Sukses

KPK Sebut Kepala Basarnas Henri Alfiandi Terima Uang Hasil Setting Proses Lelang

KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka suap proyek di Basarnas. Namun kasus korupsi Henri ini ditangani Puspom TNI.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Kepala Basarnas RI Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya, Letkol Afri Budi Cahyanto menerima uang hasil penyetingan dari proses lelang pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI.

Hal itu diketahui saat tim penyidik KPK memeriksa karyawan swasta/Sekertaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Saripah Nurseha, Marketing PT Kindah Abadi Utama Tommy Setyawan, Staf PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejati Suri Dayanti, dan Staf PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejati Sony Santana.

Mereka diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 7 Agustus 2023 kemarin.

"Para saksi hadir dan digali pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan proses settingan untuk memenangkan perusahaan Tersangka MG dan kawan-kawan ketika mengikuti lelang proyek di Basarnas. Ditambah dengan dugaan adanya pemberian uang pada HA (Henri Alfiandi) dan ABC (Afri Budi Cahyanto) agar proses settingan dimaksud dapat disetujui," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/8/2023).

Diketahui, KPK mengungkap dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI. Pengungkapan diawali dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Letkol Afri yang kemudian ditemukan adanya keterlibatan Kabasarnas Henri Alfiandi.

OTT dilakukan pada Selasa 25 Juli 2023 sekitar jam 14.00 WIB di Jalan Raya Mabes Hankam Cilangkap, Jakarta Timur dan di Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi. Dalam OTT, KPK mengamankan 11 orang dan menyita goodie bag berisi uang Rp999,7 Juta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

KPK Tetapkan 5 Tersangka

KPK kemudian menetapkan lima tersangka, di antaranya yakni kedua prajurit TNI aktif itu sebagai tersangka penerima suap. Henri melalui Afri diduga menerima Rp88,3 miliar selama periode 2021-2023. Namun pengusutan kasus Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI.

KPK hanya mengusut tiga tersangka yang berasal dari swasta, yakni Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, dan Roni Aidil selaku Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama.

Tim kuasa hukum Mulsunadi, Juniver Girsang mengungkap adanya imbauan memberikan dana komando sebesar 10 persen jika proyek pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas sudah selesai dikerjakan oleh kliennya.

"Dia (Mulsunadi Gunawan) menjelaskan kenapa ada pemberian (suap) itu. Pemberian itu dari awal sudah diimbau, kalau klien ini pemenang, ada himbauan 10% untuk dana komando," ucap Juniver Girsang di gedung KPK, Jakarta, Senin (31/7/2023).

 

3 dari 3 halaman

1 Tersangka Klaim Jadi Korban Sistem Korupsi di Basarnas

Juniver mengatakan, perusahaan kliennya mendapatkan tender pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar. Menurut Juniver, proyek tersebut telah selesai dikerjakan.

Namun lantaran adanya dana komando ini, dia menyebut kliennya menjadi korban sistem rasuah di Basarnas karena merealisasikan komitmen fee 10 persen tersebut.

"Intinya project ini kan sudah selesai, jadi ada himbauan jika project ini selesai akan ada himbauan 10% untuk dana komando, itu yang disampaikan. Klien kami tidak ikut (lelang tender), dia enggak ikut, dia hanya melanjutkan," kata Juniver.

Meski demikian, Juniver saat ini belum mau mengungkap sosok pemberi imbauan fee 10 persen tersebut. Namun yang jelas, menurut Juniver, adanya fee 10 persen jika menjadi pemenang tender sudah menjadi budaya di Basarnas.

Juniver pun meminta KPK membongkar seluruh praktik dugaan rasuah di Basarnas yang diduga melibatkan beberapa kontraktor lainnya.

"Jadi kesimpulannya, sebetulnya kalau ini kebiasaan, periksa saja semua kontraktor di Basarnas," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.