa tindakan mencegah dan merintangi proses penyidikan Tersangka LE saat itu dan meminta agar mendatangkan massa ke Mako Brimob Jayapura serta menyusun skenario pembuatan video klarifikasi dari Rijatono Lakka kaitan dengan penyerahan uang pada Tersangka LE," kata Ali.

"Lengkapnya uraian dakwaan segera akan dibacakan Tim Jaksa sesuai dengan penetapan jadwal persidangan dari Majelis Hakim," Ali menambahkan.

KPK menahan pengacara Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe (LE), Stefanus Roy Rening (SRR), atas dugaan dengan sengaja menghalangi dan melakukan perintangan penyidikan.

"Tim penyidik KPK menahan SRR untuk 20 hari pertama, mulai 9 hingga 28 Mei 2023 di Cabang Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2023).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konstruksi Hukum

Ghufron mengatakan bahwa konstruksi kasus tersebut berawal saat SRR berkenalan dengan LE pada tahun 2006. Saat itu LE maju dalam Pemilihan Gubernur Papua dan komunikasi hingga kedekatan keduanya masih berjalan sampai dengan saat ini.

Selanjutnya LE yang menjabat Gubernur Provinsi Papua ditetapkan KPK sebagai tersangka suap dan gratifikasi dalam proyek pengadaan infrastruktur di Provinsi Papua, kemudian LE menunjuk SRR sebagai ketua tim kuasa hukum yang akan mendampingi selama proses hukum berlangsung di KPK.

Namun, dalam menghadapi proses hukum tersebut, diduga SRR dengan iktikad tidak baik dan menggunakan cara-cara melanggar hukum.

Tersangka SRR diduga menyusun beberapa rangkaian skenario berupa memberikan saran dan memengaruhi ke beberapa pihak yang akan dipanggil sebagai saksi oleh tim penyidik agar tidak hadir memenuhi panggilan.

Yang bersangkutan juga diduga memerintahkan pada salah satu saksi agar membuat testimoni dan pernyataan yang berisi cerita tidak benar terkait dengan kronologis peristiwa dalam perkara yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK.

 

3 dari 3 halaman

Pengaruhi Saksi

Tujuannya untuk menggalang opini publik sehingga sangkaan yang ditujukan oleh KPK terhadap LE dan pihak lain yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dinarasikan sebagai kekeliruan.

Penyusunan testimoni juga diduga dilakukan di tempat ibadah agar meyakinkan dan menarik simpati masyarakat Papua yang dapat berpotensi menimbulkan konflik.

SRR diduga juga menyarankan dan memengaruhi saksi lainnya agar jangan menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang sedang diselesaikan KPK.

Atas saran dan pengaruh SRR tersebut, pihak-pihak yang dipanggil secara patut dan sah menurut hukum sebagai saksi, tidak hadir tanpa alasan yang jelas.

"Atas tindakan SRR dimaksud, penyidikan perkara yang dilakukan tim penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terintangi dan terhambat," ujar Ghufron.

Adapun pasal yang dipersangkakan kepada SRR adalah Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.