Sukses

Eks Irjen Kementerian ESDM Ahkmad Syakhroza Dicecar soal Pembayaran Dana Tukin Fiktif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Inspektur Jenderal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Akhmad Syakhroza dalam kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian ESDM. Akhmad diperiksa di gedung KPK pada Selasa, 1 Agustus 2023.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Inspektur Jenderal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Akhmad Syakhroza dalam kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian ESDM. Akhmad diperiksa di gedung KPK pada Selasa, 1 Agustus 2023.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut Akhmad dicecar soal temuan pembayaran dana tukin fiktif. Akhmad diduga mengetahui adanya korupsi tukin pegawai Kementerian ESDM.

"Akhmad Syakhroza (Inspektur Jenderal Kementerian ESDM) saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerian ESDM," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (2/8/2023).

Selain Akhmad, tim penyidik juga memeriksa pensiunan PNS, yakni mantan Bendahara Pengeluaran periode 2020-2021 pada Kementerian ESDM Abdullah dan Teten Sudjatmika selaku pihak swasta. Teten didalami soal penggunaan rekening bank pihak tertentu untuk menyimpan pencairan dana tukin. Sementara Abdullah diselisik soal manipulasi pencairan dana tukin.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan rancangan untuk manipulasi pencairan dana tukin," kata Ali.

KPK menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus korupsi ini. Sepuluh orang tersebut yakni Subbagian Perbendaharaan/PPSPM Priyo Andi Gularso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febian Sirait, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPK Haryat Prasetyo, Operator SPM Beni Arianto.

Kemudian Penguji Tagihan Hendi, PPABP Rokhmat Annashikhah, Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine, serta Bendahar Pengeluaran Abdullah.

"Bermula dari adanya informasi masyarakat, KPK kemudian melakukan pengembangan penyelidikan serta memperoleh data dan informasi dari PPATK, BPKP, dan Kementerian Keuangan. Sehingga berdasarkan kecukupan alat bukti permulaan yang KPK temukan lalu dilanjutkan dengan menaikan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 10 orang sebagai tersangka," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Awal Kasus Korupsi Tunjangan Kinerja Pegawai Kementerian ESDM

Kasus ini berawal saat Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran tunjangan kinerja dengan total sebesar Rp221.924.938.176,00 selama 2020 hingga 2022.

Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral yang sudah dijadikan tersangka ini diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.

Dalam proses pengajuan anggarannya, diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan manipulasi. Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp1.399.928.153 namun dibayarkan sebesar Rp29.003.205.373, atau terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720.

Selisih pembayaran tersebut diduga diterima dan dinikmati oleh para tersangka. Priyo Andi menerima Rp4,75 miliar, Novian Hari menerima Rp1 miliar, Lernhard menerima Rp10,8 miliar, Christa Handayani menerima Rp2,5 miliar, Haryat Prasetyo menerima Rp1,4 miliar.

Kemudian Beni Arianto menerima Rp4,1 miliar, Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rokhmat Annashikhah menerima Rp1,6 miliar, Maria Febri menerima Rp900 juta, dan Abdullah menerima Rp350 juta.

Uang-uang tersebut digunakan untuk kepentingan para tersangka seperti membayar pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar dan dana taktis untuk operasional kegiatan kantor. Selanjutnya keperluan pribadi di antaranya untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan dan logam mulia.

Atas perbuatannya para tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.